Perusahaan Telekomunikasi Berusaha Tekan Pengeluaran
Selain ”regulatory cost”, pos pengeluaran terbesar operator telekomunikasi lainnya ialah infrastruktur jaringan.
JAKARTA, KOMPAS — Para operator telekomunikasi dalam negeri masih membukukan kenaikan pendapatan pada triwulan I-2024. Sejalan dengan hal itu, pos pengeluaran operator juga terpantau meningkat. Mereka berupaya terus menekan beban pengeluaran agar kinerja perusahaan tumbuh berkelanjutan.
Pendapatan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom tumbuh 3,71 persen secara tahunan menjadi Rp 37,42 triliun. Rinciannya, pendapatan telepon Rp 1,74 triliun, interkoneksi Rp 2,57 triliun, lessor transaction Rp 795 miliar, jasa data, internet, dan teknologi Rp 22,90 triliun, jaringan Rp 685 miliar, Indihome Rp 6,83 triliun, dan lainnya Rp 1,85 triliun.
Sejumlah pos pengeluaran Telkom turut meningkat pada triwulan I-2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, seperti beban operasional, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi yang naik 4,92 persen dan beban interkoneksi naik 22,75 persen. Hal itu berdampak pada laba usaha Telkom yang turun 5,78 persen secara tahunan menjadi Rp 11 triliun.
Sementara itu, PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison) pada triwulan I-2024 membukukan laba bersih Rp 1,29 triliun atau naik Rp 365,7 miliar secara tahunan. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan (15,8 persen) yang diimbangi peningkatan beban penyelenggara jasa (7,4 persen), beban penyusutan dan amortisasi (0,8 persen), beban karyawan (4 persen), beban pemasaran (69,3 persen), beban umum dan administrasi (47,1 persen), dan beban operasional lain-lain (101,6 persen).
Baca juga: Empat Operator Telekomunikasi Seluler Kompak Stop Perang Harga Murah
Kemudian, PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) membukukan pendapatan Rp 8,44 triliun pada triwulan I-2024, naik 12 persen secara tahunan. Pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) meningkat 24 persen menjadi Rp 4,45 triliun. Laba bersih setelah pajak tercatat Rp 547 miliar atau naik 168 persen secara tahunan.
Beban operasional XL Axiata pada triwulan I-2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu juga naik 0,5 persen. Akan tetapi, beban operasional XL Axiata pada triwulan I-2024 dibandingkan triwulan IV-2023 turun hampir 8 persen.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah di sela-sela konferensi pers hasil rapat umum pemegang saham (RUPS), Jumat (3/5/2024), di Jakarta mengatakan, sampai akhir 2024, Telkom mendorong pendapatan dari bisnis seluler dan jaringan tetap (fixed broadband) tetap tumbuh. Lalu, bisnis pusat data yang sejauh ini masih berkontribusi kecil diharapkan mampu meningkatkan kontribusi yang lebih besar ke pendapatan.
”Kami berharap fixed mobile convergence bisa menjadi sumber pendapatan yang berkontribusi penting ke total pendapatan. Kami juga mengandalkan segmen bisnis ke bisnis sebagai sumber meraih pertumbuhan pendapatan yang lebih baik,” ujarnya.
Ririek menambahkan, rasio utang terhadap ekuitas dan utang terhadap EBITDA masih relatif terkendali di level 37,3 persen dan 0,8 kali. Sebagian besar kontrak Telkom dilakukan dengan mata uang rupiah sehingga perubahan kurs rupiah yang tertekan dollar AS beberapa hari terakhir belum berdampak kepada Telkom.
Baca juga: Rerata Pendapatan Pulsa Meningkat Tipis, Kenaikan Tidak Signifikan
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Telkom Heri Supriadi menambahkan, salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan pos pengeluaran perusahaan ialah pemberian tunjangan hari raya (THR) beserta pajaknya. Lantaran pemberian THR kepada karyawan dilakukan pada Maret, maka pencatatannya juga dilakukan akhir triwulan I-2024.
”Beban operasional dan pemeliharaan kami upayakan supaya lebih efisien. Kami memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendesain pemakaian jaringan yang lebih efisien supaya gain kami naik. Harapannya, (kelak) produktivitas jaringan naik tanpa kami harus menambah belanja modal,” kata Heri.
Dari sisi bisnis seluler, lanjut Heri, perseroan berupaya meningkatkan produktivitas pelanggan dengan cara fokus memberikan pengalaman lebih ke pelanggan yang masuk kategori memiliki nilai tinggi agar semakin loyal. Upaya ini memanfaatkan mahadata supaya bentuk layanan yang diberikan lebih tepat sasaran.
Sementara itu, Presiden Direktur dan CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan, pihaknya berusaha mengoptimalkan penggunaan biaya operasional, termasuk menekan beban biaya-biaya operasional menjadi lebih rendah. Menurut dia, sudah ada penurunan biaya operasional yang signifikan pada kategori beban penjualan dan pemasaran serta beban infrastruktur.
XL Axiata juga saat ini sedang mengevaluasi dampak kenaikan nilai tukar dollar AS terhadap bisnis perseroan. XL Axiata sudah melakukan mitigasi risiko terhadap fluktuasi nilai tukar, seperti melakukan pinjaman yang sepenuhnya dalam mata uang rupiah.
”Kami berkomitmen meningkatkan kualitas jaringan sebagai penopang utama untuk meningkatkan pengalaman pelanggan. Untuk layanan konvergensi jaringan tetap dan seluler, kami pun terus menjalankan transformasi struktural, termasuk rencana pengalihan sekitar 750.000 pelanggan Link Net ke XL Axiata sebagai ServeCo,” imbuh Dian.
Baca juga: Telkom Pertimbangkan Jual Saham Unit Bisnis Pusat Data
Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison menambahkan, perseroan berupaya meningkatkan keunggulan operasional dan efisiensi secara signifikan supaya tetap mampu meraih kenaikan pendapatan dan laba. Pada triwulan I-2024, perseroan mengalami peningkatan Outlook dari ”stabil” menjadi ”positif” oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch dan mempertahankan peringkat kredit AA+(idn).
Peran regulator
Head of Center Industry, Trade, and Investment di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho berpendapat, biaya yang dibutuhkan oleh pelaku industri telekomunikasi seluler tergolong besar. Salah satu porsi pengeluaran yang cukup besar ialah ongkos regulasi, seperti biaya penggunaan spektrum frekuensi kepada negara. Porsi biaya lainnya yang juga besar ialah perangkat infrastruktur jaringan yang selama ini kebanyakan masih datang dari luar negeri.
”Sebenarnya, jika pemerintah mau memberikan insentif untuk variabel biaya ongkos regulasi yang harus ditanggung operator telekomunikasi seluler, hal itu bisa membantu mengurangi beban operasional,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Andry, pemerintah bisa mengambil peran yang lebih aktif dalam penggelaran infrastruktur jaringan telekomunikasi. Apalagi, pemerintah menginginkan pemerataan infrastruktur jaringan sampai ke pelosok. ”Hal seperti itu saya rasa bisa membantu industri mengurangi ongkos,” katanya.
Pendapat lain disampaikan Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani. Menurut dia, pengaruh situasi makroekonomi global lebih berdampak pada sisi biaya produksi industri telekomunikasi, terutama lewat perubahan kurs rupiah yang tertekan beberapa hari terakhir. Pasalnya, ada sejumlah komponen biaya pelaku industri telekomunikasi yang mengikuti harga internasional atau karena harus impor.
”Sementara dari sisi permintaan jasa layanan telekomunikasi, saya kira tidak terlalu sensitif terhadap ketidakpastian ekonomi global. Permintaan masih tumbuh,” ujarnya.
Baca juga: Operator Telekomunikasi Seluler Vs Raksasa Bisnis Digital