Pemerintah Akan Terbitkan Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri soal Kecerdasan Buatan
Indonesia perlu berkembang, bukan lagi semata-mata negara pasar, melainkan jadi bagian dari ekosistem industri digital.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana mengeluarkan peraturan presiden dan peraturan menteri terkait tata kelola kecerdasan buatan. Rencana ini diharapkan selesai sebelum ganti rezim pemerintahan baru.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengeluarkan Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Waktu pengundangannya adalah 19 Desember 2023.
”Persiapan menyusun peraturan setingkat permenkominfo ataupun perpres terkait tata kelola kecerdasan buatan sedang berjalan. Ketika draf tuntas, kami akan mengundang pelaku industri teknologi dan akademisi, sama prosesnya ketika Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023,” ujar Wakil Menkominfo Nezar Patria yang ditemui dalam acara ThinkThank & Journalism Workshop: Accelerating Responsible AI Governance and Innovation with Copilot for Indonesia, Senin (6/5/2024), di Jakarta.
Dia mengatakan, permenkominfo ataupun perpres terkait tata kelola kecerdasan buatan diharapkan bisa ditetapkan sebelum ganti rezim pemerintahan baru. Selanjutnya, setelah peraturan itu keluar, akan dibahas tata kelola kecerdasan buatan dalam wujud undang-undang.
”Tentu, substansi permenkominfo ataupun perpres tata kelola kecerdasan buatan akan lebih memiliki daya ikat kepada pelaku industri teknologi dibandingkan Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023. Di dalam draf berisi definisi yang lebih detail hingga ketentuan hukum pengembangan dan pemanfaatan kecerdasan buatan,” kata Nezar.
Dia mengklaim, di tingkat ASEAN, Indonesia sudah termasuk yang terdepan karena akan mengeluarkan peraturan, bukan surat edaran pedoman, yang khusus mengatur kecerdasan buatan.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, yang hadir dalam acara sama, mengatakan, negara-negara di dunia merespons secara beragam dalam pengembangan tata kelola kecerdasan buatan. Amerika Serikat, misalnya, pada Oktober 2023 telah mengeluarkan Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of Artificial Intelligence yang setara dengan perpres. Kemudian, pada 8 Desember 2023, Parlemen Uni Eropa telah menyetujui AI Act (Undang-Undang Kecerdasan Buatan) yang menekankan pendekatan berbasis risiko dalam tata kelola kecerdasan buatan. Pendekatan legislasi seperti yang dilakukan oleh Parlemen Uni Eropa akan segera diikuti oleh Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan.
Selanjutnya, para pemimpin negara-negara G7 juga telah menyerukan pengembangan dan penerapan standar teknis untuk menjaga kecerdasan buatan supaya tetap dapat dipercaya dan telah diluncurkan sebagai dokumen resmi pada 30 Oktober 2023. Pemerintah China telah memperkenalkan Global AI Governance dalam pembukaan Belt and Road Forum pada 20 Oktober 2023. Adapun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mengeluarkan resolusi Majelis Umum PBB tentang memanfaatkan peluang sistem kecerdasan artifisial yang aman, terjamin, dan tepercaya untuk pembangunan berkelanjutan yang diadopsi pada 21 Maret 2024.
Menurut Wahyudi, ada beberapa substansi tata kelola kecerdasan buatan yang harus dimasukkan dalam peraturan setingkat permenkominfo dan perpres. Misalnya, prinsip-prinsip umum kecerdasan buatan, ekosistem pengembangan industri, kategori risiko teknologi kecerdasan buatan, dan kelembagaan.
”Kami merasa, rencana untuk mengeluarkan permenkominfo ataupun perpres terkait tata kelola kecerdasan buatan pasti akan dikaitkan dengan regulasi yang sudah ada, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Pelindungan Data Pribadi,” ucapnya.
Pemerintah China telah memperkenalkan Global AI Governance dalam pembukaan Belt and Road Forum pada 20 Oktober 2023.
Lebih jauh dia melanjutkan, adanya regulasi yang lebih tinggi dari SE Menkominfo terkait pedoman etika kecerdasan buatan penting karena Indonesia perlu berkembang bukan lagi semata-mata negara pasar, melainkan jadi bagian dari ekosistem industri teknologi digital.
”Seperti adanya kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan nasional untuk melatih talenta yang terampil di bidang kecerdasan buatan,” ujar Wahyudi.
Dari sisi industri, Corporate Vice President dan Deputy General Counsel di Microsoft Antony Cook mengatakan, belum lama ini Microsoft telah menerbitkan Laporan Transparansi Kecerdasan Buatan yang di dalamnya tercantum praktik terperinci dari apa yang telah perusahaan lakukan dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan yang bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan apa yang diharapkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Cook juga menyebutkan, peluang ekonomi kecerdasan buatan di Asia Tenggara sekitar 1 triliun dollar AS, sedangkan di Indonesia sekitar 336 miliar dollar AS. Peluang ekonomi kecerdasan buatan generatif diperkirakan bisa meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi.
”Penggunaan kecerdasan buatan tidak hanya memberikan manfaat, tetapi juga potensi risiko jika tidak dikelola dengan tepat. Dan, menurut saya, Indonesia sedang mengarahkan potensi itu dengan langkah yang tetap dapat menciptakan tingkat kepercayaan yang tepat terhadap ekosistem industri digital,” kata Cook.