Sengaja atau Tidak, Mereka Kini jadi ”Selebritas”
Di era media sosial, kesempatan untuk menjadi ”selebritas” terbuka bagi semua orang.
Para anggota tim Indonesia U-23 mendapat perhatian luar biasa dari penggemar. Mereka dielu-elukan, dimintai tanda tangan dan foto bersama. Di media sosial, kehidupan pribadi mereka diulas, termasuk siapa istri dan pacar mereka. Euforia membuat proses selebritisasi anggota tim Indonesia tak bisa dielakkan.
Sejak tim Indonesia berlaga di Piala Asia U-23 2024 di Doha, Qatar, Lala Arham (44), diaspora Indonesia di Qatar, jadi sering berkunjung ke Hotel Westin yang menjadi tempat menginap tim Indonesia. Kebetulan hotel itu hanya ”berjarak” 20-30 menit dari rumah Lala.
Lala dan dua anak remajanya berharap bertemu dengan pemain Indonesia yang keluar kamar sekadar untuk bersantai atau berangkat latihan.
Berkali-kali mereka berkunjung, hingga suatu hari berhasil juga mencegat beberapa pemain yang akan berangkat menuju tempat latihan. Seperti yang dilakukan penggemar lainnya, Lala dan anak-anaknya berebut minta tanda tangan, membuat video, dan minta foto bersama.
Hari itu, Lala dan dua anaknya berhasil membuat foto dan video Nathan Tjoe-A-On, Rafael Struick, Justin Hubner, dan Marselino Ferdinan. Ia segera mengunggahnya di akun media sosial mereka. Apa yang terjadi kemudian?
”Ya, ampun! Yang nge-like sekarang sudah lebih dari 1.300-an orang. Padahal, pas awal aku posting beberapa hari lalu, yang nge-likes baru 80-100-an.... Apa mungkin karena ada Nathan, yang lagi trending topic di mana-mana?” begitu tulis Lala lewat pesan singkat kepada Kompas dengan emoticon senyuman, Jumat (3/5/2024).
Sejak Lala menggunakan media sosial, baru kali ini ia kebanjiran likes. Biasanya unggahannya paling banter mendapat puluhan likes dari lingkar pertemanannya di medsos.
Selain Lala, banyak suporter Indonesia yang rajin berkunjung ke Hotel Westin untuk memberikan dukungan, sekadar menyapa, minta tanda tangan, atau kalau beruntung bisa swafoto dengan tim Indonesia. Saban hari, bisa ada puluhan orang yang datang.
Lala bercerita, ada banyak kenalannya sesama ibu-ibu WNI sampai memesan tempat di restoran hotel pada jam sarapan. Mereka berharap bisa bertemu para pemain Indonesia yang juga sedang sarapan.
Walau diberi area khusus yang terpisah untuk menyantap makanan, para pemain Indonesia kadang mengambil makanan di area saji yang menyatu dengan tetamu restoran lainnya. Saat itu terjadi, para suporter Indonesia langsung mendekat.
Baca juga: Jadi musafir demi pertandingan Indonesia vs Uzbekistan
”Yang paling heboh, ya, emak-emak ini. Padahal, mereka sehari-hari enggak begitu suka atau ngerti soal sepak bola. Mungkin juga karena FOMO (fear of missing out) alias takut ketinggalan tren. Enggak cuma minta foto dengan pemain, para emak ini juga minta swafoto ke Pelatih Shin Tae-yong dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir,” tambah Lala sambil tergelak.
Saking banyaknya suporter Indonesia yang mengalir ke Hotel Westin, pihak Kedutaan Besar RI di Qatar sampai mengeluarkan surat imbauan kepada para suporter agar jangan sampai mengganggu privasi pemain timnas. Hal itu disampaikan Pelaksana Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Doha Ali Murtado, Selasa (30/4/2024), seperti dikutip Antara.
Aprilianita, suporter Indonesia, punya cerita serupa. Aprilianita bersama suaminya, Hartoyo, dan dua anaknya rela bolak-balik dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, ke Doha, Qatar, dengan mobil pribadi melalui Arab Saudi, untuk menonton laga Indonesia di Piala Asia U-23.
Demi menonton laga semifinal melawan Uzbekistan pada Senin (29/4/2024), mereka sudah datang ke Doha pada Sabtu (27/4/2024). Mereka memutuskan menginap di Hotel Westin, tempat menginap tim Indonesia, meski harus membayar Rp 3,5 jutaan per malam.
”Itu kami lakukan karena anak saya yang besar ingin sekali melihat Marselino dari dekat. Dia nge-fans berat sama Marselino,” ujar Aprilianita, Minggu (28/4/2024).
Selain Aprilianita dan keluarga, setidaknya ada empat keluarga suporter Indonesia yang juga menginap di sana. Dia bilang, hotel itu selalu dikunjungi suporter Indonesia dari pagi sampai sore.
Baca juga: Politik lewat dulu, saatnya nobar Tim Indonesia U-23
”Tadi pagi (Minggu) ada sekitar 20 ibu-ibu diaspora Indonesia yang booking sarapan di hotel itu. Mereka sebenarnya belum tentu tahu sepak bola, tetapi karena euforia pada tim Indonesia sedang tinggi, ya, ikut nonton juga. Kan, enggak banyak yang mengira Indonesia bisa berprestasi setinggi ini,” kata Aprilianita diiringi tawa.
Dia menambahkan, kebanyakan suporter Indonesia, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, ingin memberikan dukungan sambil berharap dapat melihat langsung anggota tim Indonesia. Syukur-syukur kalau bisa ambil video atau berfoto bersama.
Selebritisasi
Selama perhelatan Piala Asia U-23, foto-foto dan video singkat yang diambil para suporter di Qatar mengisi ruang media sosial. Mereka mengunggah video atau foto ketika anggota tim Indonesia sarapan, naik bus menuju tempat latihan atau pertandingan, dan sebagainya. Tidak lupa mereka juga mengunggah tingkah laku suporter Indonesia yang luar biasa.
Unggahan-unggahan suporter yang dibuat langsung dari Qatar itu bersaing dengan unggahan-unggahan pembuat konten dan youtuber yang mengulas apa saja terkait dengan tim Indonesia, mulai strategi hingga ulasan pertandingan. Tidak ketinggalan pula ada yang mengulas kehidupan pribadi tim Indonesia, mulai dari darah yang mengalir di tubuh mereka, makanan kesukaan, merek sepatu atau tas, latar belakang orangtua dan mertua mereka, agama yang dianut, hingga pacar dan istri mereka.
Sengaja atau tidak, proses selebritisasi terhadap anggota tim Indonesia bergulir. Sebagaimana para selebritas yang muncul dari industri hiburan, penampilan, tingkah laku, dan kehidupan pribadi anggota tim Indonesia kini jadi konsumsi publik.
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Triyono Lukmantoro, menyebut fenomena selebritisasi para anggota tim Indonesia U-23 masih terkait dengan prestasi yang mereka tampilkan. ”Prestasi mereka ini sedang luar biasa; berlaga di kancah Asia, melewati regional Asia Tenggara. Tak heran orang-orang merayakan prestasi mereka. Ada harapan yang sedang dirayakan melalui pemain-pemain muda ini,” kata Triyono.
Baca juga: Siege mentality ala Shin Tae-yong
Para penggemar tidak hanya mengagumi gocekan mereka di lapangan, tetapi juga mengagumi nilai tambah lainnya, yakni keelokan fisik sebagian pemain tim Indonesia U-23. Tak heran jika dukungan sangat kuat langsung diberikan dan bahkan mengarah pada fanatisme. Begitu kata Triyono.
Dia menambahkan, di masa lalu, selebritisasi alias penokohan terutama dilakukan oleh televisi, radio, dan media cetak. Namun, di era media sosial, semua orang dengan gawainya bisa mengamplifikasi peristiwa sekaligus memperluasnya.
Pada era media sosial, yang namanya penggemar memang bukanlah makhluk pasif yang hanya mengagumi idolanya, tetapi juga aktif memproduksi makna melalui konten-konten media sosial mereka. Bukan hanya idolanya yang mereka abadikan melalui konten, tetapi juga diri dan pengalaman mereka ketika memberikan dukungan atau ketika menonton sang idola.
Tengok saja bagaimana komunitas suporter Indonesia di Qatar rajin membagikan foto atau video ketika mereka berpawai di jalan menuju stadion, tingkah laku mereka di dalam stadion, hingga ketika merayakan kemenangan di luar stadion. Unggahan mereka menjadi ”mata” bagi jutaan suporter lain yang tidak bisa hadir langsung di Qatar.
Beberapa komunitas penonton juga membuat penanda khas yang membedakan dengan suporter lainnya. Dengan begitu, mereka bisa membetot perhatian juru kamera dan akhirnya sering masuk televisi.
Salah seorang suporter tim Indonesia yang sukses melakukan itu adalah Ekky Nugroho (35). Diaspora Indonesia yang sudah tinggal dan bekerja di Qatar sejak tujuh tahun ini selalu menonton dengan kemeja bermotif batik Korpri.
Seragam itu sebenarnya seragam resmi Asosiasi Pegolf Indonesia di Qatar (IGAQA). Pekerja industri minyak dan gas ini mengatakan, motif batik seragam Korpri lama itu sangat berbekas dalam ingatan dia dan rekan-rekan IGAQA.
”Karena kebetulan kami suka lawan golfer Malaysia, jadi kami mikir seragam apa yang beda. Makanya, kami memutuskan (seragam) Korpri (lama). Balik lagi karena kami punya memori sama warna dan motif (batik) Korprinya. Seragam itu yang kami pakai ketika menyuporteri tanding-tanding Timnas bahkan sejak AFC 2024 Januari lalu,” ujar Ekky.
Menurut Ekky, suporter berseragam batik Korpri lama ini jumlahnya sekitar 20 orang. Jika dijajarkan, mereka bisa sampai memenuhi satu baris depan kursi di tribune stadion. Mereka rutin datang menonton setiap pertandingan timnas PSSI berlaga di Qatar.
Berkat pilihan kemeja bermotif Korpri, Ekky dan kawan-kawan mencuri perhatian juru kamera. Tingkah polah mereka, meski sekejap-sekejap, bisa disaksikan jutaan suporter lain di Indonesia yang menonton laga-laga Piala Asia U-23 melalui televisi.
Di era media sosial, kesempatan untuk menjadi ”selebritas” terbuka bagi semua orang. Bahkan, bagi orang-orang yang sebenarnya tidak ingin menjadi selebritas sekalipun.