Belum Semua Aturan Pelaksanaan UU TPKS Diundangkan, Komitmen Presiden Dinantikan
Implementasi UU TPKS membutuhkan panduan teknis. Presiden diminta segera mengesahkan semua aturan turunan UU TPKS.
Tinggal lima hari lagi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual genap dua tahun sejak disahkan pada 9 Mei 2022. Namun, lima dari tujuh peraturan pelaksana dari undang-undang itu belum juga diundangkan.
Semakin lama peraturan pelaksanaan diterbitkan, semakin lama pula korban kekerasan seksual mendapatkan akses keadilan. Karena itu, Presiden Joko Widodo diminta segera menandatangani regulasi tersebut sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Pengesahan semua aturan pelaksana UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dinantikan. ”Kami mengapresiasi dua peraturan pelaksana diundangkan," kata komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Siti Aminah Tardi, Sabtu (4/5/2024).
Pihaknya mendesak agar lima peraturan lainnya segera disahkan. ”Presiden Jokowi, tolong segera tanda tangan peraturan pelaksana UU TPKS. Semakin cepat ditandatangani, semakin tersedia layanan korban, semakin optimal pemenuhan hak-hak korban,” ujarnya.
Jika aturan turunan UU TPKS lambat diundangkan, pemerintah daerah, kementerian/lembaga akan tidak kunjung menyesuaikan dengan UU TPKS, belum menyiapkan infrastruktur layanan korban, dan lain sebagainya. Sebab, belum ada panduan mekanisme kerja untuk sistem peradilan TPKS.
Data kasus TPKS yang diterima Komnas Perempuan sejak Mei 2022 hingga Desember 2023 berjumlah 4.179 pengaduan. Dari laporan tersebut, kasus kekerasan berbasis elektronik tercatat paling tinggi (2.776 kasus), diikuti dengan pelecehan seksual fisik (623 kasus), dan perkosaan (297 kasus).
Baca juga : Implementasi UU TPKS Terkendala Peraturan Pelaksana
Karena itu, komitmen Presiden menjadi penting, sebagaimana yang dilakukan Presiden pada awal 2022, yang mengeluarkan pernyataan publik sehingga akhirnya proses legislasi UU TPKS berjalan dengan cepat hingga disahkan pada Mei 2024.
Terkait hal tersebut, pada 19 Maret 2024, Komnas Perempuan berkirim surat kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) yang memohon agar semua aturan pelaksana dari UU TPKS segera ditetapkan atau diundangkan.
”Sebelum serah terima kepemimpinan baru, kami berharap Presiden menyempurnakan UU TPKS,” kata Aminah yang juga Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan.
Sebab, Pasal 91 UU TPKS mengamanatkan semua peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut harus ditetapkan paling lambat dua tahun terhitung sejak UU TPKS diundangkan pada 9 Mei 2022.
Bagi kalangan aktivis pendamping korban kekerasan, yang paling merasakan dampaknya atas keterlambatan terbitnya aturan pelaksana UU TPKS adalah korban. Dampak dari ketiadaan aturan pelaksana UU TPKS yang paling merasakan adalah korban.
Sebagai contoh, hak korban mendapat kompensasi terhambat dan restitusi tak bisa dibayarkan terdakwa. ”Kerugiannya pada korban. Sebab, hakim ketika memutus perkara membutuhkan misalnya lembaga untuk rehabilitasi dalam vonisnya harus disebutkan,” kata Ratna Batara Munti, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jawa Barat.
Sebelum serah terima kepemimpinan baru, kami berharap Presiden menyempurnakan UU TPKS.
Ratna dan Aminah mengapresiasi langkah kementerian terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pasca-UU TPKS diundangkan bergerak cepat menyusun draf aturan-aturan turunan tersebut.
”Jadi tinggal kemauan politik presiden. Ini dampaknya kalau tidak segera diundangkan aturan pelaksanaannya, berdampak pada korban, yang tidak bisa mengakses hak-haknya. Itu berarti, selama peraturan pelaksana UU TPKS tidak terbit, implementasi UU TPKS akan terhambat,” tegas Ratna.
Baca juga : Kasus Terus Mencuat, Implementasi UU TPKS Masih Terhambat
Berdasarkan catatan Kompas, baru dua peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan Presiden Jokowi.
Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat yang diundangkan pada 23 Januari 2024.
Kedua, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang diundangkan pada Selasa (22/4/2024).
Adapun lima aturan pelaksana lain yang belum terbit adalah Perpres tentang Kebijakan Nasional tentang Pemberantasan TPKS dan Perpres tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu PPA di Pusat.
Selain itu, ada tiga peraturan pemerintah (PP), yakni PP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan TPKS; PP tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; dan PP tentang Dana Bantuan Korban TPKS.
Dalam rangka memperingati dua tahun UU TPKS, Jumat (3/5/2024), Komnas Perempuan menggelar diskusi dan konferesi pers ”Perkembangan Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual”.
Erni Mustikasari, Jaksa Ahli Madya yang juga Sekretaris Pokja Akses Keadilan Kejaksaan Agung, mengungkapkan kejaksaan sejak awal mengawal proses legislasinya UU TPKS bahkan ikut dalam penyusunan norma-norma dalam undang-undang tersebut.
”Artinya, tidak diragukan lagi kalau kejaksaan sudah sangat proaktif mendukung perlindungan korban tindak pidana kekerasan seksual dalam bentuk dukungan dan pemikiran teknis sehingga lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 yang saat ini sudah dua tahun berjalan,” paparnya.
Kendati demikian, dalam perjalanan dua tahun UU TPKS, pelaksanaannya masih belum sempurna dan belum memberikan kepuasan yang maksimal bagi pencari keadilan. Dalam praktik di lapangan, masih ada yang belum menggunakan UU TPKS karena tidak mengetahuinya.
Namun, ada juga ada yang tidak mau melaksanakannya karena tidak paham. Selain karena memang sosialisasi belum terlalu masif selama dua tahun terakhir, ada yang menganggap tindak pidana dalam UU TPKS banyak dan semua baru.
”Kami tahu yang terpenting setelah UU TPKS lahir adalah memahamkan. Sebab, hanya dengan pemahaman yang benar, maka lahir perspektif yang juga benar,” tambah Erni.
Dalam rangka mendukung implementasi UU TPKS, sejak undang-undang itu lahir, kejaksaan gencar melakukan pembimbingan teknis, sosialisasi, serta beberapa pendidikan dan pelatihan (diklat) khusus terkait UU TPKS, termasuk diklat TOT bagi para pengajar TPKS untuk calon jaksa.
Dari sisi pemerintah, Agung Santoso, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, menyatakan semua draf aturan turunan UU TPKS sudah dalam proses penetapan oleh Presiden.
”Kami berharap memang pada ulang tahun UU TPKS kedua ini segera mendapatkan penetapan. Karena ini menjadi dasar bagi para pihak, termasuk aparat penegak hukum, ini masih banyak keraguan ketika sudah ada UU TPKS, tetapi dalam implementasinya belum ada peraturan pelaksana,” ujarnya.
Hingga kini, dalam penerapannya, pemahaman UU TPKS masih beragam. Sementara data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke Kementerian PPPA pada 2022-2023 meningkat terutama terkait perempuan. Hal ini disebabkan, antara lain, keberanian korban melaporkan kasusnya.
Berbagai situasi yang terjadi setelah dua tahun diundangkannya UU TPKS menunjukkan pentingnya penerapan UU TPKS. Maka, kehadiran semua aturan pelaksana dari UU TPKS tidak bisa ditunda-tunda lagi agar daftar korban yang menanti keadilan tak semakin panjang.