Kematian Taruna STIP, Aturan Antikekerasan di Lembaga Pendidikan Perlu Diperluas
Aturan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan perlu diperluas dengan aturan yang lebih tinggi.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus perpeloncoan hingga mengakibatkan korban jiwa di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, Jakarta Utara, Jumat (3/5/2024), menambah rentetan kasus kekerasan di institusi pendidikan, khususnya kedinasan. Aturan tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan perlu diperluas agar tak hanya berlaku di lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kemendikbudristek, tahun lalu, menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Meski penerapan aturan ini belum optimal, kata Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru, Muhammad Mukhlisi, setidaknya ada aturan yang tersistem sebagai upaya preventif.
Aturan ini perlu diperluas ke institusi pendidikan yang bernaung di bawah kementerian/lembaga lain, seperti sekolah kedinasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).
Hal ini mengingat kasus di STIP bukan pertama kali terjadi dan diduga sudah menjadi tradisi senioritas yang berlebihan. Dalam pemberitaan Kompas selama satu dasawarsa terakhir, penganiayaan taruna STIP pernah terjadi pada 25 April 2014. Saat itu, Dimas Dikita Handoko (20), siswa tingkat II STIP, tewas setelah dianiaya seniornya di sebuah rumah kos di Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
”Strategi pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan perlu dibuat kebijakan yang lebih luas. Mungkin bisa dibentuk Peraturan Presiden langsung karena terjadinya di satuan pendidikan yang lintas kementerian,” kata Mukhlisi saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/5/2024).
Yayasan Cahaya Guru mencatat, sedikitnya ada 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2023 dengan total 134 pelaku dan 339 korban. Bahkan, 19 orang di antaranya meninggal. Data ini dihimpun pada 1 Januari-10 Desember 2023 melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers.
Kasus perundungan dan kekerasan seksual menjadi yang terbanyak selama 2023 dengan masing-masing 42 dan 40 kasus, disusul kekerasan fisik 34 kasus. Kekerasan terbanyak ada di sekolah dasar dengan 40 kasus disusul sekolah menengah pertama 35 kasus.
Kasus lain yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah intoleransi. Walaupun yang terekam media hanya empat kasus, dampaknya akan luas bagi warga sekolah, mulai dari guru, murid, kepala sekolah, yayasan, hingga masyarakat sekitar.
Tim peneliti menyimpulkan, dalam sepekan terjadi 2-3 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Hal ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan bahwa kondisi sekarang sedang tidak baik-baik saja.
Mukhlisi menambahkan, pernyataan Ketua STIP Jakarta, Ahmad Wahid yang menyatakan kasus kematian terbaru, yakni Putu Satria Ananta Rustika (19) diakibatkan karena masalah personal dengan seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21), patut disayangkan. Sebab, kejadian seperti ini kembali terulang.
”Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya perpeloncoan dan kekerasan itu masih terjadi di satuan pendidikan di bawah sekolah kedinasan Kementerian Perhubungan ini,” ujarnya.
Sanksi tegas akan diberlakukan, yakni dikeluarkan dengan tidak hormat dari pendidikan bagi taruna pelaku kekerasan.
Sedang dievaluasi
Sementara itu, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Kementerian Perhubungan tengah melakukan evaluasi atas pola pengasuhan sekolah kedinasan ini untuk pembenahan ke depan. Tim investigasi internal untuk menanggulangi kasus ini.
Untuk jangka pendek, personel pengasuh dan kamera pengawas pengawas yang ditempatkan di area sektor pendidikan meliputi area kelas, akses tangga, lorong, dan area toilet di STIP ditambah. Peran pembimbing akademik dan perwira pembina taruna akan dioptimalkan untuk mengawasi keseharian taruna, baik kegiatan akademik maupun kegiatan non-akademik. Termasuk saat ada masalah dengan selalu membangun komunikasi dengan perwira pembina taruna ataupun orangtua wali taruna.
STIP juga akan melibatkan secara aktif semua pihak terkait dengan proses pembentukan karakter seperti ikatan alumni dan asosiasi profesi pelaut. Sanksi tegas akan diberlakukan, yakni dikeluarkan dengan tidak hormat dari pendidikan bagi taruna pelaku kekerasan.
”Unsur-unsur dan pola pengasuhan pada kampus yang dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku sehingga peristiwa tindak kekerasan ini tidak terjadi lagi,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPSDMP Subagiyo.
Sementara itu, Kepolisian Resor Jakarta Utara telah menetapkan Tegar sebagai tersangka. Tegar dijerat Pasal 338 juncto subsider 351 Ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan mengungkapkan, motif Tegar menganiaya korban sebagai tradisi penindakan taruna senior kepada taruna yunior yang melakukan kesalahan dengan menggunakan pakaian olahraga saat masuk ke dalam kelas. Atas kesalahan itu, para taruna senior menindak taruna yuniornya dengan kekerasan yang berujung kematian korban terjadi pada pukul 07.55 WIB.
”Penindakan ini dilakukan dengan aksi represif atau aksi kekerasan yang menyebabkan kematian pada korban,” ujar Gidion.
Hasil otopsi korban memperlihatkan adanya luka dan pendarahan di bagian dada atau sekitar ulu hati serta luka lecet di bagian mulut. Selain itu, ada sisa makanan yang naik ke atas akibat tersangka berusaha menarik lidah korban.