Unjuk rasa mahasiswa di kampus-kampus besar AS saat ini menunjukkan pengaruh Zionis di masyarakat AS mulai merosot.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·4 menit baca
Sejak 18 April 2024, ada tren kebangkitan banyak kampus di Amerika Serikat membela Palestina dan mengecam keras Israel.
Para mahasiswa dari Universitas Columbia, Yale, New York, California, Harvard, Michigan, dan Florida serempak menggelar unjuk rasa membela Palestina dan mengecam keras genosida Israel di Jalur Gaza. Tercatat, unjuk rasa itu digelar para mahasiswa dari setidaknya 75 universitas terkemuka di AS. Mereka, antara lain, menuntut segera dihentikan perang di Jalur Gaza.
Para mahasiswa tersebut tergabung dalam organisasi ikatan mahasiswa Ivy League yang menghimpun universitas-universitas terkemuka di AS. Para mahasiswa di Universitas Columbia dan kampus-kampus lain mendirikan kamp-kamp perkemahan di lingkungan kampus sebagai basis aksi gerakan mereka membela Palestina.
Para mahasiswa dari beberapa kampus di AS tersebut menuntut segera ada gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dan berhentinya genosida Israel terhadap rakyat Palestina. Mereka juga menuntut agar AS menghentikan bantuan senjata ke Israel serta agar kampus-kampus di AS membekukan bantuan dan investasi dari industri senjata di AS yang mengambil manfaat dari Perang Gaza.
Para pengunjuk rasa di sejumlah kampus di AS itu berasal dari mahasiswa dan dosen dari latar belakang semua agama, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Namun, yang menonjol dari mereka adalah organisasi Students for Justice in Palestine (Mahasiswa untuk Keadilan di Palestina) dan Jewish Voice for Peace (Suara Yahudi demi Perdamaian).
Para pengunjuk rasa di banyak kampus itu menghadapi tindakan keras dari manajemen universitas yang berupaya menghentikan aksi mereka. Kampus Universitas Columbia, misalnya, memecat puluhan mahasiswa yang terlibat unjuk rasa dan menangkap lebih dari 100 mahasiswa.
Para mahasiswa di sejumlah kampus lain di AS juga menghadapi tindakan yang sama dari manajemen kampus dan polisi. Meski demikian, unjuk rasa mereka di beberapa kampus di AS terus berlanjut.
Aksi mereka untuk menentang Perang Gaza belakangan ini mengingatkan kembali perjuangan para mahasiswa dari sejumlah kampus di AS untuk menghentikan Perang Vietnam pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.
Titik temu yang menyatukan mahasiswa di kampus-kampus AS dari berbagai latar belakang agama dan ideologi dalam menentang Perang Gaza saat ini lebih disatukan oleh isu kemanusiaan daripada isu politik.
Universitas Columbia di New York termasuk salah satu universitas di AS yang memelopori gerakan mahasiswa menentang Perang Vietnam pada tahun-tahun itu. Perjuangan para mahasiswa di kampus-kampus AS kala itu berhasil menghentikan Perang Vietnam pada tahun 1975. AS menarik pasukannya dari Vietnam saat itu.
Kini, Universitas Columbia kembali menjadi basis utama aksi gerakan mahasiswa dari kampus-kampus di AS dalam menentang Perang Gaza. Titik temu yang menyatukan mahasiswa di kampus-kampus AS dari berbagai latar belakang agama dan ideologi dalam menentang Perang Gaza saat ini lebih disatukan oleh isu kemanusiaan daripada isu politik.
Gempuran Israel di Jalur Gaza, yang semakin mengarah pada aksi genosida, membangkitkan hati nurani para mahasiswa di kampus-kampus AS untuk menentang Perang Gaza.
Jika menilik sejarah, gerakan mahasiswa bela Palestina di kampus-kampus AS sudah terjadi sebelum Perang Arab-Israel pertama tahun 1948. Menurut Fox News, para mahasiswa Arab jurusan kedokteran di kampus-kampus AS membentuk organisasi Palestina anti-Zionis pada tahun 1917 untuk menentang Perjanjian Balfour pada tahun itu yang membuka jalan imigrasi kaum Yahudi ke wilayah Palestina.
Namun, gerakan mahasiswa Arab di AS saat itu masih lemah dan belum mampu membentuk opini umum di AS. Meski demikian, kampus-kampus di AS sudah menyaksikan gerakan bela Palestina dan anti-Zionis sejak awal muncul isu gerakan imigrasi kaum Yahudi ke wilayah Palestina.
Beberapa dekade kemudian, para mahasiswa di kampus-kampus AS kembali bergerak menentang Perang Gaza dengan mengecam keras Israel dan membela Palestina. Gerakan mahasiswa membela Palestina di kampus-kampus AS saat ini jauh lebih kuat berkat revolusi teknologi informasi dewasa ini.
Mereka kini bisa menyaksikan secara harian melalui berbagai media sosial aksi keji Israel di Jalur Gaza yang sama sekali tidak manusiawi. Bangkitnya para mahasiswa di AS menentang Perang Gaza itu juga menunjukkan gagalnya propaganda Israel tentang serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Namun, apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza ternyata jauh lebih kejam daripada propaganda Israel tentang Hamas. Israel di Jalur Gaza membombardir semua rumah sakit, sekolah, masjid, dan rumah-rumah penduduk tanpa ampun.
Aksi biadab yang dilakukan Israel di Jalur Gaza mengubah opini masyarakat internasional, termasuk di AS. Jalanan di kota-kota di AS dan negara Barat menjadi saksi unjuk rasa-unjuk rasa mengecam keras Israel dan membela Palestina.
Unjuk rasa menentang Perang Gaza dan mengecam keras Israel itu kemudian merambah ke beberapa kampus di AS dan bahkan kampus di negara Barat lain, seperti di Inggris, Perancis, dan Australia.
Menurut akademisi Palestina, Sami el-Erian, yang hidup di AS selama 40 tahun, unjuk rasa mahasiswa di kampus-kampus besar AS saat ini menunjukkan pengaruh Zionis di masyarakat AS mulai merosot. Ia mengakui, gerakan melawan Zionis di AS sebelum ini sangat sulit karena begitu kuatnya hegemoni Zionis di AS dan pengaruh kuat lobi-lobi Yahudi di AS.
Namun, lanjut Erian, Perang Gaza dengan kekejian Israel yang luar biasa terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza mulai mampu mengubah opini umum AS dan melemahkan hegemoni Zionis di AS.
Tentu yang ditunggu dan diharapkan sekarang adalah gerakan mahasiswa di kampus-kampus AS saat ini mampu menghentikan Perang Gaza, seperti saat mereka mampu menghentikan Perang Vietnam pada 1970-an.