Dengan situasi geopolitik dan tantangan keamanan kawasan terkini, China tampaknya kian perlu memproyeksikan kekuatan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kegelisahan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap militer China memang beralasan. Kehadiran kapal induk Fujian mencerminkan kapasitas dan kemapanan China.
Belum lama ini, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China melakukan uji laik laut atas kapal induk ketiga mereka, Fujian. Kapal yang ditargetkan beroperasi penuh pada 2025 itu akan menjalani uji daya tahan mesin, kestabilian sistem pendukung, persenjataan, hingga uji lepas landas pesawat.
Teknologi pada Fujian sangat berbeda dari dua pendahulunya, Liaoning dan Shandong, yang mengadopsi landasan lengkung (sky jump). Sementara Fujian menggunakan sistem electromagnetic aircraft launch system (EMALS).
Merujuk sejumlah sumber, di antaranya The Telegraph, navair.navy.mil, dan news.usni.org, sistem tersebut pertama kali dikembangkan General Atomics untuk Angkatan Laut AS saat membangun kapal induk modern kelas Gerald F Ford. Sistem dengan motor induksi linier ini menggantikan sistem katapel bermotor piston uap konvensional yang selama ini digunakan kapal induk kelas Nimitz.
Keunggulan dari teknologi itu, di antaranya, adalah lebih efisien, kapasitas energi peluncuran lebih tinggi, kontrol kecepatan akhir yang lebih akurat dan akselerasi yang lebih mulus, mampu melontarkan pesawat tempur dan drone, hingga biaya pengoperasian yang lebih murah.
Adopsi EMALS pada Fujian yang sepenuhnya dikembangkan oleh industri dalam negeri memperlihatkan kemajuan signifikan dan kapasitas teknologi militer China yang lagi-lagi mengimbangi teknologi AS. Di sisi lain, peluncuran kapal induk ketiga itu—dari enam kapal induk yang hendak dibangun China hingga 2035—memperlihatkan hasrat Beijing untuk mewujudkan mimpinya, yaitu memiliki angkatan laut yang mampu menggelar kekuatannya hingga jauh di luar wilayah yurisdiksi China, atau menjadi blue water navy.
Dengan situasi geopolitik dan tantangan keamanan kawasan terkini, China tampaknya kian perlu memproyeksikan kekuatan dan memperlihatkan kedigdayaannya. Mengoperasikan satu kapal induk tidak murah, apalagi beberapa kapal induk. Itu artinya, kapasitas ekonomi negara pemilik kapal induk mumpuni. Seiring dengan itu, mengoperasikan kapal induk juga memperlihatkan kapasitas strategis dan pengaruh negara pemilik kepada mitra di kawasan dan dunia.
Beroperasi tak ubahnya pangkalan angkatan udara, dan tumpuan untuk operasi jarak jauh, kapal induk mampu memberi dukungan superioritas udara, sekaligus menjadi ”ekspresi” politik negara. Hal ini terjadi saat China mengirim Shandong ke perairan sekitar Taiwan ketika sejumlah pejabat AS mengunjungi Taiwan, atau ke wilayah lain di Laut China Selatan dan Laut China Timur tempat China memiliki sengketa wilayah dengan sejumlah negara.
Merujuk I Wibowo dalam bukunya, Belajar dari China, petuah Deng Xiaoping, yaitu zhi fu shi guangrong atau ’menjadi kaya itu mulia’, tampak terimplementasi pada Fujian.
Editor:
ANDREAS MARYOTO, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO