Syarat Pencalonan Kian Berat, Jalur Perseorangan di Pilkada 2024 Diprediksi Sepi Peminat
Euforia pemilu dan mepetnya persiapan diperkirakan akan membuat jumlah calon perseorangan di Pilkada 2024 turun.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pencalonan kepala daerah melalui jalur independen atau perseorangan pada Pilkada 2024 diperkirakan bakal sepi peminat. Jumlah calon kepala daerah nonpartai diprediksi turun jika dibandingkan dengan pilkada sebelumnya lantaran persyaratan dukungan yang cenderung memberatkan. Padahal, keberadaan calon perseorangan penting sebagai alternatif serta mewujudkan kompetisi sehat.
Merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024, tahapan pilkada untuk jalur perseorangan sudah dimulai pada Minggu (5/5/2024) ini. KPU menjadwalkan tahapan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan berlangsung pada 5 Mei hingga 19 Agustus 2024.
Adapun penyerahan dukungan dari calon perseorangan dijadwalkan pada 8-12 Mei 2024. Untuk verifikasi administrasi dokumen persyaratan calon perseorangan akan diselenggarakan pada 13-29 Mei 2024. Sementara itu, pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota ditetapkan digelar pada 27 November 2024.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengungkapkan, persyaratan calon perseorangan makin berat dari pilkada ke pilkada. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, syarat calon perseorangan harus mendapatkan terlebih dulu dukungan dari 6,5 persen sampai 10 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT) di daerah yang menggelar pilkada.
Dengan syarat itu, menurut Titi, calon yang tidak punya jaringan massa, modal kapital, dan dukungan pemilih yang solid, akan kesulitan memenuhi persyaratan. Apalagi, verifikasi faktual dukungan untuk calon perseorangan dilakukan dengan metode sensus.
“Mengingat persiapan pilkada yang sangat mepet dengan pemilu, euforia pemilu yang masih mendominasi, saya menduga jumlah calon perseorangan akan menurun bila dibandingkan Pilkada 2020. Bahkan, proses pencalonan belum sepenuhnya terkonsolidasi sehingga tidak banyak waktu bagi calon perseorangan untuk mempersiapkan diri,” ujar Titi, Minggu (5/5/2024).
Jumlah calon perseorangan yang mengikuti pilkada memang fluktuatif tetapi cenderung menurun. Berdasarkan catatan Kompas, pada Pilkada 2020 yang digelar di 270 daerah, terdapat 61 pasangan calon perseorangan dengan persentase kemenangan 8 persen. Jumlah tersebut turun jika dibandingkan Pilkada 2018 yang diikuti 69 pasangan calon perseorangan, meski l persentase keterpilihannya 2,22 persen. Saat itu, pilkada berlangsung di 171 daerah.
Saya menduga jumlah calon perseorangan akan menurun bila dibandingkan Pilkada 2020.
Kemudian pada Pilkada tahun 2017 yang berlangsung di 101 daerah, ada 68 pasangan calon perseorangan yang ikut berkontestasi. Turun hampir separuh dari jumlah calon perseorangan di Pilkada 2015 yang mencapai 135 pasangan. Presentase keterpilihan calon perseorangan di Pilkada 2015 yang digelar di 269 daerah juga mencapai 9,63 persen.
Titi melanjutkan, selama ini, berdasarkab aturan yang berlaku dalam UU Pilkada, jumlah dukungan yang menjadi syarat minimal pencalonan kepala daerah independen berbeda-beda di setiap wilayah karena didasarkan pada DPT.
Pada pemilihan gubernur, daerah yang memiliki jumlah DPT 0-2 juta orang diharuskan mengantongi dukungan minimal 10 persen dari total pemilih tetap. Untuk wilayah dengan DPT sebanyak 2 juta-6 juta, syarat minimal dukungan sekitar 8,5 persen dari total jumlah pemilih tetap.
Adapun provinsi dengan total DPT hingga 6 juta-12 juta orang mengharuskan calon independen memiliki jumlah dukungan tak kurang dari 7,5 persen. Sementara daerah dengan DPT terbanyak hingga lebih dari 12 juta, mensyaratkan calon perseorangan harus mengantongi 6,5 persen dukungan.
Untuk pilkada di tingkat kabupaten atau kota, persyaratan minimal jumlah dukungan pun didasarkan pada jumlah DPT. Semakin besar jumlah DPT, persentase syarat minimal dukungan pun akan lebih kecil.
Sulit berkompetisi
Menurut Titi, calon perseorangan lebih sulit berkompetisi karena keterbatasan modal kapital dan jejaring politik, apalagi jika harus berhadapan dengan calon yang diusung koalisi partai. Calon perseorangan juga tidak punya kekuatan struktural seperti partai politik punya mesin partai yang sudah melembaga sampai ke tingkat desa. Karena itu, calon perseorangan perlu membentuk struktur tim pemenangan yang efektif dan solid tanpa harus berbiaya mahal dan gemuk.
Selain itu, isu kampanye juga harus didesain dengan tepat sehingga bisa cepat diterima oleh masyarakat pemilih. Ceruk organisasi masyaraakat dan tokoh agama bisa jadi peluang pemenangan apabila mampu dikelola dengan baik dan tepat sasaran oleh calon perseorangan.
“Calon perseorangan bisa jadi opsi bagi upaya mencegah calon tunggal yang banyak jadi fenomena di Pilkada kita. Di tengah pragmatisme partai yang aji mumpung dalam pencalonan pilkada dan hanya berorientasi pada kemenangan sehingga kurang mau bekerja keras mengusung kader organik partai, maka calon perseorangan bisa menjadi alternatif pilihan politik bagi pemilih,” kata Titi.
Pengajar Ilmu Politik di Universitas Indonesia, Aditya Perdana menilai, calon perseorangan merupakan sebuah pilihan yang dilematis karena pada kenyataanya menghadapi berbagai problem. Misalnya, hambatan modal ekonomi dan politik, persyaratan yang sulit dipenuhi, dan relasi kekuasaan eksekutif dan legislatif yang rumit apabila calon perseorangan berhasil memenangkan kontestasi elektoral karena tidak memiliki dukungan politik di parlemen.
Ia khawatir, syarat dukungan serta kompetisi yang memberatkan ke depan akan semakin membuat orang ragu maju dari jalur perseorangan. Padahal, kehadiran calon perseorangan di pilkada penting sebagai calon alternatif bagi publik. Selain itu, calon perseorangan juga menjadi salah satu solusi mencegah kehadiran calon tunggal di pilkada.
“Kelompok-kelompok politik dan ekonomi di daerah pun sudah membatasi ruang itu sehingga masuk akal calon perseorangan makin kecil karena pada saat bersamaan syarat menjadi calon perseorangan makin berat,” ujar Aditya.