Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi hingga Rp 62 Miliar
Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang. Jumlahnya mencapai Rp 62,8 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, Senin (6/5/2024), menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta. Tidak hanya didakwa menerima gratifikasi hingga Rp 62,8 miliar selama lebih kurang dua tahun, Gazalba juga dituduh melakukan pencucian uang. Diduga uang hasil korupsi itu digunakan untuk membeli rumah, tanah/bangunan, pelunasan kredit pemilikan rumah, dan logam mulia.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan perkara gratifikasi dan pencucian uang dengan terdakwa Gazalba Saleh dipimpin oleh Hakim Ketua Fahzal Hendri didampingi Rianto Adam Pontoh dan Sukartono. Gazalba hadir di ruang sidang dengan didampingi penasihat hukumnya, Aldres Napitupulu.
Dalam dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, Wahyu Dwi Oktafianto, Arif Rahman Irsady, Heradian Salipi, Nur Haris Arhadi, dan Tira Agustina, diketahui, dari gratifikasi sebesar Rp 68,2 miliar itu, sebanyak Rp 650 juta berasal dari Jawahirul Fuad. Gratifikasi sebesar itu diterima Gazalba bersama Ahmad Riyad pada Juni hingga September 2022.
”Uang sejumlah Rp 650 juta dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, yang berhubungan dengan jabatannya (Gazalba) dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” kata Wawan, salah seorang jaksa.
Wawan menjelaskan, Fuad selaku pemilik usaha UD Logam Jaya mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) tanpa izin pada 2017. Fuad dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun oleh Pengadilan Negeri Jombang, Jawa Timur. Pada tingkat banding, putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur.
Atas putusan tersebut, Fuad menghubungi Kepala Desa Kedunglosari, Jombang, Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat kasasi di MA. Selanjutnya, keduanya bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 14 Juli 2021. Agoes adalah ayah dari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, yang saat ini menjadi tersangka di KPK dalam kasus dugaan korupsi di Badan Pelayanan Pajak Daerah Sidoarjo, Jawa Timur.
Agoes menghubungi Ahmad Riyad. Ahmad pun mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) terkait perkara Fuad dan diketahui susunan majelis hakim hakim kasasi, yakni Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba. Ahmad menyetujui menghubungkan Fuad kepada Gazalba dengan menyediakan uang Rp 500 juta.
Ahmad bertemu Gazalba pada 30 Juli 2022 di Surabaya dengan menyampaikan permintaan dari Fuad, yakni putusan dinyatakan bebas. Selanjutnya, Gazalba meminta asistennya, Prasetio Nugroho, untuk membuat resume perkara Fuad dengan putusan ”Kabul Terdakwa” meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan Gazalba. Resume itu digunakan Gazalba sebagai dasar dalam membuat lembar pendapat hakim.
Pada 6 September 2022 permohonan kasasi Fuad dikabulkan. Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti. Pada bulan yang sama, Ahmad menyerahkan uang kepada Gazalba sebesar 18.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 200 juta yang merupakan bagian dari Rp 500 juta. Ahmad kembali meminta tambahan uang dari Fuad sebesar Rp 150 juta.
Total uang yang diterima Gazalba bersama Ahmad dari Fuad sebanyak Rp 650 juta. Gazalba menerima bagian sebesar Rp 200 juta, sedangkan sisanya sebanyak Rp 450 juta diterima Ahmad.
Pencucian uang
Selain gratifikasi dari Fuad, jaksa juga mendakwa Gazalba menerima uang Rp 37 miliar dari terpidana kasus pungutan liar pelabuhan, Jaffar Abdul Gaffar. Uang itu diterima Gazalba bersama dengan advokat Neshawaty Arsjad untuk menangani perkara peninjauan kembali Jaffar pada tahun 2020. Neshawaty memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.
Pada 28 Desember 2020, Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali Jaffar dan membebaskannya dari semua dakwaan. Jaffar pun bebas dari hukuman 12 tahun penjara yang sebelumnya dijatuhkan MA.
Jaksa juga mendakwa Gazalba menerima uang sebesar Rp 37 miliar dari terpidana kasus pungutan liar pelabuhan, Jaffar Abdul Gaffar.
Tak hanya itu, Gazalba juga menerima gratifikasi lain berupa uang 1,1 juta dollar Singapura, 181.100 dollar AS, dan Rp 9,4 miliar. Dengan tujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, Gazalba membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut.
Oleh karena itu, Gazalba juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang bersama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada 2020 sampai dengan 2022, di antaranya pembelian mobil Toyota New Alphard serta tanah/bangunan di Jagakarsa (Jakarta Selatan), Bogor (Jawa Barat), dan Bekasi (Jawa Barat).
Selain itu, juga untuk melunasi kredit pemilikan rumah di Jakarta Timur. Gazalba juga menukarkan mata uang asing menjadi mata uang rupiah dan membeli logam mulia.
”Patut menduga bahwa harta kekayaannya tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi sehingga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulnya, maka terdakwa (Gazalba) membelanjakan, membayarkan, atau menukarkan mata uang sebagai harta kekayaan tersebut atas nama pihak-pihak lain seolah-olah berasal dari hasil yang sah,” kata jaksa.
Sebelumnya, Gazalba dibebaskan pada 1 Agustus 2023 setelah Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, menyatakan Gazalba tidak bersalah dalam kasus penerimaan suap Rp 2,2 miliar untuk mengondisikan putusan kasasi pidana Ketua Pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi Suparman. Suap diduga diberikan melalui Theodorus Yosep Parera, pengacara dari Heryanto Tanaka, debitor KSP Intidana.
MA pun menolak kasasi yang diajukan jaksa KPK terhadap putusan bebas Gazalba. KPK kembali menahan Gazalba pada Kamis (30/11/2023) sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di MA.
Seusai mendengarkan dakwaan dari jaksa KPK, Gazalba mengaku kurang mengerti. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Gazalba menyerahkan proses selanjutnya ke penasihat hukumnya. Aldres siap mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Fahzal Hendri memberikan waktu kepada penasihat hukum Gazalba membacakan eksepsi pada Senin (13/5/2024).