Ada Aturan Baru, Produksi Tepung Terigu Bisa Kembali Lancar
Perbaikan kebijakan pengaturan impor barang memberi kemudahan bagi sektor tertentu, tetapi juga menyisakan celah.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor membuat produksi tepung terigu bisa kembali lancar. Dengan keluarnya revisi tersebut, impor premiks fortifikan yang menjadi salah satu bahan baku tambahan kembali ke proses semula yang tak perlu banyak syarat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan, keluarnya Permendag No 7/2024 ini mengembalikan proses impor menjadi mudah seperti semula. Awalnya, mereka bisa langsung mengimpor premiks fortifikan cukup dengan laporan surveyor (LS). Namun, dalam Permendag No 36/2023 sebelum direvisi, impor premiks fortifikan memerlukan LS dan dilengkapi dengan persetujuan impor (PI).
Ratna menjelaskan, premiks fortifikan adalah salah satu bahan baku yang diperlukan agar produksi tepung terigu bisa memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Salah satu syarat mutu tepung terigu adalah wajib fortifikasi, yaitu dengan menambahkan vitamin dan mineral. Sebelumnya, Permendag No 36/2023 menjadi impor premiks fortifikan menjadi lebih sulit. Padahal, produsen memerlukan premiks fortifikan agar produksi mereka memenuhi SNI.
Produksi tepung terigu pun sempat terancam anjlok. Pada April 2024 lalu, Aptindo mengaku sulitnya mendapatkan premiks fortifikan yang menyebabkan turunnya pasokan tepung terigu naisonal hingga 50 persen. Kelangkaan itu berpotensi menaikkan harga tepung terigu di pasar. Namun, kekhawatiran itu tidak sempat terjadi lantaran ada perubahan aturan dalam Permendag No 7/2024 yang dirilis pada 29 April dan mulai berlaku pada 6 Mei 2024.
”Kini, dengan keluarnya Permendag No 7/2024 yang menjadi revisi kedua dari Permendag No 36/2023, proses impor premiks fortifikan kembali seperti semula, yakni cukup dengan LS saja,” kata Ratna saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Masih ada celah
Reaksi berbeda dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wiraswasta. Menurut dia, Permendag No 7/2024 bagus untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dengan melindungi pasar lewat pengaturan impor barang. Salah satu impor barang yang diatur adalah tekstil dan produk tekstil.
Namun, imbuh Gita, masih ada celah dari Permendag No 7/2024, yakni importir bisa berkedok sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) saat hendak memasukkan barang ke dalam negeri. Sebab, dalam regulasi tersebut mempertegas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 141/2023 tentang Impor Barang Pekerja Migran Indonesia.
Importir bisa berkedok sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) saat hendak memasukkan barang ke dalam negeri.
Pasal 4 aturan tersebut menyatakan bahwa PMI memperoleh fasilitas bebas bea masuk dengan nilai pabean paling banyak 500 dollar AS. Ini bisa dilakukan paling banyak tiga kali dalam 1 tahun kalender.
Dengan uang 500 dollar AS, lanjut Gita, seseorang bisa membawa masuk 200 potong garmen ke Indonesia. Jumlah itu tidak wajar bagi seorang PMI yang membawa pulang pakaian beserta oleh-oleh. ”Bukankah tidak wajar ada pekerja migran membawa masuk 200 pakaian? Itu namanya importir berkedok atau berpura-pura seakan-akan jadi pekerja migran yang bawa masuk barang ke sini,” ujarnya.
Gita mengilustrasikan, apabila seorang pekerja migran membawa barang ke dalam negeri sebanyak tiga kali dalam setahun, total ada barang senilai 1.500 dollar AS yang setara dengan 600 pakaian. Dikhawatirkan modus tersebut berpotensi diterapkan oleh ratusan atau ribuan pekerja migran Indonesia. ”Ini celah yang dimanfaatkan importir,” ucapnya.
Gita menambahkan, sebetulnya pengaturan impor tekstil dan produk tekstil sudah bagus karena pasar di industri hilir, seperti garmen, sudah mulai tumbuh. Dampaknya, permintaan di industri hulu, seperti kain, benang, dan serat kain, juga ikut bertumbuh. Namun, bila ada celah seperti yang ia ilustrasikan tersebut, industri ini bisa limbung lagi. Sebab, pasar itu bertumbuh di hilir yang akan memberikan permintaan di hulu.
Selain kepastian dan kemudahan bahan baku, pelaku industri juga memerlukan keberpihakan dengan perlindungan pasar dari gempuran impor, baik yang legal maupun ilegal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, semangat awal Permendag No 36/2023 sebelum dua kali direvisi adalah untuk mengatur impor. Namun, isi aturan ini malah banyak mengatur impor bahan baku dan penolong. Padahal, industri manufaktur sangat memerlukan kemudahan dan kepastian akses bahan baku untuk menopang produksinya.
Selain kepastian dan kemudahan bahan baku, pelaku industri memerlukan keberpihakan dengan perlindungan pasar dari gempuran impor, baik yang legal maupun ilegal. ”Jadi, mestinya pemerintah punya pandangan untuk mengatur impor, tetapi tetap memastikan kelangsungan pasokan bahan baku,” kata Faisal.