Warga Berharap Aturan Barang Kiriman-Bawaan Jangan Lagi Bikin Bingung dan Waswas
Masyarakat berharap aturan soal barang kiriman dan bawaan WNI dari luar negeri jelas ketentuan dan implementasinya.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
Keputusan pemerintah tak lagi membatasi jenis, jumlah, dan kondisi barang kiriman pekerja migran Indonesia dan barang bawaan pribadi penumpang dari luar negeri disambut masyarakat dengan lega. Pemerintah diharapkan tak lagi trial and error, membuat aturan yang ”coba-coba” hingga mengundang viral dan protes publik, untuk kemudian dibatalkan.
Pelonggaran kembali jenis, jumlah, dan kondisi barang baru atau bekas kiriman dan bawaan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2024. Aturan yang ditandatangani per 29 April 2024 ini akan berlaku mulai 6 Mei 2024 atau tujuh hari setelah diundangkan.
Regulasi ini merupakan perubahan kedua atas Permendag No 36/2023 yang menuai banyak protes dari masyarakat. Masyarakat mempersoalkan pengenaan bea masuk dan pajak impor untuk barang kiriman pekerja migran, pembatasan barang muatan bawaan penumpang yang dibawa dari luar negeri, serta evaluasi atas pengaturan beberapa komoditas bahan baku industri.
Dalam aturan lama ini, komoditas bawaan penumpang yang dibatasi jumlahnya adalah alas kaki (maksimal dua pasang per penumpang), tas (maksimal dua buah per penumpang), barang tekstil (maksimal lima buah per penumpang), dan alat elektronik (maksimal lima unit dengan total 1.500 dollar AS).
Barang lain yang dibatasi adalah telepon seluler, headset, dan komputer tablet. Batasannya adalah maksimal dua unit per penumpang. Semua pembatasan ini berlaku untuk jangka waktu satu tahun.
Terkait impor barang bawaan pribadi penumpang, Permendag No 7/2024 tidak mengatur batasan jenis, jumlah, dan kondisi barang, kecuali untuk barang yang dilarang dan barang berbahaya. Ketentuan yang berlaku adalah penerapan bea masuk dan pajak impor dengan nilai tertentu.
Rujukannya adalah PMK No 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Pasal 12 menyebutkan, barang pribadi penumpang yang diperoleh dari luar negeri dengan nilai paling banyak 500 dollar AS per orang untuk setiap kedatangan diberikan pembebasan bea masuk. Kelebihan dari batas itu akan dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Ketentuannya, pembebasan bea masuk berlaku bagi barang kiriman pekerja migran Indonesia dengan nilai maksimal 1.500 dollar AS untuk tiga kali pengiriman dalam satu tahun, atau 500 dollar AS untuk satu kali pengiriman.
Terkait barang impor kiriman pekerja migran Indonesia, aturannya merujuk pada PMK No 141/2023 tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia. Ketentuannya, pembebasan bea masuk berlaku bagi barang kiriman pekerja migran Indonesia dengan nilai maksimal 1.500 dollar AS untuk tiga kali pengiriman dalam satu tahun, atau 500 dollar AS untuk satu kali pengiriman.
Adapun ketentuan impor barang bawaan penumpang pekerja migran Indonesia dilaksanakan sesuai PMK No 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Friska, warga asal Jakarta, menuturkan, dihapuskannya aturan pembatasan jenis dan jumlah bawaan pribadi penumpang itu cukup melegakan. Saat regulasi pembatasan diberlakukan, ia nyaris ketakutan membeli barang dari luar negeri untuk keperluan pribadi.
”Sudah lebih tenang dan lega sekarang. Ritme sudah kembali ke awal. Ke depannya, peraturan diharapkan jangan simpang siur dan memberatkan rakyat,” ujar Friska, yang juga pelaku usaha jasa titipan (jastip), saat dihubungi, Jumat (3/5/2024).
Friska yang hendak berangkat ke Singapura akhir pekan ini mengaku tidak lagi khawatir membeli barang-barang belanjaan. Ia pun sudah mempersiapkan cara agar barang-barang bawaan dalam jumlah besar lebih aman dan sesuai ketentuan. Ini, antara lain, memisahkan dan membagi barang belanjaan ke dalam kargo dan bawaan pribadi.
Ia berharap ada prosedur standar operasi (SOP) yang jelas terkait regulasi baru tersebut supaya pemangku kepentingan di lapangan memahami hal-hal yang boleh dan tidak dibolehkan.
Laurentia Pranoto, warga Indonesia yang sedang mengunjungi beberapa negara di Eropa hendak kembali ke Jakarta, pekan depan. Ia berharap ada prosedur standar operasi (SOP) yang jelas terkait regulasi baru tersebut supaya pemangku kepentingan di lapangan memahami hal-hal yang boleh dan tidak dibolehkan.
Selain itu, ketentuan terkait bea cukai juga perlu disosialisasikan, terutama bagi warga yang sedang ke luar negeri agar memahami ketentuan tersebut sejak awal. ”Aturan harus lebih jelas, dan bukan melakukan random cek kepada penumpang,” katanya.
Setiap kementerian punya aturan tersendiri yang kemudian membuat aturan ini rumit dan dikomplain oleh masyarakat.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berpendapat, Permendag No 7/2024 yang menggantikan Permendag No 36/2023 sudah tepat. Selain karena desakan masyarakat, aturan itu tumpang-tindih dengan PMK No 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
”Jadi, setiap kementerian punya aturan tersendiri yang kemudian membuat aturan ini rumit dan dikomplain oleh masyarakat,” katanya.