Jalan-jalan ke Lokasi ”Shooting”, Siapa Tahu Ketemu Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in
Jalan-jalan ke bekas lokasi ”shooting” film semakin digemari. Bisa merasakan suasana sekaligus berkhayal bertemu idola.
Mulai dari Seoul, Daegu, sampai ke Berlin, Potsdam, dan Frankfurt, warganet penonton drama Korea, Queen of Tears, ramai berbagi kisah dan pengalamannya menelusuri perjalanan kisah cinta Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in. Drama romansa itu baru saja tamat di Netflix dengan 16 episode, Minggu (28/4/2024).
Tokoh utama Baek Hyun-woo diperankan aktor Kim Soo-hyun, sedangkan Hong Hae-in diperankan aktris Kim Ji-won. Kisah drama cinta keduanya berakhir ”bahagia campur sedih”.
Dalam penelusuran perjalanan drama cinta Baek dan Hong tersebut, para penggemar drama Korea (drakor) mengeksplorasi setiap titik lokasi shooting, lalu mengunggahnya ke media sosial Instagram dan Tiktok. ”Siapa tahu bisa ketemu Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in,” tulis seorang warganet yang mendatangi Katedral Berlin, salah satu lokasi pengambilan gambar Queen of Tears di Jerman.
”Mencari gembok cinta Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in, masih ada enggak, ya?” tulis warganet lain ketika menyusuri satu per satu gembok cinta di jembatan gembok cinta Eiserner Steg, yang merentang di atas Sungai Maine, Frankfurt.
Baca juga: Drama Korea yang Memikat
”Duduk di tangga tempat Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in bawa anaknya jalan-jalan,” tulis salah satu warganet sambil memamerkan rekaman video dirinya sedang duduk di tangga halaman Istana Sanssouci, Potsdam. Jerman.
Istana musim panas Raja Frederick II itu menjadi situs Warisan Dunia UNESCO. Tempat ini juga menjadi lokasi shooting episode terakhir Queen of Tears. Bersama Katedral Berlin dan jembatan gembok cinta Eiserner Steg, istana tersebut menjadi tempat wisata baru yang diincar para pencinta drakor.
Bukan hanya di Jerman, lokasi-lokasi shooting yang berada di Korsel juga didatangi, seperti Stasiun Guryangri, Taman Mungyeong EcoWorld, Mal The Hyundai Seoul, dan Aqua Planet Ilsan.
Baca juga: Pandemi ”Hallyu” Budaya Korea
Sejak tayang pada 9 Maret 2024, Queen of Tears berhasil mencatat rating pemirsa tertinggi dalam sejarah drama di Total Variety Network (tvN), saluran hiburan di Korea Selatan. Alur cerita yang dibuat penulis skenario Park Ji-eun ini juga mampu membuat para penontonnya selalu berderai air mata dan emosi mereka naik turun bagaikan naik roller coaster di setiap episodenya.
Saking populernya drakor tersebut, lokasi shooting-nya segera menjadi tempat-tempat wisata baru. Wisatawan dari luar negeri juga semakin banyak datang. Dampak positif seperti ini membuat banyak pemerintah daerah di Korsel menawarkan diri menjadi lokasi pengambilan gambar drakor-drakor yang diprediksi akan sukses.
Shooting drakor Queen of Tears dilakukan di kota Seoul dan Daegu di Korsel hingga Berlin, Postdam, dan Frankfurt di Jerman. Wilayah Daegu dan Gyeongsang Utara paling diuntungkan karena menjadi lokasi shooting utama. Kota Mungyeong, Gyeongsang Utara, diceritakan sebagai kampung halaman tokoh utama, Baek Hyun-woo.
Banyak pemerintah daerah di Korsel menawarkan diri menjadi lokasi pengambilan gambar drakor-drakor yang diprediksi akan sukses.
Pada April 2023, Pemerintah Kota Mungyeong menandatangani perjanjian bisnis dengan perusahaan produksi drama, Studio Dragon. Mereka mendukung perusahaan itu dengan biaya produksi 500 juta won atau sekitar Rp 5,9 miliar agar mereka mau shooting di daerah mereka.
Baca juga: Korea Selatan Ikut Mengubah Representasi Asia di Hollywood
Kini, Pemkot Mungyeong berharap modalnya bisa kembali dengan membanjirnya wisatawan dalam dan luar negeri yang hendak menapak tilas perjalanan Hong Hae-in dan Baek Hyun-woo.
Tapak tilas
Pengalaman lokasi shooting menjadi tempat wisata baru ini bukan hanya terjadi pada drakor Queen of Tears. Fenomena ini selalu terjadi pada film-film yang terbilang sukses.
Lokasi pengambilan gambar drakor Winter Sonata di Nami Island sampai sekarang masih jadi tujuan wisata ramai pengunjung. Padahal, drakor itu tayang pada 2001. Ada juga lokasi shooting favorit berbagai drakor di Korsel, Pulau Jeju, antara lain, yaitu Jewel in the Palace (2003) dan Crash Landing on You (2019).
Bukan hanya drakor yang berdampak positif bagi pariwisata daerah-daerah lokasi shooting. Film-film Barat pun sama. Contohnya seperti film-film Harry Potter (Inggris), The Da Vinci Code (Perancis dan Inggris), dan The Lord of the Rings (Selandia Baru). Di Indonesia, film Eat, Pray, and Love (Bali), Laskar Pelangi (Belitung Timur), dan Ada Apa dengan Cinta juga melambungkan daerah dan titik-titik yang menjadi lokasi pengambilan gambar film-film tersebut.
Baca juga: Dari Film, Kami Berkeliling Dunia...
Platform 9 ¾ di Stasiun King’s Cross di London, Inggris, yang jadi lokasi shooting serial film Harry Potter, sampai sekarang dibanjiri wisatawan. Meski platform itu fiksi, orang tetap saja penasaran dan mencari lokasinya. Begitu ketemu, harus sedikit sabar kalau mau berfoto dengan setting”pura-pura lari sambil bawa koper-koper menabrak tembok” karena antrean tak pernah sepi.
Begitu pula dengan lokasi pengambilan gambar The Da Vinci Code di Museum Louvre, Paris, Perancis. Pengunjung museum bisa menelusuri tempat-tempat Profesor Robert Langdon (diperankan Tom Hanks) dan Sophie Neveu beraksi sambil mendengarkan penjelasan pemandu dari alat dengar headset.
Atau, kalau mau lebih seru, bisa juga ikut tur wisata The Da Vinci Code Trail. Selama 2,5 jam, wisatawan diajak berjalan kaki menelusuri jalur Rose Line yang diikuti Langdon dan Sophie di London. Namun, harga turnya relatif mahal, berkisar Rp 2 juta. Ini harga sebelum pandemi Covid-19.
Baca juga: ”Set-Jetting”, Lokasi ”Shooting” Film dengan Sejuta Potensi
Meski mahal, tetap saja sampai sekarang tur itu menarik banyak wisatawan dari berbagai negara yang berharap juga bisa menemukan petunjuk yang mengarahkan ke Cawan Suci (Holly Grail).
Dibuat replika
Di Belitung Timur juga ada paket wisata ”Laskar Pelangi”. Paket wisatanya lebih bebas menelusuri tempat-tempatnya sendiri. Wisatawan bisa datang ke lokasi shooting SD Muhammadiyah Gantong di Desa Lenggang. Meski replika, kondisinya dibuat semirip mungkin dengan SD aslinya yang diceritakan penulis novel Andrea Hirata di dalam bukunya.
Perjalanan bisa dilanjutkan ke Museum Kata Andrea Hirata dan ke Pantai Tanjung Tinggi untuk berleha-leha sambil menikmati matahari terbenam dan es kelapa.
Di kompleks kekaisaran China, Kota Terlarang atau Forbidden City, di Beijing, China, tidak spesifik ada tur khusus film The Last Emperor (1987). Film ini mengisahkan hidup Kaisar Puyi, kaisar terakhir China dari Dinasti Qing.
Film yang disutradari Bernardo Bertolucci itu berdasarkan otobiografi Puyi, From Emperor to Citizen (1964-1965). Ini film fitur pertama yang diizinkan untuk di-shooting di dalam Kota Terlarang. Film ini kemudian meraih sembilan Academy Awards, termasuk untuk kategori film terbaik.
Baca juga: 20 Tahun ”The Lord of The Rings”, Selandia Baru Berharap Parisiwisata Bangkit
Meski tak ada tur khusus, para pemandu wisata selalu menyelipkan informasi bahwa tempat ini dan itu menjadi tempat shooting film tersebut. ”Desember 1908, Puyi dinobatkan jadi Kaisar Dinasti Qing pada usia dua tahun setelah kematian Kaisar Guangxu. Di sini juga jadi lokasi shooting,” kata si pemandu wisata sambil menunjuk ke arah singgasana kaisar yang berjarak sekitar 4 meter.
Meski tak boleh mendekat, suasana yang tergambar di dalam film sudah terasa. Lebih mudah membayangkan Puyi sedang beraktivitas di dalam kompleks Kota Terlarang, seperti dalam adegan-adegan filmnya, ketika berada di lokasinya secara langsung.
Pariwisata film
Perasaan ”seakan berada di dalam film” ini yang kemudian berhasil ”menjual” lokasi-lokasi shooting. Film dan serial televisi membuat kita ingin bepergian ke tempat-tempat pembuatan filmnya.
Tren itu dikenal dengan sebutan set-jetting atau terbang untuk melihat lokasi pengambilan gambar film favorit. Ini menjadi perjalanan yang dimulai dengan emosi yang dipicu oleh layar dan berakhir dengan pengalaman kehidupan nyata.
Sangkyun Kim dari Edith Cowan University dan Stijn Reijnders dari Erasmus University Rotterdam dalam buku Film Tourism in Asia: Evolution, Transformation and Trajectory (2018) menyebutkan, popularitas wisata film meningkat dramatis selama 10 tahun terakhir.
Namun, itu bukan fenomena baru. Industri film dan televisi, dengan sistem integral antara ketenaran dan fandom, telah memengaruhi mobilitas dan pariwisata sejak awal munculnya sinema. Kebangkitan industri film dan bintang-bintangnya pada 1920-an menyebabkan ketertarikan serupa terhadap lokasi film dan rumah-rumah para bintang film di Hollywood, AS.
Baca juga: Menyusuri Jejak ”Minke” di Gamplong, Jogja
Sebelum era sinema meledak, wisatawan juga sudah mengunjungi lokasi yang mereka kaitkan dengan novel dan penulis populer, setidaknya sejak akhir abad ke-19.
Wisata sastra ini yang kerap dianggap sebagai cikal bakal wisata film. Setidaknya ini dibuktikan dengan sebagian besar naskah televisi dan film terinspirasi atau langsung didasarkan pada sastra klasik sejak akhir abad ke-20. Beberapa contohnya termasuk The Lord of the Rings, Harry Potter, dan Jane Eyre.
Guru Besar Ilmu Sosial dan Komunikasi di European University of Madrid, Spanyol, Francisco José Pradana, kepada harian El Pais, 26 Januari 2023, juga mengatakan bahwa film populer efektif menjadi kampanye promosi pariwisata lokasi shooting dan mendongkrak wisata film. Sebagai gambaran, penelitian Organisasi Pariwisata Dunia dan Netflix menemukan, gara-gara film Crocodile Dundee, permintaan visa turis ke Australia meroket sampai 40 persen dari tahun 1984 hingga 1992.
Baca juga: Menjajakan Indonesia lewat Film
Pantai Maya Bay di Pulau Phi Phi Leh di Thailand kebanjiran wisatawan yang datang setelah menonton film The Beach. Hampir 5.000 orang datang setiap harinya.
Di satu sisi menggembirakan, tetapi di sisi lain menyedihkan mengingat pantai itu kemudian rusak karena terlalu banyak pengunjung. Pantai itu kemudian harus ditutup sementara waktu untuk memulihkan pantai berpasir putih dan terumbu karangnya.
Trilogi The Lord of the Rings juga meningkatkan jumlah pengunjung tahunan ke Selandia Baru hingga 40 persen pada 2000-2006. Adapun kisah Harry Potter mendongkrak wisatawan ke Inggris hingga 230 persen (2011-2013).
Untuk menarik produksi film dan TV, lokasi shooting harus memiliki latar yang menarik. Setelah itu, kampanye media sosial harus dikebut. Wawancara dengan para aktor, sutradara, dan penulis skenario dibuat untuk membicarakan pengalaman mereka di destinasi tersebut. Strategi promosi ini digunakan dalam film Games of Thrones di Irlandia hingga dibuka Games of Thrones Studio Tour di Banbridge.
Baca juga: Film Jadi Media Promosi Destinasi Wisata
Strategi promosi serupa juga akan dilakukan Pemerintah Uni Emirat Arab yang selama ini menjadi tuan rumah film-film terkenal, seperti Mission Impossible-Ghost Protocol, Syriana, Star Wars: The Force Awakens, dan yang terbaru, Dune: Part Two.
Semua ingin mendapat potongan kue pariwisata para set-jetting ini. Gabungan antara perjalanan dan kecintaan pada film menjadi resep mujarab untuk mengembangkan pariwisata.
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari perasaan seolah-olah sedang mengikuti jejak karakter di film yang kita tonton. Apalagi, ditambah bisa menikmati kerennya lokasi pengambilan gambar yang tidak akan pernah diketahui jika tidak menonton film atau serial televisinya.
Ada lokasi-lokasi shooting yang sebenarnya fiktif atau sudah dibongkar. Ada juga yang terpaksa ditutup sementara karena rusak gara-gara kebanjiran wisatawan. Banyak pula yang membatasi kunjungan dengan sistem kuota.
Namun, lokasi shooting tetap saja memiliki daya tarik tersendiri dan mendatangkan gelombang wisatawan yang penasaran.