Saat itu, masifnya gugatan kaum muda untuk menghentikan peran AS di Perang Vietnam mampu mengubah peta politik AS. Seperti sekarang, gelombang protes antiperang diwarnai kekerasan aparat dan terjadi pada masa-masa menjelang pemilihan presiden.
Popularitas Presiden Lyndon B Johnson (LBJ) kala itu pun turun drastis menyusul gelombang protes anti-Perang Vietnam. Kandidat dari Partai Demokrat tersebut terdesak dan akhirnya mundur dari pencalonan kembali sebagai presiden.
Pada pemilu selanjutnya, Partai Demokrat yang sebelumnya berturut-turut menang Pemilu AS pun digeser Partai Republik. Pemilu dimenangi Richard Nixon dari Republikan.
”Bom Israel, NYU yang membayar, berapa banyak anak yang telah kamu bunuh hari ini?” demikian yel-yel demonstrasi mahasiswa yang terdengar di Universitas New York ahir April 2024, seperti terekam dałam laporan media The Guardian.
Yel-yel ini begitu mirip dengan seruan para pengunjuk rasa anti-Perang Vietnam pada 1968. ”Hei, hei, LBJ, berapa banyak anak yang kamu bunuh hari ini?”
Seruan itu terdengar dari kampus-kampus hingga di ruang-ruang di Gedung Putih saat itu, seperti dilaporkan majalah Time. Seperti saat ini, unjuk rasa anti-Perang Vietnam ditanggapi dengan kekerasan pengelola kampus dan kebrutalan aparat.
Pada 4 Mei 1970, sekitar dua tahun sejak gelombang anti-Perang Vietnam berkecamuk, tindakan aparat menewaskan setidaknya empat mahasiswa Universitas Negeri Kent, Ohio, dan melukai beberapa lainnya. Setiap 4 Mei, peristiwa berdarah itu diperingati di sana.
”Saya bertanya-tanya, apakah pengurus perguruan tinggi sekarang tidak mengambil pelajaran dari tahun 1970-an,” kata Dean Kahler, salah satu korban penembakan aparat saat unjuk rasa anti-Perang Vietnam di Universitas Negeri Kent. Ia lumpuh akibat penembakan itu.
Meski tidak sebesar tahun 1970-an, gerakan anti-Perang Gaza sekarang dinilai sangat mirip dengan gerakan awal anti-Perang Vietnam yang dimulai sekitar 1968. ”Saya pikir keduanya memiliki skala dan dampak yang sama,” kata sejarawan dari Universitas Temple, Ralph Young.
Sama seperti tahun 1960-an dan 1970-an, kata Young, tindakan keras sekarang membuat banyak orang makin marah. Hal ini hanya akan memperbesar protes dan menyebarkannya lebih jauh ke kampus-kampus lain.
Saya bertanya-tanya, apakah pengurus perguruan tinggi sekarang tidak mengambil pelajaran dari tahun 1970-an.
Sekitar dua pekan terakhir, lebih dari 2.400 orang di puluhan perguruan tinggi dan universitas AS ditangkap saat polisi membubarkan demonstrasi menentang perang Israel-Hamas. Protes mahasiswa belum menunjukkan tanda-tanda akan padam.
Presiden AS Joe Biden menanggapi gelombang demo dengan kurang simpatik. ”Kita adalah masyarakat sipil, dan ketertiban harus ditegakkan,” katanya di Gedung Putih dalam pidato pertama tentang gelombang kerusuhan mahasiswa, Jumat (3/5/2024).
Senator Bernie Sanders menilai, Biden menempatkan diri pada posisi yang lemah secara politik dan moral karena dukungannya terhadap Israel. ”Ini mungkin Vietnam-nya Biden,” katanya saat wawancara dengan CNN pada Kamis (2/5/2024).
Ia mengacu pada Presiden LBJ. ”Saya sangat khawatir Presiden Biden menempatkan dirinya pada posisi di mana dia telah mengasingkan diri, dari kaum muda dan juga sebagian besar pendukung Partai Demokrat dalam hal pandangannya terhadap Israel dan perang ini,” kata Sanders.
Perpecahan politik
Perpecahaan politik soal perang Israel-Hamas mulai terlihat. Meski mayoritas masih mendukung, persetujuan Partai Republik terhadap perang di Gaza turun.
Dari 71 persen anggota Partai Republik yang mendukung Perang Gaza pada November 2023, jumlahnya turun menjadi 64 persen pada Maret 2024. Dukungan dari Partai Demokrat anjlok hingga 18 persen pada Maret dengan 75 persen ketidaksetujuan.
Kolumnis The New York Times, Charles M Blow, berpendapat bahwa suasana saat ini mengingatkan kesenjangan generasi pada isu dukungan AS terhadap Israel yang mirip dengan tahun 1968.
Saat itu, protes mahasiswa terhadap Perang Vietnam meluas ke ranah politik nasional. Puncaknya ialah terjadi bentrokan kekerasan antara Garda Nasional dan pengunjuk rasa saat konvensi nasional Partai Demokrat di Chicago.
Dosen Sejarah di Universitas South Carolina, Kent Germany, mencatat, pada 1968, di bawah Presiden LBJ, peringkat dukungan publik turun dari 70 persen pada pertengahan 1965 menjadi di bawah 40 persen pada 1967.
Demo antiperang berkecamuk di mana-mana. Seiring dengan itu, dukungan Kongres AS juga turun. Akibatnya, Presiden LBJ sulit menjalankan kebijakan lantaran tingginya resistensi di kongres tersebut.
Pada pemilu selanjutnya, Partai Demokrat, partai LBJ, tak bisa menang. Padahal, sebelumnya, Partai Demokrat menang berturut-turut. Mungkinkah sejarah terulang? (AP/REUTERS/AFP)