Pemerataan Air Bersih di Jakarta Jadi Tantangan Menuju Kota Global
Pemprov DKI terus berupaya memperluas cakupan layanan air bersih hingga ke utara.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerataan dan persoalan cakupan air bersih di Jakarta menjadi tantangan serius untuk menjadi kota global. Sebab, belum semua warga Jakarta bisa mengakses kebutuhan dasar tersebut, terlebih di wilayah utara. Pihak Perumda PAM Jaya pun membidik target 77.000 sambungan pipa baru pada 2024 di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar, Judistira Hermawan, menyebut bahwa kebutuhan air bersih menjadi tantangan Jakarta sebagai kota global seusai melepas status ibu kota. Hingga pengujung 2023, air bersih di Jakarta baru menjangkau 67 persen warga.
”Ketersediaan air bersih secara merata perlu dipikirkan dengan betul. Apalagi, ini untuk kepentingan Jakarta 3,5 tahun bahkan 10 tahun ke depan dengan status Daerah Khusus Jakarta yang sebagai satu kawasan kota global,” katanya, Sabtu (4/5/2024).
Judistira menambahkan, persoalan tersebut menjadi tantangan serius bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Sebab, kondisi kekurangan air bersih ini diperparah dengan perbedaan kualitas air antarwilayah. Misalnya, ada perbedaan kualitas air di Jakarta Selatan dengan Jakarta Utara.
”Kita tahu, wilayah Jakarta Utara itu kualitas air atau rasa airnya beda dengan kualitas air di Jakarta Barat, apalagi di Jakarta Selatan. Di Jakarta Utara ini airnya agak asin,” tutur Judistira.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta dinilai perlu segera merancang program-program di bidang penyediaan air yang dapat berdampak luas dan berkeadilan untuk semua warga Jakarta.
”Kita ingin di tahun 2025 ada peningkatan kualitas yang lebih baik dalam hal pengelolaan dan pembangunan di Jakarta. Khususnya pemerataan cakupan air bersih,” ujar Judistira.
DPRD DKI juga mendesak Pemprov DKI untuk menyediakan sanitasi yang layak, antara lain, guna membantu mengatasi stunting atau tengkes khususnya serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat umumnya.
Baca juga: Jakarta Berpotensi Kehilangan Rp 202 Miliar Per Bulan akibat Kebocoran Air
Sebab, sanitasi dinilai bukan hanya melalui perbaikan asupan gizi, melainkan juga perbaikan lingkungan tempat tinggal, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi yang baik. Penanganan harus dilakukan dengan memasukkan intervensi spesifik dan intervensi sensitif dengan mengerahkan sumber daya dan program yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, Pemprov DKI dan PAM Jaya harus memastikan juga layanan terbaik bagi warga terkait ketersediaan air bersih. Selain itu, harus memastikan kualitas air jernih dan tidak berbau, kuantitas pasokan air terjamin setiap hari, kontinuitas produksi air selalu cukup, serta jaringan perpipaan tidak bocor.
Pemprov DKI juga dinilai perlu melakukan optimalisasi penyediaan layanan sanitasi berkelanjutan dengan menyediakan sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD). Dengan demikian, hal itu dapat meningkatkan capaian akses pelayanan air limbah, memperbaiki kualitas lingkungan, mencegah penyakit yang disebabkan oleh kualitas air tanah, serta menyediakan sumber alternatif air baku dan air bersih.
”Masalah sanitasi di Jakarta harus menjadi perhatian serius agar masyarakat di seluruh pelosok Jakarta memiliki lingkungan bersanitasi baik. Pemprov DKI memang harus mendirikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal pada tingkat RT/RW/kelurahan/kecamatan sehingga pengelolaan air limbah dapat selesai di tiap tingkat secara berjenjang,” lanjutnya.
Untuk pelayanan air bersih dan sanitasi, lanjut Nirwono, Pemprov DKI harus segera mengintegrasikannya. Sebab, sejauh ini, pelayanan air bersih masih menyisakan beberapa persoalan.
Pemprov DKI Jakarta perlu segera merancang program-program di bidang penyediaan air yang dapat berdampak luas dan berkeadilan untuk seluruh warga Jakarta.
”Contohnya, belum mampu melayani kawasan-kawasan yang sangat membutuhkan, seperti di permukiman Jakarta Utara. Begitu pula sanitasi, belum sepenuhnya berhasil. Masih ada warga yang buang air besar di tepi sungai,” ujarnya.
Nirwono juga menilai Pemprov DKI perlu segera menyusun visi agar warga Jakarta nantinya bisa langsung minum dari keran, seperti di Singapura dan kota-kota besar di negara maju lainnya. Selain itu, jaringan perpipaan air limbah harus dipisahkan dengan saluran air kota atau drainase.
Meningkatkan pasokan air bersih
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Hendri menyebut, saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah meningkatkan pasokan air bersih melalui instalasi pengolahan air (IPA) permanen atau stasioner dan pembangunan waduk serta embung.
”Dinas SDA DKI mendukung program peningkatan akses layanan air bersih kepada masyarakat melalui pembangunan instalasi pengolahan air bersih Dinas SDA, yaitu penyediaan IPA Mobile,” katanya.
Selain itu, Dinas SDA DKI Jakarta juga menyediakan mobil tangki air untuk membantu daerah yang mengalami krisis air. Lalu, membuat waduk atau embung konservasi air tanah dan kebijakan terkait pengelolaan air bersih.
Baca juga: Jakarta Kota Global, Antara Kepastian Mesin Ekonomi dan Isu Aglomerasi
”Kami juga mendukung program layanan perpipaan air bersih Perumda PAM Jaya untuk mencapai layanan perpipaan 100 persen pada tahun 2030,” ujar Hendri.
Adapun pihak Perumda PAM Jaya membidik target 77.000 sambungan pipa baru pada 2024 di seluruh wilayah DKI Jakarta. Target sebanyak ini belum pernah ada di PDAM mana pun sehingga pihaknya harus bekerja luar biasa.
”Target kami tahun ini 77.000 sambungan pipa baru. Ini angka yang belum pernah dialami oleh suatu kota untuk menyambung air,” kata Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin.
Arief menuturkan bahwa layanan PAM Jaya saat ini sudah mencapai 9.000 menuju 13.000 sambungan baru. Selain itu, dia berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengambil alih sumber air yang bisa didapatkan untuk mendukung target ini.
PAM Jaya juga telah menuntaskan pembangunan empat reservoir komunal atau tempat penampungan air bersih skala besar untuk memenuhi kebutuhan pasokan air bagi masyarakat di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Keberadaan reservoir komunal ini akan dirasakan 42.000 warga dari 7.560 sambungan pipa.
Baca juga: Krisis Berlanjut, Air Bersih di Bekasi Masih Berbau
Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan, program penyediaan air bersih hingga pengurangan kemacetan menjadi program prioritas seusai ibu kota Indonesia berpindah dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
”Setelah ibu kKota pindah, program prioritas Jakarta yang pertama salah satunya ialah menambah kemampuan pemda DKI dalam rangka memberikan pelayanan air bersih,” kata Heru.
Terkait program pelayanan air bersih di DKI Jakarta, kata Heru, PAM Jaya bersama pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR tengah memperbaiki dan membenahi hal-hal terkait persiapan air bersih.
”PAM Jaya sekarang sedang memperbaiki dan membenahi bersama pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR, termasuk Bendungan Karian hingga Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Jatiluhur,” ujarnya.
Heru menyebut, saat ini 69 persen warga Ibu Kota sudah dapat menikmati layanan air bersih perpipaan dari PAM Jaya per April 2024. Namun, masih ada revitalisasi perbaikan pipa sekunder dan pipa primer.
Target kami tahun ini 77.000 sambungan pipa baru. Ini angka yang belum pernah dialami oleh suatu kota untuk menyambung air.
Menurut Heru, persoalan air bersih paling banyak terjadi di daerah utara Jakarta. Pihaknya pun terus berupaya memperluas cakupan layanan air bersih perpipaan hingga ke utara.