Naiknya Harga Pangan Bikin Inflasi Balikpapan Lebih Tinggi dari Nasional
Inflasi pada Mei 2024 di Kota Balikpapan masih disumbang bahan pangan. Hal serupa perlu diantisipasi pada Mei 2024.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Inflasi Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, pada April 2024 berada di level 3,06 persen secara tahunan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 3 persen secara tahunan. Inflasi pada bulan Mei 2024 perlu diwaspadai akibat penurunan produksi perikanan tangkap.
Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi Balikpapan yang berada di level 3,06 persen secara tahunan itu lebih tinggi daripada bulan sebelumnya, yakni 2,95 persen secara tahunan.
”Memang bulan April lebih tinggi sedikit daripada inflasi nasional, tetapi lebih rendah daripada inflasi gabungan empat kota di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,21 persen secara tahunan,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Robi Ariadi dalam keterangan tertulis, Minggu (5/5/2024).
Kelompok pendorong inflasi pada April 2024 di Kota Balikpapan ialah transportasi, makanan, minuman, dan tembakau. Robi mengatakan, tekanan dari kelompok transportasi terjadi seiring dengan tingginya penggunaan transportasi udara pada periode hari raya Idul Fitri.
Adapun komoditas penyumbang inflasi tertinggi Balikpapan dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Beberapa di antaranya ialah tomat, jagung manis, bawang merah, semangka, dan bawang putih.
Kenaikan harga tomat terjadi karena adanya gagal panen di beberapa daerah pemasok di Jawa dan Sulawesi akibat cuaca yang tidak menentu. Adapun harga bawang merah dan bawang putih naik karena faktor cuaca yang mengakibatkan komoditas tersebut cepat rusak, termasuk saat pengiriman. Hal serupa memengaruhi komoditas pangan lain.
Inflasi tersebut tertahan oleh beberapa komoditas yang mengalami deflasi. Beberapa di antaranya ikan layang, kangkung, cabai rawit, bayam, dan kacang panjang. Deflasi ikan layang disebabkan hasil tangkapan yang meningkat.
Adapun penurunan harga kangkung, cabai rawit, bayam, dan kacang panjang sejalan dengan hasil panen yang meningkat. Itu terjadi di sejumlah pemasok lokal dan luar daerah Balikpapan.
Robi mengatakan, inflasi Balikpapan pada Mei ini berpotensi melandai. Itu seiring dengan permintaan masyarakat yang kembali normal setelah Idul Fitri. Namun, ia mengatakan, perlu diwaspadai peningkatan beberapa harga komoditas akibat banyaknya tanggal merah dan cuti bersama pada bulan Mei 2024.
Kondisi itu diprediksi menurunkan produksi beberapa komoditas pangan, khususnya produk perikanan tangkap. Selain itu, inflasi berpotensi terjadi karena realisasi penyerapan dana belanja tak terduga yang masih rendah dalam upaya pengendalian inflasi.
Robi mengatakan, Bank Indonesia dan pemerintah daerah tergabung dalam tim pengendalian inflasi daerah. Sejumlah hal akan dilakukan untuk menjaga tingkat inflasi pada rentang target inflasi nasional tahun 2024, yakni 2,5 persen plus minus 1 persen atau 1,5 persen sampai 3,5 persen.
”Kami mendorong pembentukan toko penyeimbang sebagaimana imbauan Pemprov Kaltim, mendorong pelaksanaan gelar pangan murah dan operasi pasar secara intensif,” kata Robi.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kaltim Heni Purwaningsih mengatakan, tingkat inflasi di Kaltim secara umum dari sisi bahan pangan pokok masih tinggi. Itu disebabkan Kaltim masih tergantung pada pasokan dari daerah lain.
Misalnya, untuk pasokan beras, Kaltim masih mendatangkan lebih dari 50 persen kebutuhan dari Sulawesi dan Jawa Timur. Oleh karena pemerintah tak bisa mengintervensi pasar, kata Heni, pihaknya akan membentuk toko penyeimbang inflasi atau kios siap jaga harga dan pasokan (Sigap).
Toko tersebut tersebar di Kota Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Berau. Tiga daerah itu dipilih sesuai dengan pengukuran indeks harga konsumen yang menentukan tingkat inflasi Kaltim.
”Peran toko penyeimbang ini skenarionya adalah menjadi alternatif pilihan masyarakat untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” kata Heni.
Fatmawati (50), salah satu pedagang di Pasar Rapak, Balikpapan, berharap pemerintah bisa mengendalikan harga bahan pangan dari tingkat petani hingga distributor. Sebab, sebagai pedagang, ia kerap kesulitan mengelola keuangan ketika berbelanja barang dagangan saat harga tinggi.
Harga bawang merah di Balikpapan pada Maret, katanya, ada di angka Rp 40.000-an per kilogram. Itu naik drastis saat memasuki bulan puasa yang naik menjadi Rp 65.000-an per kilogram.
”Sekarang sudah turun sedikit, tapi masih belum normal. Sekarang Rp 50.000-an per kilogram. Harga naik-turun, keuntungan pedagang sama saja,” katanya saat dihubungi.