Gunung Ruang Erupsi, Pemohon Sengketa Pemilu Legislatif Gagal ke Jakarta
Tak ada pesawat ke Jakarta, caleg Partai Nasdem mengikuti persidangan dari pinggir jalan Bolaang Mongondow-Gorontalo.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang sengketa hasil Pemilu Legislatif 2024, khususnya di panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, diwarnai dengan sidang secara daring. Calon anggota legislatif dari Partai Nasdem, Alfian Bara, terpaksa mengikuti sidang perselisihan hasil pemilihan umum dari salah satu bangunan di pinggir jalan raya karena gagal ke Jakarta.
Hal ini disebabkan tidak ada penerbangan dari Manado ke Jakarta karena Bandara Sam Ratulangi ditutup sebagai akibat dari meletusnya Gunung Ruang. Alfian pun mengikuti sidang dari sebuah tempat yang tak mampu menahan suara klakson masuk ke ruang sidang saat dirinya sedang berada dalam perjalanan antara Gorontalo-Bolang Mongondow.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Jadi begini, untuk semuanya (biar) tahu saja. Meskipun dilakukan secara daring, tapi harus menggunakan tempat yang layak, tidak boleh mobile (bergerak). Karena apa? Daring pun merupakan satu kesatuan tempat persidangan, karena teknologi. Jadi, (gunakan) tempat yang layak. Misalnya, mengajukan daring dari pasar, itu, kan, enggak layak,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat memimpin sidang, Jumat (3/5/2024).
Arief kemudian mengizinkan Alfian untuk melanjutkan membaca permohonannya. Namun, rupanya Alfian tidak siap. Ia tidak membawa berkas permohonan dan justru meminta agar sidangnya ditunda hingga pekan depan ketika dirinya atau kuasa hukumnya bisa ke Jakarta.
Namun, permintaan itu ditolak Arief mengingat sempitnya waktu yang dimiliki MK. MK hanya mempunyai waktu 30 hari kerja untuk menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
”Kalau tidak bisa ke Jakarta karena bandaranya tutup, maka harus siap secara daring. Mengajukan permohonan ke sini, telpon, minta daring. Dan, harus ada di tempat. Membawa permohonannya. Kalau gini, kan, kacau,” kata Arief, yang dijawab Alfian dengan permintaan maaf.
Sidang memang kurang begitu lancar. Selain karena diselingi suara klakson berkali-kali, suara Alfian tidak dapat didengar dengan jelas. Ia pun tidak lancar menguraikan tenggat permohonan serta substansi permohonan yang diajukan karena tidak siap dengan berkas yang diajukan.
Kalau tidak bisa ke Jakarta karena bandaranya tutup, maka harus siap secara daring. Mengajukan permohonan ke sini, telpon, minta daring. Dan, harus ada di tempat. Membawa permohonannya.
Poin penting permohonan
Oleh karena itu, dia pun banyak dibantu Arief yang sudah memiliki catatan detail poin-poin penting dalam permohonan yang diajukan Alfian. Arief kemudian hanya mengonfirmasi masalah perhitungan suara yang dipersoalkan Alfian di dua kecamatan, yakni Passi Barat dan Bolaang Timur.
”Ada masalah di beberapa hal yang saya perhatikan, persoalan penghitungan suara,” kata Alfian.
Arief menimpali, ”Ada masalah penghitungan suara.”
Alfian pun menyampaikan keluhannya karena merasa tidak siap untuk menguraikan dalil-dalil yang diajukan. ”Sebenarnya Yang Mulia, kalaupun saya bisa, saya menunggu kuasa hukum dulu, karena memang saya di perjalanan. Jadi, mendadak,” katanya.
Alfian lalu meminta penundaan sidang saat ditanya Arief ingin menyampaikan apa lagi. Namun, Arief mengatakan, tidak mungkin dilakukan penundaan.
”(Pihak) Yang lain tidak minta ditunda. (Pihak) Yang dari Papua saja pada datang, Pak. Tapi, karena ada kendala bencana alam, ya, dimungkinkan pakai daring. Itu saja,” kata Arief.
Alhasil, disepakati bahwa permohonan dianggap sudah dibacakan seluruhnya. Arief menolak untuk mengesahkan alat bukti mengingat ada ketidakcocokan antara alat bukti yang diajukan dan daftar yang diberikan. Pengesahan baru akan dilakukan berbarengan dengan alat bukti yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum dan pihak terkait.