Status Kata ”Apalagi”
Kata hubung ”apalagi”, dalam kenyataannya, dapat berfungsi sebagai kata hubung intrakalimat dan antarkalimat. Kamus dan buku-buku teori mendukung pernyataan itu.
Darmawati Majid, Peneliti Bahasa pada Badan Riset dan Inovasi Nasional
Seorang kawan mengirimi saya pertanyaan melalui Whatsapp: apakah apalagi merupakan kata penghubung antarkalimat atau antarklausa?
Pertanyaan itu cukup mengganggu ketika ternyata Kamus Besar Bahasa Indonesia V mencatat apalagi sebagai kata penghubung antara klausa dan klausa untuk menguatkan atau menambahkan apa yang telah dibicarakan terdahulu; lebih-lebih (lagi); tambahan pula; terlebih-lebih pula: anak kecil pun sudah mengerti, apalagi orang dewasa.
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta mencantumkan contoh lain: Sedang Tuan tidak dipercayai, apalagi saya. Sementara dalam banyak percakapan juga tulisan, saya sering melihat kata itu muncul sebagai penghubung antarkalimat.
Berbahasa adalah proses memahami dunia, meniru, mempraktikkan, menyerap, kadang mengambil yang baik-baik, kadang pula bermasa bodoh.
Lagi-lagi, kaidah pemakaian bahasa Indonesia tidak sesuai dengan kenyataan orang berbahasa. Pertanyaan saya kemudian, apakah kamus sudah cukup dijadikan pegangan? Bagaimana dengan fakta berbahasa masyarakat?
Di sanalah letak kekeliruan saya. Kamus, pedoman ejaan, dan buku tata bahasa baku dihadirkan untuk digunakan sebagai acuan dalam bahasa ragam tulis dan ragam formal. Sementara itu, ragam lisan dan ragam nonformal tidak menuntut penggunaan bahasa baku, bentuk yang benar sesuai kamus.
Ilustrasi dalam informasi foto yang menggunakan kata apalagi. Kalangan pemerhati lingkungan membersihkan pohon yang menjadi tempat tersangkutnya sampah plastik di Sungai Brantas, Gresik, Jawa Timur, Selasa (17/8/2021). Situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda tidak menurunkan, apalagi mengubah, perilaku masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Ada konteks dan situasi yang mengikat di sana, dua hal yang sering kabur dalam praktik berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Kaidah lahir dari hasil mencatat dan mengamati fakta berbahasa, dan kita tahu, kecepatan mencatat itu tidak akan pernah seimbang dengan kecepatan berbicara.
Teori pendukung
Kehadiran buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek cukup menjawab kegalauan saya. Ada kata tambahan pula yang dalam KBBI V merupakan sinonim dari kata apalagi, difungsikan sebagai konjungsi antarkalimat (hlm 395).
Lalu, dalam buku Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis (1985, hlm 87), Harimurti Kridalaksana juga mengategorikan kata apalagi sebagai konjungsi intertekstual yang menghubungkan kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf.
Baca juga : Persetujuan
Jangan-jangan, apalagi adalah konjungsi yang luwes? Ia mengikuti konstruksi yang ia hubungkan? Dengan kata lain, apalagi mampu mengemban tugas sebagai kata penghubung antarklausa dan antarkalimat, atau ia mengikuti sifat arbitrer bahasa?
Contoh berikut menunjukkan hal itu.
- Saya sedih karena ibu sudah tiada, apalagi sekarang ayah juga (sudah pergi).
- Karena itu, kekerasan terhadap perempuan dan anak tetap mendapat perhatian serius dan menjadi prioritas. Apalagi, kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es di masyarakat.
Contoh pertama menunjukkan apalagi sebagai konjungsi antarklausa, sedangkan contoh kedua sebagai konjungsi antarkalimat. Pada contoh kedua, apalagi hadir untuk menguatkan kalimat utama yang merupakan kalimat majemuk, dan kalimat penjelas yang mengikuti kalimat utama itu (cenderung) merupakan kalimat lengkap.
Baca juga : Belanja di Lokapasar dari Griya Tawang
Bagaimanapun, berbahasa adalah proses memahami dunia, meniru, mempraktikkan, menyerap, kadang mengambil yang baik-baik, kadang pula bermasa bodoh. Toh, ini adalah bahasa Indonesia, bahasa yang sehari-hari dipakai menyampaikan gagasan atau mencapai keinginan.
Namun, kata-kata Eko Endarmoko dalam bukunya, Polisi Bahasa, menyentak saya, ”Silakan berbahasa sesuka hati anda, tapi jangan lupa bahasa anda menunjukkan siapa diri anda.”