PMK Kembali Mencuat di Boyolali, Pengawasan Lalu Lintas Ternak Diperketat
Kasus PMK kembali ditemukan di Boyolali, Jateng. Puluhan sapi tertular penyakit itu sejak Januari lalu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK pada ternak kembali ditemukan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Temuan awal kasus berasal dari sapi yang berasal dari luar daerah tersebut. Upaya antisipasi digencarkan melalui pengetatan lalu lintas ternak dan vaksinasi.
Berdasarkan laporan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, kasus PMK muncul lagi pada Januari lalu. Hingga April ini, terdapat 41 ekor ternak yang tertular penyakit tersebut. Sebaran kasus berada di tiga kecamatan, yaitu Cepogo, Ampel, dan Tamansari.
”Januari ada yang lapor kami. Setelah dicek ke lapangan bersama Balai Besar Veteriner Wates memang positif PMK. Ternyata dari yang dicek itu memang belum divaksinasi dan sapi yang baru dibeli dari daerah lain,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali Lusia Dyah Suciyati saat dihubungi, Minggu (28/4/2024).
Lusia menyatakan, ternak-ternak yang tertular PMK itu langsung diberi pengobatan begitu dilaporkan kepada jajarannya. Pengobatan itu menjadi salah satu kunci penanganan agar kondisi ternak tidak semakin parah setelah tertular. Saat ini, katanya, sebagian ternak yang sempat tertular pun keadaannya berangsur membaik.
Berdasarkan laporan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, kasus penyakit mulut dan kuku muncul lagi pada Januari lalu.
Pemicu penularan, kata Lusia, disebabkan oleh pembelian sapi dari luar Boyolali. Namun, ia enggan menyebutkan asal daerah dari sapi yang kemudian menulari sejumlah sapi lainnya itu. Meski demikian, ia mendapatkan informasi, tahun ini kasus PMK mencuat kembali di wilayah Jawa Timur.
”Kami sudah membuat surat edaran agar pedagang berhati-hati untuk membeli sapi baru. Kalau bisa yang sudah divaksinasi, jika belum (divaksinasi), nanti laporkan ke kami maka akan kami vaksinasi. Intinya harus membawa sapi-sapi yang sehat kalau beli dari luar daerah,” kata Lusia.
Di sisi lain, ungkap Lusia, pengawasan lalu lintas ternak juga semakin diperketat. Pengecekan kesehatan hewan dilakukan untuk ternak-ternak yang akan masuk ke pasar-pasar hewan di daerahnya.
”Buat yang menunjukkan gejala (PMK), kami minta untuk karantina dan diobati dulu. Baru setelah sembuh nanti boleh dipasarkan,” kata Lusia.
Lusia juga sedang menggencarkan vaksinasi sebagai bentuk antisipasi penularan lainnya. Itu bertujuan untuk meningkatkan kekebalan bagi ternak-ternak lain yang masih sehat. Pihaknya baru saja meminta tambahan vaksin sebanyak 2.000 dosis ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah.
”Vaksin terus kami lakukan. Misalnya, ada temuan baru yang belum vaksin, harus segera diagendakan,” kata Lusia.
Dihubungi terpisah, Purnomo (47), peternak sapi asal Boyolali, menyatakan, temuan PMK baru-baru ini membuatnya ikut meningkatkan kewaspadaan. Menurut dia, penularan penyakit itu tak terelakkan apabila sudah ada temuan kasus. Lebih-lebih jika ketahanan tubuh ternaknya itu sedang lemah.
Untuk itu, Purnomo akan selalu membeli sapi-sapi yang berada dalam kondisi sehat. Setelah itu, sapi-sapi itu harus rajin diberi vitamin hingga vaksin agar senantiasa tahan dari paparan penyakit. Pengobatan juga mesti sesegera mungkin dilakukan apabila kelak menunjukkan gejala sakit.
”Kalau setelah belanja, sapi-sapi itu juga saya karantina terlebih dahulu. Saya suntik antibiotik dan vitamin. Kalau tidak ada gejala, baru nanti saya gabung dengan sapi-sapi yang lain,” kata Purnomo.