Tawuran Pelajar Terus Berulang dan Kian Meresahkan
Miris! Tawuran di Pasar Rebo, Jakarta Timur, mengakibatkan pergelangan tangan seorang pelajar putus.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Tawuran di sekitar jalan layang Pasar Rebo, Jakarta Timur, kembali terjadi. Bahkan, perkelahian kali ini menyebabkan pergelangan tangan korban terputus. Tawuran antarkelompok remaja kerap terjadi di kawasan itu.
Kepala Polres Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly, Senin (29/1/2024), menuturkan, tawuran terjadi pada Minggu (28/1/2024) dini hari. Mereka yang terlibat merupakan dua kelompok pemuda.
Tawuran itu menyebabkan korban DS mengalami luka yang cukup parah. Korban merupakan siswa SMA. Pergelangan tangan kanannya terputus karena terkena sabetan senjata tajam. Kini DS dalam perawatan di RS Bhayangkara Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur.
Adapun untuk terduga pelaku, polisi sudah menangkap empat orang. Mereka merupakan pelajar dan pemuda yang sudah putus sekolah.
”Sekarang kami mengejar terduga pelaku lain,” kata Nicolas. Pelaku diduga adalah anak yang masih sekolah, putus sekolah, atau pengangguran.
Nicolas menjabarkan banyak hal yang melatarbelakangi tawuran. Khusus tawuran antarpelajar biasanya dimotori oleh para siswa yang memang mencari eksistensi diri. Dalam beberapa kasus, mereka yang terlibat tawuran adalah siswa dengan nilai yang pas-pasan.
Selain itu, pengaruh alumni juga bisa menjadi penyulut tawuran. ”Perasaan solidaritas dan mau menunjukkan eksistensi perihal pertemanan. Yang pasti, mereka yang terlibat tawuran biasanya kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan dari orangtuanya,” kata Nicolas.
Namun, sebenarnya, motif tawuran di Jakarta Timur berbeda. Tawuran di kawasan Bassura, Jatinegara, Minggu (28/1/2024), yang melibatkan warga RW 001 dan RW 002, misalnya, dipicu kesalahpahaman antarwarga.
Setiap kasus tawuran memiliki permasalahan yang berbeda. Cara penanggulangannya pun berbeda. (Nicolas Ary Lilipaly)
Kurangnya fasilitas umum dan fasilitas khusus menjadi salah satu pemicu sehingga warga lebih mudah tersulut emosi. Di area itu banyak warga yang tinggal di permukiman kumuh, anak-anaknya pun banyak yang putus sekolah sehingga mudah dirasuki pengaruh negatif.
”Setiap kasus tawuran memiliki permasalahan yang berbeda. Cara penanggulangannya pun berbeda,” kata Nicolas.
Sejak lama, Jakarta Timur menjadi kawasan rawan tawuran. Pada 2017 tercatat tawuran terjadi di Jalan Layang Pasar Rebo, Ciracas, yang menewaskan pemuda 17 tahun dengan luka bacok. Kejadian itu terekam dan beredar luas di media sosial (Kompas, 2/4/2017).
Selain itu, tawuran antarberandalan bermotor di Jakarta Timur juga mengakibatkan tiga orang terluka. Sebanyak 17 anggota kelompok itu dibekuk Polres Metro Jakarta Timur di Jalan Pulo Gebang, Kampung Kandang Besar, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur (Kompas, 17/7/2017).
Perkelahian antarkelompok terjadi pada Minggu (11/2/2018) dini hari di Jalan Gudang Air dan Jalan Puskesmas, Ciracas, Jakarta Timur, dan menewaskan dua remaja. Keduanya, DK (14) dan MR (13), adalah pelajar. (Kompas, 12/2/2018).
Ahmad Irfan (30), warga Ciracas, Jakarta Timur, yang tinggal di dekat jalan layang Pasar Rebo menuturkan, tawuran antarkelompok pemuda hampir setiap minggu terjadi. ”Biasanya tawuran terjadi pada akhir pekan,” katanya.
Mereka yang tawuran biasanya sudah membentuk kelompok sendiri. ”Biasanya hampir setiap gang di Ciracas dan Pasar Rebo memiliki geng tersendiri. Nah, di sinilah mereka mencari lawan,” kata Ahmad.
Kondisi ini membuat warga resah karena banyak di antara mereka yang membawa senjata tajam. Senjata tajam itu mereka peroleh dari toko daring. ”Sekarang tidak sulit membeli senjata di pasar daring,” katanya.
Ia merinci, sebelum tawuran meletus, biasanya diawali dengan saling ejek di media sosial dan akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu di beberapa titik. ”Mereka mengincar tempat yang tidak ada polisi,” kata Ahmad.
Terus naik
Penjabat Sementara Ketua Komisi Nasional Anak Lia Latifah mengatakan, kasus kekerasan pada anak sangat riskan terjadi. Bahkan, semakin tahun kasusnya kian bertambah. Data Komnas Anak menunjukkan, kekerasan anak pada 2023 meningkat dibandingkan pada 2022.
Jumlah kasus kekerasan anak tahun 2023 mencapai 3.547 kasus. Dari jumlah itu, kekerasan seksual mencapai 1.915 kasus atau meningkat 54 persen dibanding tahun lalu.
Selanjutnya, kekerasan fisik mencapai 985 kasus atau naik 27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara kekerasan psikis mencapai 674 kasus atau naik 19 persen.
Melihat kondisi ini, kata Lia, peran masyarakat sangat diperlukan, setidaknya melaporkan kejadian yang dapat mengancam keselamatan anak. Polisi juga diminta bertindak cepat agar kasus kekerasan tidak menimbulkan korban.
Fenomena maraknya kasus kekerasan anak, menurut Lia, menunjukkan adanya perubahan sosial pada anak. Perubahan itu disebabkan beberapa faktor, seperti gencarnya informasi di media sosial, faktor ekonomi, gaya hidup, dan kurangnya pendidikan. Karena itu, segala kasus kekerasan kepada anak harus diselesaikan oleh banyak pihak, bukan hanya tanggung jawab satu pihak.