Adik Pelaku Jadi Tersangka, Ketersinggungan Latari Kasus Perempuan dalam Koper
Tersinggung dengan ucapan korban menjadi alasan Ahmad Arif Ridwan Nuwloh (29) membunuh kekasihnya, Rini Mariany (50).
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alasan Ahmad Arif Ridwan Nuwloh (29) membunuh kekasihnya, Rini Mariany (50), adalah karena tersinggung dengan perkataan korban dan didesak untuk bertanggung jawab atas hubungan yang sudah mereka jalani sejak lima bulan terakhir. Adik Arif, Aditya Taufiqurrahman (21), juga membantu kakaknya membuang jasad Rini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra, Jumat (3/5/2024), menyatakan, hubungan asmara ini sudah terjalin sejak tahun lalu. ”Awalnya memang hanya sebatas hubungan profesional, tapi karena sering bertemu, mereka pun menjalin hubungan asmara,” katanya.
Itulah sebabnya, Ahmad datang ke Bandung untuk melakukan audit di tempat Rini bekerja. Saat itu, sebenarnya Rini yang bekerja sebagai kasir di salah satu perusahaan swasta hendak menyetorkan uang setoran dari para sopir.
Namun, sebelumnya, Ahmad dan Rini bersepakat untuk menginap di sebuah hotel dan melakukan hubungan seksual, di sebuah hotel di Bandung, Rabu (24/4/2024).
Hubungan seksual ini bukan pertama kali mereka lakukan. Keduanya pernah melakukan aktivitas serupa pada Desember 2023 di salah satu hotel di Bandung juga. Kala itu, Ahmad juga sedang menjalankan tugasnya sebagai auditor.
Konflik terjadi setelah mereka melakukan hubungan intim. Rini mempertanyakan status hubungan mereka, dan Rini pun mendesak Ahmad untuk bertanggung jawab dan segera menikahinya.
Ahmad pun mengiyakan. Namun, untuk membiayai pernikahan tersebut, Ahmad mengajak Rini menggunakan uang perusahaan.
Rini menolak ajakan tersebut karena takut terlibat masalah. Korban pun mengatakan kepada Ahmad dengan ucapan, ”Auditor kayak kamu brengsek.”
Aditya turut membantu sang kakak untuk membuang koper berisi jenazah Rini.
Kata-kata itulah yang membuat emosi Ahmad tersulut. Tanpa pikir panjang, Ahmad membenturkan kepala Rini hingga pingsan. ”Ketika Rini pingsan, Ahmad membekap korban selama 10 menit hingga korban tewas,” katanya.
Ahmad pun mengambil uang yang dibawa Rini, yakni uang perusahaan sebanyak Rp 43 juta.
Untuk menyembunyikan jejak pembunuhan, dengan uang perusahaan itu Ahmad membeli koper sebanyak dua kali. Koper pertama yang berwarna coklat terlalu kecil sehingga tidak cukup untuk menyembunyikan jasad korban.
Ahmad pun membeli lagi koper kedua dengan ukuran yang lebih besar. Ia lalu menyimpan jasad korban ke dalam koper itu dengan posisi miring dan tertelungkup.
”Kemudian, korban membawa koper itu keluar hotel dan membawanya menggunakan sebuah taksi daring ke wilayah Bitung, Kabupaten Tangerang,” kata Wira.
Mengajak adiknya
Kepala Polres Metro Bekasi Komisaris Besar Twedi Aditya Bennyahdi menuturkan, tujuan Ahmad datang ke Bitung adalah untuk mengunjungi adik kandungnya, Aditya Taufiqurrahman (21). Di tengah perjalanan, Ahmad memberi tahu adiknya bahwa dirinya baru saja membunuh seseorang dan mayatnya diletakkan di dalam koper.
Walau terkejut dengan pernyataan itu, Aditya turut membantu sang kakak untuk membuang koper berisi jenazah Rini. Setelah keluar dari Tol Tambun, mereka menyusuri Jalan Inspeksi Kalimalang, Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
”Ketika menemukan lokasi yang sepi, di sanalah mereka membuang koper tersebut,” katanya.
Setelah selesai membuang koper, keduanya lalu ke Bandung dan menginap di sebuah hotel di Bandung.
Pada Kamis (25/4/2024), keduanya kembali ke Bitung untuk mengantarkan Aditya pulang. Namun, untuk menutupi aksi kejahatannya, Ahmad mampir ke kantor tempat Rini bekerja untuk melakukan audit lanjutan.
Pada Jumat (26/4/2024), Ahmad bertolak ke Palembang, Sumatera Selatan. Ia datang ke rumah istrinya yang ada di Palembang. Ahmad baru saja menggelar akad nikah pada Maret 2024 dan akan melangsungkan resepsi pada 5 Mei 2024.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Ajun Komisaris Besar Gogo Galesung mengatakan, terkuaknya kasus ini tidak lepas dari adanya bukti kamera pemantau (CCTV) yang merekam semua pergerakan pelaku.
Atas perbuatan keduanya, Ahmad dan Aditya dijerat dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan sekaligus kekerasan untuk menguasai harta korban dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun.
Mereka juga dijerat dengan Pasal 365 Ayat 1 dan Ayat 3 KUHP tentang kekerasan yang membuat korbannya meninggal, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.