logo Kompas.id
TajaPerencanaan Pembangunan...

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Biru Pertimbangkan Aspek Keberlanjutan dan Keadilan

Ekonomi biru perlu menjadi rujukan kebijakan kelautan dan perikanan yang mengedepankan pilar perlindungan yang efektif, pemanfaatan berkelanjutan, dan kesejahteraan berkeadilan.

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)
Artikel ini merupakan kerja sama antara harian Kompas dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI).
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/1Vq9NvJp1rODgwkgoTR39XeOttQ=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2023%2F08%2F100823-TAJA-2-IOJI.jpg
Kompas

Seminar Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan dalam Rencana Pembangunan Nasional yang diselenggarakan Bappenas), Kemenkomarves, dan IOJI, Rabu (9/8/2023).

Ekonomi biru (blue economy) atau sustainable ocean economy perlu menjadi rujukan kebijakan kelautan dan perikanan yang secara simultan mengedepankan tiga pilar, yakni perlindungan yang efektif (effective protection), pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable production), dan kesejahteraan yang berkeadilan (equitable prosperity).

Gagasan tersebut tersirat dalam seminar Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan dalam Rencana Pembangunan Nasional yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Rabu (9/8/2023).

Direktur Perikanan dan Kelautan Bappenas Sri Yanti mengatakan, perlu adanya strategi kelautan yang dirumuskan secara tepat. Semisal di bidang ekonomi maritim, pembangunan kemaritiman perlu difokuskan pada konektivitas kelautan yang efektif dan berdaya saing.

https://cdn-assetd.kompas.id/b0Ha-jLgMblxM7SGGoPetlg4XNY=/1024x574/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2023%2F08%2F100823-TAJA-2-IOJI-3.jpeg
Kompas

Direktur Perikanan dan Kelautan Bappenas Sri Yanti

“Di samaing itu, untuk mewujudkan peradaban maritim yang unggul, kita juga harus membangun sumber daya manusia yang unggul pula di bidang maritim. Kekuatan maritim pun juga perlu dibangun secara andal dan tangguh untuk menghadapi tantangan regional dan global,” kata Sri.

Konselor Iklim dan Hutan Kedutaan Besar Norwegia untuk Indonesia, Gunhild Santos-Nedrelid, mengutarakan bahwa lautan memegang peran penting dalam menopang perekonomian suatu negara. Kondisi lautan juga akan berpengaruh pada ketersediaan pangan bagi masyarakat, perubahan iklim, dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Namun, saat ini lautan berada dalam bahaya.

“Perubahan lingkungan terhadap lautan terjadi dengan cepat dan kita harus bersatu untuk memetakan arah baru bagi lautan yang sehat dan berkelanjutan. Kita tidak bisa lagi memilih antara perlindungan laut dan produksi laut,” ujar Gunhild.

Menurutnya, meski Indonesia dan Norwegia terletak berjauhan, kedua negara ini disatukan oleh ketergantungan yang sama pada laut, identitas laut, kegiatan ekonomi kelautan, dan banyak lagi. Untuk itu, perencanaan kelautan harus menjadi alat utama dalam transformasi ini.

“Rencana pengelolaan laut secara komprehensif pertama di Norwegia telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu. Norwegia menyiapkan banyak pengetahuan tentang ekosistem laut dan aktivitas laut lainnya yang digunakan dalam rencana tersebut. Ini harus menjadi proses yang inklusif. Perencanaan dan pengembangan laut kini sedang terjadi di Indonesia, sama seperti yang terjadi di Norwegia di masa lalu,” imbuh Gunhild.

Senada, Henrik Harboe, Norwegian Sherpa for the High-Level Panel for a Sustainable Ocean Economy, berpandangan, “Laut yang sehat, dalam ekonomi laut yang berkelanjutan, banyak membawa manfaat. Laut dapat meningkatkan ketahanan pangan. Dengan pengelolaan dan inovasi teknologi yang lebih baik, laut dapat secara berkelanjutan menyediakan makanan sebanyak enam kali lebih banyak dibandingkan saat ini pada tahun 2050."

Hal itu, lanjut Henrik, mewakili lebih dari dua pertiga protein hewani yang dibutuhkan untuk memberi makan populasi dunia. Selain itu, laut menyediakan 12 juta lebih banyak pekerjaan pada 2030. Laut juga menyumbang seperlima dari pengurangan emisi gas rumah kaca (21 persen) yang diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim Perjanjian Paris pada tahun 2050.

"Itu setara dengan menghilangkan 2,5 miliar mobil dari jalanan setiap tahun. Laut pun menyediakan energi terbarukan 40 kali lebih banyak dibandingkan saat ini pada tahun 2050. Dan, saat dunia mulai pulih dari Covid-19 dan kemunduran ekonomi, laut terbukti membuat masyarakat lebih kuat dan lebih sehat,” tukas Henrik.

Untuk diketahui, dalam kurun waktu lima tahun (2008-2013), ekonomi kelautan Indonesia meningkat lebih dari tiga kali lipat dan diperkirakan menyumbang sekitar 256 miliar dollar terhadap nilai tambah bruto tahunan. Ekonomi kelautan juga menyediakan 5,1 persen dari total lapangan kerja pada 2012.

https://cdn-assetd.kompas.id/T3J4Cwizl6q6Ggxbugs_SaBYjrs=/1024x574/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2023%2F08%2F100823-TAJA-2-IOJI-2.jpeg
Kompas

Duta Besar Indonesia untuk Jerman sekaligus Sous-Sherpa Panel Kelautan, Arif Havas Oegroseno

Duta Besar Indonesia untuk Jerman yang juga merupakan Sous-Sherpa dari Panel Kelautan, Arif Havas Oegroseno, berpendapat, muncul pertanyaan berapa banyak biaya yang perlu diinvestasikan, misalnya untuk kepentingan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sebab, target kelautan tidak dapat dicapai jika kita memiliki lingkungan yang buruk.

“Hingga tahun 2022, Indonesia telah menetapkan 28 juta hektar untuk Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dengan target mencapai 32 juta pada 2030. Kita juga menyusun Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk Sampah Plastik Laut 2017-2025 yang bertujuan untuk mencegah kebocoran plastik di darat dan laut, dengan pengurangan 70 persen plastik laut,” ujar Havas.

https://cdn-assetd.kompas.id/bMmcVQuIFX3B9359xT1i729T-k8=/1024x568/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2023%2F08%2F100823-TAJA-2-IOJI-5.jpeg

Terkait cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia, Asisten Deputi Hukum dan Perjanjian Maritim Kemenkomarves Radian Nurcahyo mengungkapkan, Indonesia adalah negara maritim terbesar dengan sejarah panjang. Di Candi Borobudur terdapat relief yang menggambarkan kehidupan pesisir masyarakat Nusantara pada masa itu. Dalam sejarah modern, milestone kemaritiman Indonesia telah dimulai sejak sebelum kemerdekaan, tepatnya pada 28 Oktober 1928 saat para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda.

“Peraturan Presiden 10/2015 merupakan langkah nyata Presiden dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Setelah itu, Presiden memberikan arahan dan tanggung jawab pada Kemenkomarves untuk menyusun narasi maritim poros dunia yang kemudian ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI),” jelas Radian.

KKI sendiri memiliki tujuh pilar, yakni Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia; Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut; Tata Kelola dan Kelembagaan Laut; Ekonomi dan Infrastruktur Kelautan dan Peningkatan Kesejahteraan; Pengelolaan Ruang Laut dan Perlindungan Lingkungan Laut; Budaya Bahari; dan Diplomasi Maritim.

Peningkatan ekonomi kelautan perlu dibarengi dengan upaya perlindungan yang efektif untuk memastikan keberlanjutan dari sumber daya kelautan dan perikanan. Potensi pengembangan ekonomi kelautan dihadapi ancaman serius, termasuk planetary crisis. Secara global, triple planetary crisis krisis ditandai dengan meningkatnya perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati mengancam ekonomi global dan memperburuk tingkat kemiskinan.

Selain aspek berkelanjutan, pembangunan ekonomi kelautan juga tidak boleh melupakan aspek keadilan. Konsep ekonomi biru yang didefinisikan terlalu sempit bisa mengorbankan kepentingan masyarakat yang termarjinalkan dan bergantung pada sumber daya kelautan untuk keberlangsungan hidupnya.

Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000