Pekerja yang Di-PHK Sebulan Sebelum Lebaran Tetap Berhak Terima THR
Penghitungan besaran THR yang dibayarkan mengikuti surat edaran THR yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu alias sudah karyawan tetap, lalu mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum Idul Fitri, tetap berhak memperoleh tunjangan hari raya atau THR. Penghitungan besaran THR yang dibayarkan mengikuti surat edaran THR yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri, Jumat (29/3/2024), di Jakarta, menjelaskan, Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan menyebutkan bahwa pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang mengalami PHK terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan berhak atas THR. Kemudian, Pasal 7 Ayat (2) menyebutkan bahwa THR keagamaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya PHK oleh pengusaha.
”Penghitungan besaran THR-nya minimal sama dengan yang ada di surat edaran (Surat Edaran/SE Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan). Akan tetapi, kami menyarankan supaya nilai THR-nya lebih dari (yang diatur) SE jika ada kesepakatan kedua belah pihak,” kata Indah.
SE Menaker No M/2/HK.04/III/2024 diumumkan pada 18 Maret 2024. Di dalamnya memuat tujuh poin ketentuan. Pada poin pertama disebutkan THR keagamaan diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih dan pekerja dengan status PKWTT atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Poin kedua berbunyi, THR keagamaan wajib dibayarkan paling lama tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Adapun poin ketiga mengatur bagaimana besaran THR keagamaan diberikan. Pertama, bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan THR sebesar satu bulan upah. Kedua, bagi pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, maka nilai THR-nya berdasarkan hasil masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Sementara jika ada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT alias kontrak dan kontraknya berakhir sebelum hari raya keagamaan, mereka tidak berhak atas THR. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (3) Permenaker No 6/2016.
Indah menambahkan, pihaknya belum menerima informasi yang benar atas rumor PHK, termasuk menyasar pekerja PKWTT dan PKWT, yang terjadi selama Ramadhan 2024. Menurut dia, jika tidak ada laporan pengaduan PHK ke Kemenaker atau dinas tenaga kerja, hal itu mengindikasikan proses PHK disetujui oleh pekerja dan pengusaha.
Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, secara terpisah, menyatakan, sejumlah anggota KSPN yang bekerja di sejumlah pabrik tekstil sekarang mengalami PHK. Di antara mereka ada yang berstatus PKWT. Keputusan PHK yang diterima anggota KSPN terjadi menjelang dan selama Ramadhan 2024.
”Mereka yang menjadi korban PHK itu bekerja di pabrik tekstil, antara lain di Bandung dan Semarang. Jika pekerja di-PHK menjelang Ramadhan, kami menduga perusahaan tempat bekerja tidak ingin ada tambahan beban keuangan untuk THR. Mungkin pabrik sedang sepi order,” ujarnya.
Lebih jauh, Ristadi mengatakan, di luar KSPN teramati pekerja -pekerja PKWT yang bekerja di pabrik tekstil dan produk tekstil menerima keputusan tidak ada perpanjangan kontrak dari pengusaha pabrik. Dia menduga penyebabnya sama seperti yang dialami oleh para anggota KSPN yang di-PHK dari pabrik tekstil.
Dari informasi yang diterima KSPN, mereka mengatakan bahwa pabrik tempatnya bekerja sedang mengalami kelesuan permintaan sehingga mengganggu arus kas perusahaan. Padahal, ujar Ristadi, kebutuhan pekerja saat Ramadhan dan mempersiapkan Idul Fitri biasanya naik.
”Pekerja PKWT dan PKWTT berhak atas hak THR, kecuali pekerja tersebut di-PHK sebelum memasuki waktu 30 hari sebelum hari raya keagamaan. Misalnya, di-PHK menjelang Ramadhan dimulai. Jika pekerja tidak masuk serikat, itu akan menyulitkan mereka memperoleh pendampingan/advokasi,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, dampak positif Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tidak instan. Sebelum keluar Permendag ini, kegiatan impor lebih mudah sehingga memukul para pelaku industri besar sampai level kecil menengah, termasuk di sektor tekstil dan produk tekstil, yang menyebabkan terjadi PHK di sektor tersebut.
Permendag No 36/2023 mengatur tentang fasilitas impor bahan baku bagi industri pemegang angka pengenal importir produsen yang berstatus authorized economic pperator dan mitra utama kepabeanan. Selain itu, Permendag tersebut juga mengatur penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post border ke border.
”Saya berharap 3-6 bulan mendatang (menunggu stok barang hasil impor berkurang) bisa terjadi perbaikan di sisi industri sehingga para pekerja yang sudah dirumahkan bisa dipekerjakan kembali,” ucap Jemmy.