Untuk Bertahan Hidup, ABK di Kapal Asing Minum Air Tetesan AC
Anak buah kapal migran asal Indonesia berada dalam posisi rentan karena minimnya perlindungan dan pengawasan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·5 menit baca
Terungkapnya mata rantai kejahatan pencurian ikan, penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dan perdagangan manusia di kapal asing ilegal pada pertengahan April 2024 bagai menyibak fenomena gunung es kejahatan transnasional di sektor perikanan. Kasus eksploitasi anak buah kapal atau ABK migran asal Indonesia seolah tiada habisnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengamankan kapal pengangkut ikan asal Indonesia KM Mitra Utama Semesta (MUS) di Laut Arafura, Maluku, pada 14 April 2024. Kapal itu terindikasi melakukan alih muatan (transhipment) dengan dua kapal ikan asing ilegal, Run Zeng (RZ) 03 dan RZ 05, yakni alih muatan ikan sebanyak 100 ton, penyelundupan 150 ton BBM jenis solar, dan mendistribusikan 55 anak buah kapal (ABK) Indonesia ke kapal asing.
Robby Saktiawan, anak buah kapal RZ 03, mengatakan, ia belum pernah menjalani profesi nelayan ataupun ABK kapal perikanan. Ia nekat mendaftarkan diri sebagai ABK kapal asing karena iming-iming dari agen perekrut, yakni tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 2 juta, premi Rp 500.000, dan gaji Rp 2 juta. THR dijanjikan akan langsung diterimanya saat naik ke kapal.
Pada awal April 2024, sebanyak 55 ABK berangkat dengan kapal KM MUS menuju perairan Arafura. Setibanya di Laut Arafura pada 6 April 2024, mereka ditugaskan memindahkan ikan dari kapal KM RZ 03 ke kapal KM MUS. Namun, meski sudah bekerja, pembayaran THR dan premi yang dijanjikan agen perekrut ditolak oleh nakhoda. Akhirnya, sejumlah 31 ABK di kapal RZ 03 dan RZ 05 melakukan mogok kerja.
”ABK yang mogok kerja tidak mendapatkan makan dan minum. Kami terpaksa minum dari air tetesan AC dan tadahan hujan untuk bisa bertahan (hidup),” kata Robby, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (16/4/2024).
Ketidakpastian kerja dan penghasilan mendorong Robby dan lima ABK lain melarikan diri dari kapal ikan asing itu pada 11 April 2024. Mereka kabur dengan terjun ke laut saat kapal asing itu menepi ke perairan Pulau Penambulai, Kepulauan Maluku, untuk memindahkan ikan tangkapan ke kapal pengangkut ikan Indonesia.
Sebanyak 31 ABK yang awalnya mogok kerja terpaksa kembali bekerja untuk bisa mendapatkan makan.
Dari enam ABK yang melarikan diri, lima orang selamat dan ditolong oleh kapal purse seine. Adapun satu ABK yang hilang ditemukan tewas oleh warga Desa Koijabi, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. ABK yang tewas berinisial JA, berasal dari Binjai, Sumatera Utara.
”Saya sudah trauma. Saya tidak mau lagi bekerja di laut,” kata Robby, yang sebelumnya bekerja sebagai petugas penjaga malam di kampungnya, di Bengkulu.
Hal senada dikemukakan Sanusi Muhammad, ABK lain yang berhasil kabur dari kapal RZ 03. Sebanyak 31 orang ABK yang awalnya mogok kerja terpaksa kembali bekerja untuk bisa mendapatkan makan. Namun, makanan yang didapatkan hanya berupa satu loyang untuk dibagikan ke 31 ABK. Atas ketidakpastian itu, Sanusi memutuskan kabur dari kapal dengan terjun ke laut dan terombang-ambing hampir sekitar 3 jam sampai akhirnya ditolong kapal yang melintas.
”Saya benar-benar kapok. Apalagi, ada korban (ABK) meninggal, sepertinya saya sudah tidak akan kembali lagi ke laut,” ujar Sanusi, warga asal Lombok yang tinggal di Indramayu, Jawa Barat.
Foto kapal asing ilegal yang diduga memasuki Laut Arafura pada Januari 2024.
Sanusi mengakui, ia belum pernah berpengalaman menjadi ABK, tetapi tergiur bekerja di kapal ikan asing karena iming-iming pembayaran uang THR Lebaran dan premi pada saat naik ke kapal. Modus perekrutan dari agensi yang berlokasi di Pati, Jawa Tengah, itu adalah melalui media sosial (Facebook). Dari pendaftaran lewat media sosial, calon pekerja lantas dihubungi agen melalui Whatsapp, kemudian dijemput ke tempat agen. Mereka direkrut sebagai ABK tanpa perjanjian kerja laut dan KTP ditahan oleh agensi.
Manajer Human Right Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Miftahul Choir, mengemukakan, pada kedua kapal asing tersebut ditengarai masih terdapat puluhan ABK Indonesia. Pemerintah perlu bersinergi melalui aparat penegakan hukum untuk mengejar kapal asing ilegal dan melakukan upaya repatriasi atau pemulangan ABK ke daerah asal. Pemulihan hak para ABK berupa upah dan jaminan sosial mesti dijamin oleh pemerintah.
Pemerintah perlu bersinergi melalui aparat penegakan hukum untuk mengejar kapal asing ilegal dan melakukan upaya repatriasi atau pemulangan ABK ke daerah asal.
Miftah menambahkan, pekerja perikanan di kapal asing, terutama tenaga kerja yang melalui jalur tidak resmi, sangat rentan mengalami praktik perbudakan. Iming-iming agen penyalur untuk memikat calon tenaga kerja kerap menjerumuskan korban dalam jerat perbudakan di kapal ikan asing. Sementara itu, mekanisme pengawasan dan perlindungan pekerja perikanan masih minim.
DFW Indonesia mencatat, selama periode 22 November 2019-21 Februari 2021 terdapat 35 warga negara Indonesia yang meninggal sewaktu bekerja di kapal ikan asing. Dari jumlah itu, terbanyak yang dilaporkan dari kapal ikan China.
Berdasarkan catatan Kompas, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) selama kurun waktu Mei 2019 hingga Juni 2020 menerima 118 pengaduan ABK perikanan migran yang bekerja di kapal ikan asing. Hasil kajian bersama antara Greenpeace dan SBMI dalam mengulas pengaduan 62 ABK tersebut mengungkapkan, terdapat 45 kapal ikan asing yang ditengarai menjadi tempat kerja paksa ABK migran asal Indonesia dalam kurun waktu Mei 2019 hingga Juni 2020. (Kompas.id, 29/8/2023).
Dari 45 kapal ikan asing tersebut, 33 kapal ikan berbendera China, empat kapal berbendera Taiwan, dua kapal Hong Kong, satu kapal Rusia, satu kapal Pantai Gading, satu kapal Nauru, dan tiga kapal tidak diketahui asal negaranya. Adapun indikator kerja paksa yang paling banyak diadukan adalah penahanan gaji (87 persen), disusul kondisi kerja dan tempat tinggal tidak layak (82 persen), lalu penipuan (80 persen), serta penyalahgunaan kerentanan (67 persen).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono, saat menggelar konferensi pers di Pangkalan PSDKP Tual, Maluku, Rabu (17/4/2024), menyatakan, kejahatan multidimensi, yakni pencurian ikan oleh kapal asing, penyelundupan BBM jenis bersubsidi, perdagangan orang, hingga perbudakan, terindikasi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Apalagi, kejahatan itu melibatkan sindikasi asing-nasional, berupa kapal Indonesia yang membantu kapal ikan asing melakukan kejahatan perikanan.
Pung menambahkan, kasus yang dialami ABK Indonesia menunjukkan perlakuan tidak baik oleh kapal asing ilegal. Pihaknya terus mendalami kasus tersebut. Targetnya, mengusut otak pelaku di kapal dalam negeri, dan mengejar kapal asing tersebut.
Direktur Penanganan Pelanggaran PSDKP KKP Teuku Elvitrasyah menambahkan, penanganan pelanggaran multidimensi memerlukan sinergi antarinstansi dan para aparat penegak hukum karena penyidik perikanan hanya di bidang perikanan. ”Kami akan bersinergi dengan penyidik terkait yang menangani masalah BBM dan terkait tindak pidana perdagangan orang,” katanya.