”Keroyokan” di Desa Nglanggeran
Sejak 2015 sampai 2024, pemerintah telah menganggarkan dana desa senilai Rp 609,68 triliun.
Desa Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi salah satu desa percontohan program pendampingan untuk pengelolaan dana desa. Berkat program pendampingan yang tepat atas kolaborasi sejumlah pemangku kepentingan, desa di tenggara Kota Yogyakarta itu terus membangun wilayahnya.
Sekretaris Desa Nglanggeran Rusmiati berpendapat, bantuan dan pendampingan usaha desa dari lembaga-lembaga tersebut sangat membantu dalam melengkapi alokasi dana desa yang selama ini lebih banyak digunakan untuk mengatasi kemiskinan dan membangun infrastruktur.
Bagi masyarakat kita sekarang yang sedang terus mengeksplorasi potensi wisata, bantuan dan pelatihan yang diberikan untuk melengkapi dana desa sangat baik untuk mendongkrak ekonomi dari sektor pariwisata.
Pada 2024, dana desa untuk Desa Nglanggeran senilai Rp 813 juta. Sekitar 20 persen ditujukan untuk bantuan langsung tunai dan sekitar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur.
”Bagi masyarakat kita sekarang yang sedang terus mengeksplorasi potensi wisata, bantuan dan pelatihan yang diberikan untuk melengkapi dana desa sangat baik untuk mendongkrak ekonomi dari sektor pariwisata. Kami berharap akan banyak yang bisa kami kembangkan jika seandainya ini bisa terus berlanjut,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman pada kunjungan bersama wartawan di Desa Nglanggeran, Kamis (2/5/2024), menyatakan, Kemenkeu terlibat dalam pendampingan dan pengawasan pengelolaan dana desa. Langkah ini untuk memitigasi tantangan terkait kapasitas masyarakat dalam mengelola anggaran.
”Kita tahu mengelola uang itu enggak gampang, kita ingin manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan, tapi jangan lupa tata kekolanya,” katanya.
Untuk itu, Luky melanjutkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengawasi dan membantu pengelolaan uang berjalan. Kemenkeu berkepentingan memastikan dana desa memberi dampak pada desa.
Baca juga: Tata Kelola Dana Desa
Adalah BUMDes yang menjadi sasaran pendampingan. Kemenkeu bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga pemerintah menjalankannya sejak 2022.
Pada 2024, sebanyak 2.000 BUMDes ditargetkan bekerja sama dengan delapan perguruan tinggi dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Harapannya, desa mampu mengelola keuangan dan mengembangkan potensi desa.
Dalam hal Desa Nglanggeran, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dari Indonesia Eximbank memberikan pendampingan melalui program Desa Devisa. Ada pula Sarana Multigriya Finansial (SMF) lewat program pembiayaan perumahan dan Pusat Investasi Pemerintah dengan program pendampingan dan pembiayaan ultramikro (UMi).
Sejak 2023, Desa Nglanggeran mendapatkan bantuan dari LPEI berupa pendampingan usaha perkebunan kakao, yang banyak dimiliki penduduk di Nglanggeran. Bantuan itu diberikan melalui BUMDes berbadan usaha Koperasi Amanah Doga Sejahtera.
Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI Maqin U Norhadi pada kesempatan sama menjelaskan, LPEI memberi pendampingan usaha kakao dalam beberapa bentuk. Pendampingan ini mencakup bantuan unit pengolahan hasil kakao, pendampingan sertifikasi organik, pendampingan kualitas dan teknis produksi, pendampingan prosedur dan administrasi ekspor, hingga business matching kakao fermentasi dengan pengusaha asal Swiss.
Baca juga: Desa yang Dirindukan
Sejauh ini, desa wisata di tenggara Kota Yogyakarta itu memiliki perkebunan kakao seluas 10,2 hektar. Adapun produksi buah kakao mencapai 10 ton per tahun dan kapasitas kakao fermentasi sebanyak 132 kilogram per bulan.
”Kakao menjadi salah satu pemasukan bagi petani di Desa Nglanggeran. Setelah pendampingan Desa Devisa, ada nilai tambah pada harga kakao fermentasi yang harga awalnya Rp 25.000 per kilogram menjadi Rp 100.000 per kilogram,” tutur Maqin.
Ketua Koperasi Amanah Doga Sejahtera Ahmad Nasrodin mengatakan, meski kenaikan harga kakao belakangan juga terjadi karena kelangkaan produksi kakao dunia, bantuan pendampingan dari LPEI turut menambah nilai jual kakao di desa tersebut.
”Bantuan unit pengelolaan hasil senilai Rp 20 juta dan pendampingan mereka menutup kekurangan kami sehingga dapat meningkatkan hasil kebun, yang sebelumnya banyak dengan manual. Pembeli dari Swiss kemarin juga datang karena rekomendasi orang LPEI. Jadi, peluang di kakao ini luar biasa. Sekarang tinggal petaninya, apa bisa menangkap keadaan ini atau tidak,” kata Ahmad.
Sarana Multigriya Finansial telah bekerja sama dengan Desa Nglanggeran sejak 2019. Kerja sama itu terutama untuk program pembiayaan penginapan milik warga sebagai fasilitas di desa yang menjadi destinasi wisata tersebut.
Sementara Pusat Investasi Pemerintah akan menggelar program pendampingan dan pembiayaan ultramikro. Program ini ditujukan untuk masyarakat yang membutuhkan pembiayaan usaha.
Pemerintah melalui Kemenkeu mengalokasikan Rp 71 triliun untuk 75.259 desa di 434 kabupaten dan kota pada 2024. Anggaran ini akan dimaksimalkan bagi desa dengan kinerja dan tata kelola keuangan yang baik.
Anggaran senilai Rp 69 triliun triliun disalurkan sebelum tahun anggaran berjalan. Sisanya, Rp 2 triliun, dialokasikan pada tahun berjalan sebagai insentif atau tambahan dana desa. Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut hanya sebagian dari Rp 857 triliun dana transfer ke daerah (TKD) pada 2024.
Ada insentif fiskal ke kabupaten dan kota yang punya kinerja baik, sama juga dengan desa. Kami beri motivasi, kasih ’reward’ untuk desa berkinerja baik.
Dana desa merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Pemerintah mengimplementasikannya setiap tahun sejak 2023.
Dalam mengalokasikan dana desa, pemerintah menggunakan sejumlah skema. Untuk anggaran yang akan diberikan pada tahun berjalan, ketentuannya diberlakukan dengan kriteria tertentu. Sementara penetapan anggaran sebelum tahun berjalan memperhitungkan alokasi dasar, alokasi afirmasi, alokasi formula, dan yang baru-baru ini diterapkan adalah alokasi kinerja.
”Jadi, ada insentif fiskal ke kabupaten dan kota yang punya kinerja baik, sama juga dengan desa. Kami beri motivasi, kasih reward untuk desa berkinerja baik (dalam hal pajak dan pelayanan publik),” kata Luky.
Berdasarkan program, dana desa ini disalurkan untuk mendukung penanganan kemiskinan ekstrem. Untuk bantuan langsung tunai desa dengan target keluarga penerima manfaat (KPM), porsinya paling tinggi 25 persen. Data warga sasaran bisa menggunakan data pemerintah pusat sebagai acuan.
Ada pula porsi untuk mendukung program ketahanan pangan dan hewani. Porsinya paling rendah 20 persen. Ada pula porsi untuk mendukung program pencegahan dan penurunan angka tengkes skala desa dan/atau mendukung program sektor prioritas di desa melalui bantuan permodalan badan usaha milik desa (BUMDes).
Baca juga: UU HKPD Disahkan, Pemerintah Optimistis Desentralisasi Fiskal Makin Optimal
Dana desa bisa dialokasikan untuk program pengembangan desa sesuai potensi dan karakteristik desa. Dana desa juga dapat digunakan untuk keperluan operasional pemerintahan desa paling tinggi 3 persen.
Penganggaran dana desa dengan UU HKPD ini, menurut Lucky, menjadi tonggak pencapaian sejak Indonesia menerapkan desentralisasi fiskal pada 2004. Dana desa muncul sejak 2015, ketika pemerintah mengeluarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dana desa menjadi satu dari tujuh jenis pemasukan yang dapat diterima desa sesuai landasan UU Desa. Alokasinya juga dikawal tiga kementerian sekaligus, yakni Kemenkeu, Kementerian Dalam Negeri, serta Kemendes PDTT.
Sejak 2015 sampai 2024, pemerintah telah menganggarkan dana desa senilai Rp 609,68 triliun. Pada 2015, dana desa yang disalurkan senilai Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa atau rata-rata Rp 280,3 juta per desa.
Sejak 2015 sampai 2024, pemerintah telah menganggarkan dana desa senilai Rp 609,68 triliun.
Pada 2024, dana desa melonjak lebih dari tiga kali lipat menjadi Rp 71 triliun dengan nilai rata-rata Rp 943,34 juta per desa. Setiap desa kini bisa mendapat dana beragam, mulai dari sekitar Rp 900 juta hingga lebih dari Rp 1 miliar dalam setahun.
”Kami bagikan agar di satu sisi merekognisi perbedaan desa, di sisi lain kami juga ingin pembagian ini adil,” ujar Lucky.