Alasan Pentingnya OECD bagi Pertumbuhan Berkelanjutan RI
Indonesia memulai proses aksesi ke OECD, dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Pada Februari tahun ini, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memutuskan untuk memulai tinjauan aksesi bagi keanggotaan Indonesia. Keputusan ini dapat dikategorikan bersejarah mengingat penerapan aksesi ini jadi yang pertama untuk negara di Asia Tenggara.
Pertemuan pertama tingkat menteri yang membahas proses masuk Indonesia ke OECD telah berlangsung di Paris, Perancis, pada 2-3 Mei 2024. Pada kesempatan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Pelaksana Tim Nasional OECD Airlangga Hartarto menyampaikan, peluang Indonesia menjadi anggota OECD akan dimanfaatkan demi mengejar target menjadi negara berpendapatan per kapita tinggi pada 2045.
Menjadi bagian dari OECD yang merepresentasikan sekitar 80 persen perdagangan dan investasi di dunia akan sangat strategis bagi Indonesia yang memerlukan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Organisasi ini dapat menjadi rambu yang membantu Indonesia agar senantiasa adaptif terhadap perkembangan global yang terjadi.
Memiliki anggota tetap yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sekaligus negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tentu akan sangat bermakna bagi OECD.
Selain karena alasan tersebut, Airlangga juga berujar bahwa mendapatkan status keanggotaan OECD sangatlah penting agar Indonesia terdorong untuk menerapkan standar yang tinggi dalam seluruh proses legislasi, baik proses pembentukan perundangan sampai jenis dari regulasi dan standar yang diterapkan kepada kementerian dan lembaga.
Sebagai organisasi internasional yang didedikasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, OECD dikenal telah lama memainkan peran utama dalam pembuatan peraturan dan menghasilkan berbagai proposal serta pedoman kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Hal itu dilakukan melalui pengumpulan data tentang praktik terbaik dan melakukan tinjauan di antara negara-negara anggota.
Dari sisi OECD, Indonesia adalah negara demokrasi dengan jumlah penduduk dan luas wilayah terluas di Asia Tenggara, satu dari kawasan di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Memiliki anggota tetap yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sekaligus negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tentu akan sangat bermakna bagi OECD.
Pada aspek lain, OECD memberikan perhatian terkait masih tingginya kesenjangan pembiayaan untuk pencapaian target-target yang ada, khususnya bagi negara berkembang. Sejalan dengan itu, kesenjangan juga terjadi di kawasan Asia Tenggara. Bisa dikatakan, Indonesia dapat menjadi jembatan yang menghubungkan OECD dengan pertumbuhan dan pengembangan Asia Tenggara.
Saat ini, OECD beranggotakan 38 negara yang mayoritas berstatus negara berpendapatan tinggi dengan rata-rata pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita sebesar 44.886 dollar AS pada 2022.
Cikal bakal organisasi ini adalah Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC) yang terbentuk pada 16 April 1948. Organisasi ini merupakan bagian dari gagasan Menteri Luar Negeri AS George Marshall (Marshall Plan) untuk membantu negara-negara Eropa Barat bangkit dari kehancuran akibat Perang Dunia II.
OEEC mengelola, mengalokasikan, dan mendistribusikan bantuan ke negara-negara Eropa Barat. Dengan keberhasilannya memulihkan perekonomian Eropa, pada 1961 dibentuklah organisasi permanen (OECD) untuk melanjutkan upaya pemulihan. Keanggotaannya pun diperluas mencakup Kanada dan Jepang.
Analis geopolik dan hubungan internasional Dian Wirengjurit dalam artikelnya, ”Maju Bersama OECD?” (Kompas, 28/12/2023), menyebut Marshall Plan bagi AS telah menyediakan pasar bagi produk-produknya dan menciptakan mitra dagang yang diandalkan serta mendukung pengembangan pasar bebas.
Sebagai kelanjutan dari Marshall Plan, OECD berupaya menciptakan koherensi kebijakan untuk pembangunan negara-negara anggotanya dan dunia dalam menjaring kemitraan global. OECD menyinergikan kebijakan antara negara-negara maju dan berkembang agar selaras dengan standar internasional.
Indonesia masih bakal melalui proses panjang sebelum akhirnya ditetapkan sebagai anggota tetap OECD. Terdapat tiga fase atau tahapan yang perlu dilalui sebuah negara kandidat untuk menjadi anggota tetap OECD, yakni tahapan praaksesi, aksesi, dan pascaaksesi.
Proses aksesi dimulai ketika Dewan OECD memutuskan untuk membuka diskusi aksesi. Setelah itu, Dewan OECD akan mengadopsi peta jalan aksesi untuk diimplementasikan oleh negara kandidat.
Dalam proses implementasi terdapat sejumlah tahapan yang perlu dilalui negara kandidat, di antaranya menyerahkan initial memorandum, melakukan koordinasi aksesi dengan Dewan OECD, selanjutnya proses implementasi akan dinilai, sebelum mendapat persetujuan dan pemberian aksesi. Setelah ini, masih ada proses pascaaksesi di mana negara anggota baru harus segera menyelesaikan segala pekerjaan rumah yang diberikan Dewan OECD.
Proses panjang
Setelah menyelesaikan diskusi aksesi pada pertemuan pertama tingkat menteri OECD di Paris, Indonesia memastikan peluncuran Peta Jalan Aksesi Indonesia pada akhir Mei 2024. Sebagai langkah selanjutnya, Airlangga telah memastikan Indonesia akan menyerahkan initial memorandum pada awal 2025.
Proses implementasi ini atau sering dirujuk sebagai reformasi domestik membutuhkan waktu 3-7 tahun apabila berkaca dari negara-negara yang relatif baru bergabung, yakni Kosta Rika, Kolombia, dan Lituania.
Pengalaman ketiga negara anggota baru OECD serta negara yang sedang dalam proses aksesi, seperti Argentina dan Brasil, sangat berharga sebagai pelajaran bagi Indonesia untuk mengetahui reformasi seperti apa yang dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Indonesia memiliki peluang dan tantangan pada saat bersamaan. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, mempunyai 50 juta orang generasi milenial, dan menjadi negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia harus mewujudkan pertumbuhan yang lebih berkualitas dan meningkatkan laju pertumbuhan menjadi 6-7 persen dalam 20 tahun ke depan.
Dengan menjadi anggota OECD, Indonesia dapat mengatalisasi seluruh potensi domestik yang ada untuk meningkatkan daya tarik untuk investasi, sekaligus berpartisipasi dalam pembentukan standar OECD.
Diperlukan kesiapan negosiasi dengan komite-komite OECD, koordinasi nasional, serta mulai menginventarisasi isu-isu yang jadi perhatian internasional, seperti liberalisasi perdagangan dan investasi, anti-bribery convention, penyederhanaan regulasi, hingga masalah lingkungan hidup.
Namun, tetap saja terdapat beberapa tantangan yang perlu diantisipasi. Setiap negara anggota OECD akan didorong melakukan reformasi serta menerapkan standar kebijakan dan regulasi tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Pemerintah mesti berkejaran dengan waktu untuk memenuhi standar dan instrumen OECD. Untuk itu, diperlukan kesiapan negosiasi dengan komite-komite OECD, koordinasi nasional, serta mulai menginventarisasi isu-isu yang menjadi perhatian internasional, seperti liberalisasi perdagangan dan investasi, anti-bribery convention, penyederhanaan regulasi, hingga masalah lingkungan hidup.
Bagaimanapun, jalan yang harus dilalui Indonesia untuk menjadi anggota OECD masih sangat panjang dan berliku.