KSP: Harga Beras Turun, tetapi Masih di Atas HET
Harga beras di RI telah turun, tetapi masih di atas HET. Adapun FAO melaporkan indeks harga pangan dunia naik lagi.
JAKARTA, KOMPAS — Kantor Staf Presiden atau KSP mempertanyakan harga beras eceran yang sudah turun, tetapi masih di atas harga eceran tertinggi atau HET kendati sudah musim panen raya padi. Lembaga nonstruktural itu juga menilai penyesuaian harga acuan beberapa pangan pokok menyebabkan harga komoditas itu dalam status aman meskipun masih tinggi.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara hibrida di Jakarta, Senin (6/5/2024). Rapat yang dihadiri perwakilan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait pangan itu dipimpin Inspektur Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir Balaw.
Deputi III Bidang Perekonomian KSP Edy Priyono mengatakan, harga beras medium dan premium memang telah turun. Namun, harga kedua jenis beras itu masih di atas HET meskipun sudah panen raya padi.
Beras medium, misalnya, harga rerata nasional komoditas itu pada bulan lalu sekitar Rp 16.000 per kilogram (kg). Per pekan pertama Mei 2024, harga rerata tersebut sudah turun menjadi Rp 15.250 per kg. Namun, harganya masih di atas HET sementara atau yang direlaksasi Badan Pangan Nasional (Bapanas), yakni Rp 12.500-Rp 13.500 per kg bergantung zonasi.
”Ini ada apa? Apakah harganya sudah tidak bisa turun lagi atau bagaimana? Atau jangan-jangan HET tersebut perlu ditinjau lagi?” ujarnya.
Untuk itu, Edy meminta kementerian/lembaga terkait memonitor dan mencari solusi atas persoalan tersebut. Ia juga mengingatkan bahwa persoalan itu juga terkait dengan penegakan hukum yang dilakukan Satuan Tugas Pangan Kepolisian RI.
Ini ada apa? Apakah harganya sudah tidak bisa turun lagi atau bagaimana? Atau jangan-jangan HET tersebut perlu ditinjau lagi?
Dalam rapat itu, Bapanas juga melaporkan harga beras medium dan premium di setiap zona masih di atas HET sementara. Beras medium dan premium di zona I, misalnya, harga rerata nasionalnya pada 5 Mei 2024 masing-masing sebesar Rp 13.327 per kg dan Rp 15.151 per kg.
Harga beras medium itu 6,62 persen di atas HET sementara beras medium di zona I yang Rp 12.500 per kg. Begitu juga dengan beras premium, harganya 1,69 persen di atas HET sementara beras premium di zona I yang Rp 14.900 per kg. Zona I itu meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.
Selain itu, harga kedua jenis beras itu di tingkat konsumen dengan HET di zona II dan III juga masih jauh di atas HET sementara. Harga rerata nasional beras medium di zona II dan III masing-masing 8,71 persen dan 22,91 persen di atas HET zona tersebut. Adapun harga rerata beras premium di zona II dan III masing-masing sebesar 6,7 persen dan 27,335 persen lebih tinggi HET zona tersebut.
Baca juga: ”Drama” Deflasi Beras
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengakui, harga-harga beras di sejumlah daerah masih begitu fluktuatif. Bapanas masih akan terus mencermati pergerakan harga beras dan masih menempatkan beras premium di zona I dalam zona waspada.
”Selain beras, beberapa komoditas pangan yang masuk dalam zona waspada adalah bawang merah, gula konsumsi, kedelai, dan minyak goreng curah,” katanya.
Agar harga beras bisa terus turun mendekati HET, Perum Bulog menggelar program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di sejumlah daerah yang harga berasnya masih tinggi. Atas mandat pemerintah, Bulog juga tetap menggulirkan program Bantuan Pangan berupa beras bagi 22 juta keluarga berpenghasilan tidak mampu pada Mei-Juni 2024.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Epi Sulandari menuturkan, realisasi SPHP beras di sejumlah daerah di Indonesia hingga 5 Mei 2024 mencapai 678.030 ton. Bantuan beras tahap I (Januari-Maret 2024) juga telah terealisasi sebanyak 660.122 ton atau 99,06 persen dari rencana penyaluran.
”Saat ini, kami tengah melanjutkan penyaluran bantuan beras tahap II (April-Juni 2024). Realisasinya baru sebanyak 2.065 ton atau 1,26 persen dari alokasi bulanan yang sebanyak 220.040,77 ton,” katanya.
Baca juga: Menyikapi Kenaikan Harga Pangan
Selain itu, Bulog juga terus menambah cadangan beras pemerintah (CBP) melalui serapan gabah atau beras di dalam negeri. Dari target pengadaan Mei 2024 sebanyak 600.000 ton setara beras, realisasi serapan gabah atau beras di dalam negeri per 4 Mei 2024 telah mencapai 46,89 persen atau 278.333 ton setara beras.
Dengan begitu, total stok beras Bulog dari serapan dalam negeri dan impor menjadi sebanyak 1,7 juta ton. Stok beras itu terdiri dari 1,68 juta ton CBP dan 16.585 ton komersial.
Kami tengah melanjutkan penyaluran bantuan beras tahap II (April-Juni 2024). Realisasinya baru sebanyak 2.065 ton atau 1,26 persen dari alokasi bulanan yang sebanyak 220.040,77 ton.
Harga relatif tinggi
Dalam rapat tersebut juga terungkap, harga sejumlah pangan pokok telah turun meskipun relatif masih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penyesuaian harga acuan pangan menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Edy menyampaikan, harga sejumlah komoditas pangan lain, seperti daging dan telur ayam ras, sudah memasuki zona aman harga pangan meskipun harganya masih relatif tinggi. Hal itu terjadi lantaran ada penyesuaian harga acuan penjualan (HAP) kedua komoditas itu di tingkat konsumen.
Harga rerata nasional telur ayam ras, misalnya, pada 3 Mei 2024 sebesar Rp 31.350 per kg atau turun 1,26 persen secara bulanan. Dengan ditetapkannya HAP telur ayam yang baru, yakni Rp 30.000 per kg, jarak antara harga di pasar dan HAP menjadi tidak terlalu tinggi. Hal itu juga berlaku sama dengan daging ayam ras.
Pada 25 April 2024, Bapanas menaikkan HAP daging dan telur ayam ras di tingkat konsumen dan produsen. Di tingkat konsumen, misalnya, HAP telur ayam naik Rp 3.000 dari Rp 27.000 per kg menjadi Rp 30.000 per kg, kemudian HAP daging ayam ras naik Rp 3.250 dari Rp 36.750 ke Rp 40.000 per kg. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024.
Baca juga: Harga Acuan Telur dan Daging Ayam Ras Naik Rata-rata Rp 3.000 Per Kilogram
Sementara itu, dalam dua bulan terakhir, indeks harga pangan dunia terus naik setelah tujuh bulan berturut-turut turun. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 3 Mei 2024 waktu setempat merilis, indeks harga pangan dunia pada April 2024 sebesar 119,1, naik 0,3 persen secara bulanan dan 7,4 persen secara tahunan.
Indeks tersebut telah turun sepanjang Agustus 2023-Februari 2024. Namun, pada Maret dan April 2024, indeks itu naik kembali. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan gejolak harga minyak dunia menjadi faktor utama kenaikan indeks itu. Faktor pemicu lainnya adalah prospek penurunan produksi dan gangguan logistik di sejumlah negara produsen.
FAO melaporkan, kenaikan indeks harga pangan dunia pada April 2024 dipengaruhi kenaikan indeks harga daging, minyak nabati, dan sereal. Kenaikan indeks komoditas tersebut mengimbangi penurunan indeks gula dan susu.
Indeks harga sereal pada April 2024 sebesar 111,2 atau naik 0,3 persen secara bulanan dan turun 18,3 persen secara tahunan. Kenaikan indeks dipicu oleh kenaikan harga gandum dan jagung yang diimbangi dengan penurunan indeks harga beras sebesar 1,8 persen secara bulanan.
Harga gandum kembali naik lantaran kekhawatiran pasar terhadap penurunan produksi di beberapa wilayah Uni Eropa, Rusia, dan Amerika Serikat. Selain itu, persaingan ketat antarpara eksportir besar komoditas itu juga masih berlanjut.
Baca juga: Prospek Harga Komoditas yang Bikin Untung dan Buntung RI
Demikian juga dengan jagung, harganya meningkat lantaran permintaan impor tinggi. Hal itu terjadi di tengah prospek penurunan produksi jagung di Brasil akibat dampak cuaca dan kerusakan infrastruktur di Ukraina.
Adapun indeks harga minyak nabati pada April 2024 sebesar 130,9. Indeks tersebut naik 0,3 persen secara bulanan sekaligus berada di level tertinggi dalam 13 bulan terakhir.
Kenaikan indeks terjadi akibat kenaikan harga minyak biji bunga matahari dan lobak yang mengimbangi penurunan harga minyak sawit dan kedelai. Harga kedua komoditas itu terus naik lantaran permintaan impor meningkat di tengah prospek penurunan produksi akibat dampak perubahan cuaca.