Mahasiswi di Kendari Ditangkap Saat Akan Jual Dua Anak ke Kalimantan
›
Mahasiswi di Kendari Ditangkap...
Iklan
Mahasiswi di Kendari Ditangkap Saat Akan Jual Dua Anak ke Kalimantan
Seorang mahasiswi di Kendari ditangkap saat akan menjual dua anak ke Kalimantan. Mereka dijual hingga Rp 20 juta.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang mahasiswi di Kendari, Sulawesi Tenggara, ditangkap aparat setelah diketahui membawa dua anak perempuan. Dua remaja tersebut rencananya dijajakan ke rekan lelakinya di Kalimantan. Kasus kekerasan seksual hingga perdagangan orang di Kendari terus melambung.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polresta Kendari Inspektur Dua Rais Pantara menyampaikan, pada Jumat (29/3/2024) siang, aparat kepolisian menahan WIF (25) di Bandar Udara Halu Oleo. Bersama WIF, juga ada dua remaja berumur 15 tahun dan 16 tahun.
”Sekarang kami telah amankan dan masih dimintai keterangan. Tim masih bekerja untuk mengumpulkan informasi dan mengetahui berbagai hal dalam peristiwa ini, khususnya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” tutur Rais.
Berdasarkan informasi awal, ia mengatakan, dua remaja tersebut tergiur untuk menjual diri karena beberapa kebutuhan. Seorang rekannya lalu memperkenalkan keduanya dengan WIF, seorang mahasiswi di Kendari. Mereka lalu bertemu pada Rabu (27/32024) dan dijanjikan oleh WIF bisa menjual diri hingga Rp 20 juta.
Dalam pertemuan tersebut, kata Rais, WIF meyakinkan keduanya jika ia memiliki jaringan di Kalimantan. Ia juga membuat alasan jika kedua remaja tersebut akan mengikuti kontes model di Kalimantan.
”WIF bilang agar jangan takut karena sudah sering bawa orang untuk dijual ke Kalimantan dengan tarif hingga Rp 20 juta,” ujarnya.
Pada Kamis (28/3/2024), Rais bilang, ketiganya kembali bertemu hingga menginap di sebuah hotel di Kendari. Mereka berencana terbang ke Kalimantan pada Jumat siang. Kedua korban juga kabur dari rumah masing-masing.
Namun, orangtua salah satu korban curiga sedari awal. Ia melarang sang anak untuk berangkat ke Kalimantan dengan alasan mengikuti lomba model. Terlebih lagi, pada Kamis malam, sang anak tiba-tiba keluar rumah tanpa kabar.
Jumat pagi, ayah anak tersebut melapor ke Polsek Kema Raya dan meminta bantuan untuk mencari sang anak. Setelah ditelusuri, sang anak diketahui berada di Bandar Udara Halu Oleo.
”Setelah didatangi, WIF dan sang anak tetap mengelak. Ketiganya lalu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Di situ mereka mulai mengakui rencana tersebut,” katanya. ”Namun, kami masih melakukan gelar perkara untuk kelanjutan pidana kejadian ini.”
Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Sultra terus bertambah. Kasus demi kasus terjadi di masyarakat dengan korban yang terus meningkat. Pertengahan Maret lalu, seorang anak 13 tahun di Kendari diperkosa oleh sang ayah. Korban diancam untuk tidak melapor ke ibunya.
Selain itu, seorang anak di Buton Selatan, akhir Februari lalu, dibunuh dan diduga kuat menjadi korban kekerasan seksual. Korban dibunuh dan dibuang ke jurang dengan kondisi tubuh penuh luka. Pelaku hingga kini masih dalam pengejaran.
Yustina Fendrita, pendamping korban kekerasan seksual di Sultra, menuturkan, kasus TPPO, terlebih yang melibatkan anak, harus dilihat secara utuh dan holistik. Sebab, persoalan yang terjadi tidak didasari faktor tunggal dan merupakan ekses dari sejumlah persoalan.
”Mulai dari faktor bias jender di mana perempuan itu secara sosial dijadikan pemuas nafsu, yang berkelindan dengan soal kemiskinan. Belum lagi dengan pengaruh media sosial yang membuat orang ingin instan untuk mengikuti sesuatu,” katanya.
Parahnya, Yustina mengatakan, di Sultra, persoalan ini belum menjadi perhatian penuh pengambil kebijakan. Setiap tahun, hanya ada sosialisasi terkait TPPO tetapi belum termanifestasi dalam kebijakan dan program yang kuat.
Oleh sebab itu, diperlukan struktur sosial yang mumpuni, mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Sebab, persoalan ini merupakan hal besar yang tidak boleh dibiarkan terus berulang.