Obat Herbal Ekstrak Kulit Manggis Penurun Gula Darah
Peneliti Fakultas Farmasi Universitas Airlangga mengembangkan produk berbahan kumis kucing untuk menurunkan gula darah.
Jumlah penderita diabetes diprediksi akan terus meningkat. Pada tahun 2021, International Diabetes Federation (IDF) mendata jumlah penderita diabetes di dunia mencapai 537 juta. Angka itu diprediksi akan meningkat menjadi 643 juta pada 2030.
Peningkatan jumlah penderita diabetes juga diprediksi terjadi di Indonesia. Pada tahun 2021, data penderita diabetes sekitar 19,5 juta orang dan akan meningkat hingga 28,6 juta pada 2045. Hal ini perlu menjadi perhatian karena diabetes merupakan pangkal dari segala penyakit.
Apabila tidak terkontrol, orang yang mengalami diabetes sangat berisiko terkena penyakit jantung, stroke, dan gangguan ginjal. Selain menimbulkan kondisi yang lebih buruk, penyakit-penyakit tersebut juga memiliki beban biaya kesehatan yang sangat besar.
Baca: Mencegah Epidemi Diabetes
Merujuk pada data Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) Kesehatan, penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal termasuk dalam penyakit dengan biaya kesehatan tertinggi. Pada 2023, biaya kesehatan untuk jantung mencapai Rp 17,6 triliun, stroke Rp 5,2 triliun, dan gagal ginjal Rp 2,9 triliun.
Penyakit-penyakit itu seharusnya bisa dicegah dengan mengontrol faktor risiko yang dimiliki. Itu termasuk pada pasien diabetes yang diharapkan dapat menjaga kadar gula dalam darah agar tetap terkontrol.
Obat herbal
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Sukardiman telah berinovasi untuk mengembangkan obat herbal yang dapat menjadi obat komplementer penyakit diabetes untuk menurunkan kadar gula dalam darah.
Produk herbal yang diberi nama Diabetkol ini telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Selain itu, produk ini telah dipasarkan secara luas ke masyarakat bekerja sama dengan PT Dharma Putra Airlangga dan PT ASIMAS.
Diabetkol merupakan obat herbal terstandar yang mengandung ekstrak kulit buah manggis dan daun kumis kucing. Bahan aktif dalam kedua bahan baku tersebut memiliki khasiat untuk menurunkan kadar gula dalam darah serta menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
”Saat riset awal saya menemukan bahwa ada hubungan antara penyakit diabetes dan penyakit hiperlipidemia atau hiperkolesterol. Jadi, saya akhirnya kembangkan produk dari ekstrak kulit manggis dan kumis kucing yang memiliki aktivitas untuk menurunkan gula darah dan kolesterol,” kata Sukardiman.
Diabetkol diteliti dan dikembangkan sejak 2006. Saat itu, pengembangan untuk mencari bahan baku alam yang bisa digunakan sebagai obat herbal. Sejumlah bahan baku dilakukan penapisan berdasarkan pengalaman empiris masyarakat, seperti tanaman pare, sambiloto, kulit manggis, dan kumis kucing.
Setelah dilakukan perbandingan pada bahan baku tersebut, aktivitas terbaik yang dihasilkan untuk menurunkan gula darah dan kolesterol dalam darah adalah kombinasi ekstrak kulit manggis dan kumis kucing.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Sukardiman sekaligus membuktikan secara saintifik mengenai manfaat tanaman obat yang berangkat dari pengalaman empiris yang dimiliki oleh masyarakat.
Baca: Integrasikan Obat Tradisional ke Sistem Kesehatan
Dari berbagai riset yang telah dilakukan, kulit manggis memiliki salah satu senyawa santon, yakni alfa-mangostin yang berperan untuk meningkatkan sekresi insulin dalam tubuh. Aktivitas itu bisa menurunkan metabolisme gula dalam darah sehingga dapat mencegah penumpukan gula dalam darah.
Selain itu, senyawa aktif dalam kumis kucing, yakni senyawa sinensetin, dapat menurunkan kadar gula dalam darah serta menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Hal itu menandakan ada efek sinergisme dari kandungan kulit manggis dan kumis kucing untuk menurunkan gula darah dan kolesterol dalam darah.
Pencegahan
Sukardiman menuturkan, obat herbal Diabetkol dapat digunakan sebagai obat komplementer dari obat yang sudah digunakan oleh pasien diabetes. Selain sebagai pengobatan, obat herbal ini juga dapat digunakan sebagai pencegahan bagi pasien prediabetes.
Dengan mengonsumsi obat herbal ini, diharapkan kadar gula dalam darah pasien prediabetes bisa lebih terkontrol. Dengan begitu, risiko untuk menjadi penyakit diabetes bisa dicegah.
”Jadi, Diabetkol bisa digunakan untuk pencegahan serta untuk terapi. Karena obat ini juga berbahan dasar bahan alam, obat ini relatif aman dikonsumsi dalam jangka waktu panjang,” ucapnya.
Obat tersebut dikemas dalam bentuk kapsul yang berisi 150 miligram ekstrak manggis dan 150 gram ekstrak kumis kucing di setiap kapsul. Untuk aturan pakai, pasien diabetes disarankan untuk mengonsumsinya tiga kali sehari.
Jika dikonsumsi sebagai obat komplementer dari obat modern, sebaiknya berikan jeda waktu 3-4 jam setelah mengonsumsi obat modern. Namun, jika digunakan bagi pasien prediabetes, dapat dikonsumsi dua kali sehari.
Karena obat ini juga berbahan dasar bahan alam, obat ini relatif aman dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.
Sukardiman menjelaskan, pengolahan Diabetkol telah melalui serangkaian proses dan pengujian untuk memastikan mutu, khasiat, dan keamanan dari setiap produk yang dihasilkan. Itu mulai dari proses pemilihan bahan baku, ekstraksi, sampai dengan pengemasan.
Seluruh proses tersebut telah diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain telah mendapatkan izin edar dari BPOM, produk Diabetkol juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia.
Pengembangan
Sukadirman menyampaikan, pengembangan masih akan dilakukan pada produk Diabetkol. Pengujian dan penelitian lebih lanjut akan dilakukan untuk mengembangkan Diabetkol menjadi produk fitofarmaka.
Karena itu, kerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan akan dilakukan agar produk ini bisa diuji pada pasien sebagai bagian dari uji klinik.
”Tentunya pengembangan ini butuh kerja sama dengan banyak pihak, mulai dari mitra klinisi untuk pelaksanaan uji klinik, BPOM yang memberikan protokol uji klinik, serta stakeholder lain, termasuk pemerintah, untuk dukungan pendanaan penelitian, baik lewat LPDP maupun BRIN,” ujarnya.
Ia pun berharap agar produk ini dapat menjadi salah satu keunggulan bangsa untuk mendukung kemandirian akan produk farmasi, Selain itu, produk ini diharapkan membantu mengatasi masalah masyarakat terkait diabetes yang terus meningkat.
Secara terpisah, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Junaidi mengutarakan, pengembangan obat herbal di Indonesia harus terus didorong,
Potensi sumber daya alam yang begitu besar harus dimanfaatkan secara optimal. Bahan alam di Indonesia secara empiris dari pengalaman turun-temurun telah digunakan sebagai obat tradisional.
Baca juga: Teh Herbal dari Kulit Batang Pohon Faloak
Dengan penelitian dan pengembangan yang lebih masif, pengalaman empiris itu bisa dibuktikan secara ilmiah sehingga bisa menghasilkan produk yang terstandar.
”Pengembangan obat herbal ini juga didorong untuk sampai bisa dilakukan sampai uji klinik sehingga akhirnya bisa menghasilkan produk fitofarmaka. Produk fitofarmaka ini berbeda dengan produk jamu atau obat herbal terstandar karena telah melalui uji preklinik dan uji klinik pada manusia,” tuturnya.