Tak Ada Penarikan Vaksin Covid-19 AstraZeneca, Manfaatnya Dinilai Lebih Besar
Pemerintah tidak melakukan penarikan vaksin AstraZeneca. Vaksin tersebut pun kini sudah tidak tersedia di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia tidak menarik vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca. Warga diharapkan tak khawatir terkait adanya laporan efek samping trombosis dengan trombositopenia dari pemberian vaksin itu karena manfaatnya jauh lebih besar sebagai perlindungan pada masyarakat.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi, di Jakarta, Sabtu (4/5/2024), mengatakan, pemerintah tidak menarik vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca dari peredaran. Vaksin tersebut pun kini sudah tidak tersedia di Indonesia.
”Tidak ada (penarikan). Saat ini vaksin (Covid-19 produk AstraZeneca) juga sudah habis sejak awal tahun 2023,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, setidaknya ada 452,41 juta suntikan vaksin Covid-19 yang diberikan pada masyarakat. Dari total itu, 73,98 juta suntikan diberikan dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca (AZ). Adapun jenis vaksin lain yang paling banyak diberikan yakni Sinovac (266,3 juta suntikan) dan Pfizer (85,9 juta suntikan).
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hindra Irawan Satari menuturkan, dari 70 juta lebih suntikan vaksin AstraZeneca yang diberikan kepada masyarakat di Indonesia, tidak ada laporan terkait trombosis dengan trombositopenia. Masyarakat pun diharapkan tidak perlu terlalu khawatir dengan adanya risiko tersebut.
”Kondisi TTS (trombosis dengan trombositopenia) terkait pemberian vaksin AZ (AstraZeneca) terjadi setelah 4-42 hari suntikan diberikan. Jadi, setelah vaksin AZ saat ini sudah habis di Indonesia, apabila ada kasus TTS yang ditemukan, maka itu bukan akibat vaksin AZ, tetapi disebabkan penyakit lain,” tuturnya.
Vaksin AstraZeneca merupakan jenis vaksin yang dikembangkan berbasis adenovirus. Vaksin ini dikembangkan AstraZeneca bersama dengan Universitas Oxford. Vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca mulai digunakan di Indonesia pada Maret 2021.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan, adanya efek samping pemberian vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca sebenarnya bukan hal baru. Efek samping itu sempat jadi perhatian pada 2021 saat vaksin tersebut mulai digunakan.
Manfaat
Mengutip laporan European Medicine Agency (EMA), 7 April 2021, ada kemungkinan kaitan vaksin Covid-19 AstraZeneca dan penggumpalan darah tak biasa dengan kadar trombosit rendah, yang jarang terjadi. Namun, manfaat vaksin dalam mencegah Covid-19 lebih besar daripada risiko efek sampingnya.
Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 19 Maret 2021 mengeluarkan dokumen yang menyatakan vaksin Covid-19 AstraZeneca memiliki manfaat besar untuk mencegah infeksi dan mengurangi risiko kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia. Pemantauan tetap diperlukan terkait dugaan efek samping.
Penggunaan vaksin Covid-19 sempat dihentikan di sejumlah negara, seperti Swedia, Jerman, Perancis, Spanyol, Denmark, dan Belanda. Namun, banyak negara lain, termasuk Indonesia, yang tetap menggunakan vaksin Covid-19 AstraZeneca sebagai upaya pencegahan Covid-19.
”Jadi, efek samping vaksin Covid-19 Astrazeneca ini bukan hal baru. Itu sudah diketahui sejak 2021. Hanya manfaat vaksinasi untuk melindungi seseorang dari Covid-19 ketika itu jauh lebih tinggi daripada kemungkinan efek sampingnya, dan hal itu sangat jarang terjadi,” tutur Tjandra.
Setelah vaksin AZ saat ini sudah habis di Indonesia, apabila ada kasus TTS yang ditemukan, maka itu bukan akibat vaksin AZ, tetapi disebabkan penyakit lain.
Hal itu diutarakan pula oleh epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University, Dicky Budiman. Perlindungan dari vaksin jauh lebih besar dari efek samping yang bisa ditimbulkan. Manfaat vaksin yang besar terbukti dari pengalaman penanggulangan penyakit-penyakit lain, seperti polio.
Sebelum adanya vaksin polio, wabah yang terjadi di masyarakat akibat penyakit tersebut sering terjadi. Namun, setelah vaksin polio masif diberikan, kini kasus polio sudah jarang ditemukan.
Komunikasi risiko
Meski begitu, Dicky menyampaikan, komunikasi risiko perlu lebih masif dilakukan untuk menanggapi informasi terkait adanya efek samping yang ditemukan dari penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Itu terutama bagi masyarakat Indonesia yang sebelumnya pernah mendapatkan vaksin tersebut.
”Gejala TTS terkait penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca umumnya terjadi setelah dua minggu atau satu bulan seusai penyuntikan, Jika lebih dari itu, apalagi lebih dari satu tahun, dampaknya akan hilang. Jika ada dampak TTS, itu kemungkinan besar tak terkait vaksin Covid-19 AstraZeneca,” tuturnya.
Kondisi TTS bisa terjadi akibat kondisi lain selain terkait pemberian vaksin Covid-19 berbasis adenovirus. Kondisi lain yang bisa memicu TTS, seperti ada autoimun, kanker, penggunaan obat-obatan tertentu, ada infeksi berat, dan faktor genetik atau riwayat keluarga.
Gejala TTS terkait vaksin yang menyebabkan pembekuan ataupun penyumbatan aliran darah antara lain napas pendek, nyeri dada, bengkak pada kaki, nyeri perut yang menetap, serta gejala neurologis, seperti nyeri kepala hebat dan menetap dan penglihatan kabur.
Adapun gejala lainnya meliputi, antara lain, adanya gangguan pada kulit berupa bercak. Jika ditemukan gejala itu, harus segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan. ”Ada perbedaan antara TTS terkait vaksin atau VITT (vaccine‐induced immune thrombotic thrombocytopenia) dan TTS lainnya,” kata Dicky,
”Biasanya pada VITT ini ketika diperiksa dalam darah ditemukan antibodi yang disebut platelet factor 4 atau PF-4. Ini merupakan ciri khas dari kasus TTS atau VITT, khususnya yang terkait vaksin adenovirus, seperti AstraZeneca dan Johnson & Johnson,” ungkapnya.