Georgia menuding LSM dan sejumlah kelompok lain penerima dana asing berusaha menggulingkan pemerintah.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
TBILISI, SABTU — Perdana Menteri GeorgiaIrakli Kobakhidze menuding Amerika Serikat dan pihak asing berulang kali berusaha menggulingkan pemerintahan di Georgia. Washington dituding memanfaatkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan jaringan diplomat.
Kobakhidze mengumumkan tudingan itu lewat unggahan di media sosial pada Jumat (3/5/2024) malam waktu Tbilisi. Unggahan itu merangkum percakapannya dengan staf ahli Departemen Luar Negeri AS, Derek Chollet, dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
Kepada Chollet dan Michel, ia membahas soal Rancangan Undang-Undang Transparansi Pengaruh Asing. AS dan Uni Eropa menilai RUU memberangus kebebasan pers.
”Saya menyampaikan kepada Presiden Dewan Eropa tentang keterlibatan aktif organisasi-organisasi yang didanai asing dalam dua upaya revolusi di Georgia antara tahun 2020 dan 2023,” tulisnya soal pembicaraan dengan Michel.
Kepada Chollet, ia juga menyampaikan tudingan soal keterlibatan asing. ”Menyampaikan kekecewaan mendalam terkait dua percobaan revolusi pada 2020-2023 yang didukung mantan duta besar AS dan dilakukan melalui LSM-LSM yang didanai dari luar,” tulisnya.
Meski tidak menyebut nama, ia mengarah kepada Kelly Colleen Degnan yang menjadi Dubes AS di Tbilisi pada 2020-2023. Kepada Chollet, ia menyebut Degnan berulang kali membuat pernyataan tidak akurat soal Georgia selama ditempatkan di Tbilisi. Degnan dituding mendorong kekerasan oleh kelompok-kelompok Georgia yang didanai asing.
Ia juga menyinggung komentar para pejabat Deplu AS soal Rancangan Undang-Undang Transparansi Pengaruh Asing. Komentar-komentar itu dinyatakan sama salahnya seperti komentar Degnan soal berbagai unjuk rasa di Georgia selama Degnan jadi duta besar di Tbilisi.
Dalam setahun terakhir, berbagai unjuk rasa terjadi di Georgia untuk menolak RUU tersebut. Patai Impian Georgia, partai penguasa, menyebut RUU tidak berbeda dari UU Pendaftaran Agen Asing (FARA) di AS.
FARA mewajibkan semua pelobi kepentingan asing di AS mendaftarkan diri kepada pemerintah. Sementara RUU Georgia mewajibkan semua penerima dana asing mengungkap sumber dana mereka. Hal itu berlaku untuk media massa, LSM, akademisi, hingga kelompok masyarakat.
Partai Impian Georgia menjadi partai penguasa sejak 2012. Didirikan oleh konglomerat Bidzina Ivanishvili, partai itu membawa Georgia lebih dekat dengan Rusia dalam satu dekade terakhir.
Dengan Michel, Kobakhidze juga membahas RUU membahas RUU Perlindungan Anak dan Nilai Keluarga. RUU itu menetapkan, Georgia hanya mengakui pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Georgia juga melarang setiap upaya mengenalkan jender tambahan, identifikasi jender yang berbeda dengan jenis kelamin.
Baik RUU itu maupun RUU Transparansi dinilai tidak sesuai nilai UE yang menerima transjender. ”Saya menggarisbawahi bahwa kita belum mendengar adanya argumen tandingan terhadap usulan undang-undang ini, yang semata-mata bertujuan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas organisasi-organisasi terkait dalam kaitannya dengan masyarakat Georgia,” kata Kobakhidze soal pembicaraan dengan Michel.
Ganggu hubungan
Dalam unggahan terpisah di media sosial, Chollet memilih membahas soal peluang relasi hubungan Tbilisi dengan Barat. Ia menyebut, Tbilisi dinilai berulang kali membuat pernyataan bermusuhan.
Selain itu, pemerintah mendukung aturan yang tidak demokratis. Aturan itu bisa mengganggu peluang relasi Georgia dengan Barat. ”AS mendesak Pemerintah Georgia untuk kembali berkomitmen pada masa depan Euro-Atlantik,” tulisnya di media sosial.
Georgia kini dalam persimpangan soal hubungannya dengan Barat. ”Setelah kemitraan bertahun-tahun, kami menyesal keinginan Georgia soal Euro-Atlantik kini menggantung. Masih ada ruang ke jalur yang diinginkan warga Georgia,” lanjut Chollet.
Sehari sebelum Chollet dan Kobakhidze berkomunikasi, juru bicara Deplu AS, Matthew Miller, juga membahas soal RUU tersebut. ”Kami sangat prihatin dengan aturan yang sedang dibahas di lembaga legislatif Georgia. Kami juga prihatin dan mengecam pernyataan palsu pejabat pemerintah untuk mempertahankan aturan itu,” ujarnya pada Kamis (2/5/2024) di Washington DC.
Dalam pernyataan pada 18 April, Miller juga membahas soal RUU itu. ”Kami sangat kecewa dengan keputusan parlemen Georgia untuk terus membahas RUU ’pengaruh asing’,” ujarnya.
RUU itu disebut didorong oleh Rusia. Jika disahkan, RUU itu bisa mengancam peluang Georgia bergabung dengan Uni Eropa. Padahal, menurut Miller, bergabung dengan UE merupakan keinginan mayoritas warga Georgia.
AS menilai RUU Georgia membatasi kebebasan berekspresi dan menghambat kebebasan pers. ”Kami mendesak semua pihak melindungi hak berkumpul secara damai,” kata Miller. (AP/REUTERS)