Perundingan Gencatan Senjata Gagal, Israel Teruskan Serbuan ke Rafah
Israel berulang kali mengancam akan menggempur Rafah. Tidak ada yang mendukung serbuan itu, AS sekalipun.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
GAZA, JUMAT — Israel mengancam akan meneruskan serbuan besar-besaran ke Rafah di Jalur Gaza selatan, seiring gagalnya perundingan gencatan senjata di Mesir. Pemerintah Israel menyatakan, pasukannya siap menggempur Rafah meski hanya memakai ”kuku”.
Tidak ada yang mendukung serbuan ke Rafah. Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, bahkan mengancam akan menghentikan bantuan persenjataan bagi Israel jika Rafah tetap diserbu. AS menyatakan, serangan ke tempat perlindungan terakhir warga Gaza itu akan membahayakan proses perundingan gencatan senjata.
Delegasi kelompok Hamas yang berunding di Kairo, Mesir, Jumat (10/5/2024), menyatakan, bola kini di tangan Israel. Hamas menyatakan telah menerima proposal gencatan senjata, tetapi Israel menolak mengakhiri perang.
”Praktiknya, penjajah (Israel) menolak proposal yang diajukan para mediator dan menolak sejumlah isu pokok. Maka, bola benar-benar ada di tangan mereka,” sebut pesan Hamas kepada faksi-faksi di Palestina.
Pada Kamis (9/5/2024), militer Israel menyerang sisi timur Rafah. Kehidupan di wilayah itu seakan terhenti dan Rafah menjadi seperti kota hantu. Jet-jet tempur Israel mulai menyerang beberapa lokasi di kota tersebut sejak awal pekan ini.
Laporan koresponden kantor berita AFP dan warga menyebut, serangan tersebut terjadi setiap 10 menit sekali. ”Setiap menit Anda mendengar suara roket dan tidak tahu di mana roket itu akan mendarat,” kata Tarek Bahlul, warga Rafah.
Israel berulang kali mengancam akan menggempur Rafah. Lebih dari 1 juta pengungsi menyesaki Rafah setelah dipaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah-wilayah lain di Gaza akibat serangan Israel. Kota itu juga pusat utama operasi kemanusiaan bagi warga Gaza.
Sejauh ini, militer Israel sudah melancarkan operasi terbatas di timur dan di dekat perbatasan dengan Mesir. Israel menyebut Rafah sebagai benteng terakhir perlindungan kelompok Hamas. Israel meyakini, serangan besar-besaran menjadi kunci kemenangan jika ingin membubarkan Hamas.
Warga dan petugas medis di Rafah menyebut, serangan udara Israel menghancurkan sebuah mesjid, menewaskan setidaknya tiga orang, dan melukai belasan lainnya. ”Ke mana kami harus pergi? Di manakah dunia ini, yang hanya mengawasi kami? Sekarang kami seperti domba,” kata Ahmad Abed, warga Rafah.
Serangan udara lainnya menyasar wilayah Sabra, menewaskan sedikitnya 12 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Menurut petugas medis, di antara korban tewas adalah komandan senior Brigade Al-Mujahidin dan keluarganya serta keluarga pemimpin kelompok lainnya.
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Laksamana Muda Daniel Hagari, kepada media, Kamis, mengatakan, serangan ke Rafah sudah ada dalam agenda mereka. ”Kami memiliki apa yang kami butuhkan (untuk menyerang Rafah),” katanya, sebagaimana dikutip Times of Israel.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan hal itu. Dia menyebut Israel harus mandiri dan memiliki sikap sendiri, tak perlu didikte siapa pun. Dia mengingatkan, kemandirian Israel sudah ada sejak militernya berperang 76 tahun lalu.
”Jika harus berdiri sendiri, kami akan berdiri sendiri. Jika harus, kami akan bertempur dengan kuku kami. Tetapi kami punya lebih banyak daripada kuku, dan dengan kekuatan kami bersama, kami akan menang,” kata Netanyahu, tanpa merujuk pada pernyataan AS.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengancam akan menghentikan pengiriman ribuan bom bagi militer Israel. Biden menyebut, pengiriman bom dihentikan karena digunakan untuk membunuh warga sipil Palestina di Gaza.
”Saya tegaskan, jika mereka (militer Israel) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok senjata yang secara historis telah digunakan untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi penduduk kota tersebut,” kata Biden, dalam wawancara dengan stasiun televisi CNN, Rabu (8/5/2024).
Pemerintah AS mengulangi seruan agar Israel tidak melancarkan operasi skala penuh di Rafah. ”Menyerang Rafah, dalam pandangan Presiden (Biden) tidak akan membuat Israel mencapai tujuannya,” kata juru bicara John Kirby.
Serangan terhadap PBB
Operasional kantor bantuan kemanusiaan PBB bagi warga Palestina (UNRWA) yang selama ini dipusatkan di Jerusalem terganggu setelah warga Israel dua kali membakar perimeter kantor tersebut. Philipe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, mengatakan, serangan itu mengancam nyawa staf PBB dan membuat kegiatan operasional dihentikan.
Serangan itu terjadi seiring tudingan pemerintahan sayap kanan Israel bahwa badan PBB itu menyuplai bantuan kemanusiaan bagi Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya. UNRWA menyangkal hal tersebut. Dalam laporan tinjauan independen bulan lalu, UNRWA menyebut telah menyediakan daftar lengkap ribuan stafnya kepada Israel setiap tahun dan tidak ada keberatan dari Tel Aviv.
Bantuan kemanusiaan sangat diperlukan karena kondisi warga Gaza semakin mengenaskan. Bantuan kemanusiaan dari Jordania tertahan oleh warga Israel sehingga tempat-tempat pengungsian, seperti Deir Al Balah dan Khan Younis, tidak punya cukup persediaan makanan. ”Tidak ada tempat yang nyaman di Gaza,” kata perwakilan juru bicara PBB, Farhan Haq.
Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan, gudang makanan utamanya di Rafah tidak bisa diakses. Satu-satunya toko roti di kota tersebut, kata Haq, juga sudah tidak beroperasi.
Rumah sakit dan berbagai fasilitas medis nyaris lumpuh. Haq menyebut, jika tidak ada bahan bakar yang masuk, beberapa rumah sakit akan mematikan generatornya dalam tiga hari. ”Kami terus menjalin komunikasi dengan semua pihak agar barang kembali masuk, termasuk bahan bakar,” ujarnya.
Akibat aktivitas militer Israel di Rafah, kelompok bantuan medis Project HOPE menutup klinik dan menghentikan bantuan medis keliling mulai Kamis. ”Kehidupan di Rafah saat ini mimpi buruk. Ada pengeboman dan penembakan terus-menerus, hampir setiap 10 menit. Ribuan orang terjebak di sini tanpa tujuan,” kata ketua tim Project HOPE di Gaza, Moses Kondowe, dalam pernyataan. (AP/AFP/REUTERS)