Pro dan Kontra Tanggapi Rencana Pemerintah Kelola Smelter Sitaan Korupsi Timah
Pengelolaan lima smelter sitaan kasus timah bisa bermanfaat untuk ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan masalah baru.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Rencana pemerintah mengelola lima smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang timah sitaan kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah 2015-2022 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian beranggapan, itu penting untuk menumbuhkan kembali geliat ekonomi. Sebagian lain menilai, itu akan menimbulkan masalah baru karena belum ada keputusan hukum tetap dari kasus tersebut.
Seusai rapat koordinasi lintas sektor membahas tindak lanjut penyitaan lima smelter timah di Pulau Bangka, Selasa (23/4/2024), di kantor Gubernur Bangka Belitung, Pangkal Pinang, Pulau Bangka, Kepala Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan, segenap instansi terkait sepakat untuk mengelola lima smelter sitaan kasus korupsi dengan nilai kerugian negara Rp 271 triliun tersebut. Pengelolaan itu akan diserahkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tujuannya, untuk mengantisipasi penurunan nilai aset dan menyelamatkan para pekerja yang terlibat. Smelter-smelter itu memiliki nilai aset yang tinggi. Kalau dibiarkan tidak beroperasi, nilai aset itu akan turun drastis hingga menjadi sekumpulan besi tua. Selain itu, kalau dibiarkan terbengkalai, itu akan berefek negatif lebih parah terhadap perekonomian Bangka Belitung karena sekitar 30 persen mata pencarian masyarakat berasal dari timah.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, lima smelter itu adalah CV VIP berupa sebidang tanah seluas 10.500 meter persegi, PT SIP berupa beberapa tanah dengan total luas 85.863 meter persegi, PT TI berupa beberapa tanah (84.660 meter persegi), dan PT SBS berupa beberapa tanah (57.825 meter persegi). Empat smelter itu berada di Pangkal Pinang. Terakhir, PT RBT berupa sebidang tanah serta beberapa alat berat di Kabupaten Bangka.
Penjual ayam potong di Pasar Besar Pangkal Pinang, Boy (28), saat ditemui, Rabu (24/4/2024), mengatakan, sejak pengungkapan kasus korupsi timah yang di antaranya turut menyeret pengusaha timah asal Bangka Tengah, Tamron alias Aon, per 6 Februari 2024, geliat ekonomi masyarakat menurun drastis. Hal itu terasa betul dalam penjualan ayam potong Boy, dari biasanya ia bisa menjual 50 kilogram per hari menjadi 20-30 kilogram per hari.
”Terlepas dari proses hukum yang sedang terjadi, keberadaan Tamron sangat membantu perputaran uang di masyarakat. Selama ini, Tamron yang menampung atau membeli hasil tambang timah masyarakat dan membayarnya secara langsung. Itu membuat perputaran uang berlangsung cepat sehingga daya beli masyarakat sehari-hari tinggi,” ujarnya.
Selama ini, Tamron yang menampung atau membeli hasil tambang timah masyarakat dan membayarnya secara langsung. Itu membuat perputaran uang berlangsung cepat sehingga daya beli masyarakat sehari-hari tinggi.
Oleh karena itu, pedagang kecil seperti Boy sangat berharap ada langkah bijaksana dari pemerintah untuk mengembalikan daya beli masyarakat seperti sebelumnya. Mendengar ada isu rencana pemerintah mengelola lima smelter yang tersangkut kasus tersebut, Boy pun sangat mendukung karena dianggap akan membantu masyarakat kembali mendapatkan mata pencarian.
”Itu akan sangat membantu untuk memutar kembali perekonomian masyarakat,” kata Boy.
Sangat bergantung timah
Ketua Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bangka Belitung Reniati menuturkan, sejauh ini perekonomian Bangka Belitung masih sangat bergantung pada hasil timah. Saat terjadi masalah dalam industri pertambangan timah, itu akan langsung berdampak negatif yang luas terhadap perekonomian provinsi kepulauan tersebut.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, pada triwulan pertama tahun ini terjadi deflasi di Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan (Pulau Belitung). Hal itu menandakan terjadi penurunan harga jual komoditas bahan pokok yang diakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Dari sisi ekspor, belum ada komoditas yang diekspor dari Bangka Belitung hingga Februari. Itu karena tidak ada timah yang bisa diekspor sehingga memengaruhi sektor-sektor lainnya.
Sebelum kasus korupsi timah terungkap, 83 persen ekspor Bangka Belitung berasal dari timah ataupun industri pengolahan timah. Sisanya 17 persen berasal dari industri pengolahan sawit. ”Saya punya mahasiswa yang bekerja di pelabuhan, dia berkata bahwa aktivitas pelabuhan menurun drastis hingga 50 persen dari biasanya,” kata Reniati.
Hingga akhir 2023, lanjut Reniati, industri pengolahan timah berkontribusi 20,17 persen untuk struktur ekonomi Bangka Belitung. Baru kemudian ada pertanian dengan kontribusi 19,53 persen dan perdagangan 16,4 persen. ”Jadi, saat smelter tidak beroperasi, banyak pekerjanya yang tidak punya mata pencarian. Padahal, pengeluaran rumah tangga masyarakat menjadi sumber terbesar pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung,” terangnya.
Maka itu, Reniati menyampaikan, rencana pemerintah mengelola lima smelter sitaan kasus korupsi timah adalah salah satu langkah yang bijaksana untuk menumbuhkan kembali geliat ekonomi masyarakat. Itu akan membuka kembali keran sumber pendapatan rumah tangga masyarakat yang bisa memutar lagi roda perekonomian Bangka Belitung.
”Dari sisi ekonomi, saya sepakat dengan rencana pemerintah mengelola lima smelter itu, terlepas dari pro-kontra di sisi hukumnya. Untuk jangka panjang, tentu kita berharap semua pihak terkait bisa menjadikan momentum pengungkapan kasus korupsi timah ini sebagai langkah perbaikan tata kelola pertambangan ataupun bisnis timah di sini,” tuturnya.
Tegas menolak
Sebaliknya, Direktur Bangka Belitung Resources Institute Teddy Marbinanda berpandangan berbeda. Dia tegas menolak rencana pemerintah mengelola lima smelter sitaan kasus korupsi timah. Itu karena tidak ada dasar hukum untuk pemerintah mengambil alih pengelolaan smelter-smelter tersebut.
Pertama, yang bisa memutuskan nasib barang sitaan dari perkara korupsi adalah pengadilan. Artinya, kasus itu harus menjalani proses persidangan terlebih dahulu. Sejauh ini, proses hukum kasus itu masih berada di tahap penyidikan, belum dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani persidangan.
”Apa dasarnya negara mengambil alih pengelolaan smelter-smelter tersebut. Apa sudah ada keputusan pengadilan bahwa aset sitaan itu diambil oleh negara. Jikapun diambil oleh negara, pengelolanya harus ditunjuk melalui proses lelang, tidak bisa serta-merta diserahkan kepada Kementerian BUMN, misalnya,” ujar Teddy.
Kedua, Teddy mengatakan, belum ada keputusan hukum tetap terhadap para tersangka kasus tersebut.
”Semua aset yang disita itu milik perseorangan dan orang-orang yang tersangkut kasus tersebut belum memiliki keputusan hukum tetap. Bagaimana kalau nanti tersangka-tersangka itu diputuskan tidak bersalah. Lagi pula, hukum di Indonesia menjunjung asas praduga tak bersalah, yang artinya setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan,” katanya.
Sejak Oktober 2023, Kejaksaan Agung sudah menjerat 16 tersangka terkait kasus korupsi timah. Selain Tamron, ada orang ternama lainnya, seperti perempuan berjuluk crazy rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim, dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis. Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah menyita sejumlah aset dari lima smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang timah dan memeriksa 148 saksi.
Penjabat Gubernur Bangka Belitung Safrizal ZA menuturkan, pro dan kontra pasti terjadi di setiap sektor kehidupan, termasuk dalam rencana pemerintah mengelola lima smelter sitaan kasus korupsi timah. Namun, dari rapat yang berlangsung kemarin, rencana itu adalah salah satu solusi yang diusulkan Kejaksaan Agung.
Melalui rapat itu, Kejaksaan Agung ingin mendengarkan pendapat dari semua pihak, termasuk jajaran pimpinan daerah di Bangka Belitung. ”Tujuannya agar solusi yang ditawarkan itu bisa sesuai dengan situasi yang ada di bawah (di daerah atau akar rumput),” kata Safrizal.