Latimojong Dikepung Longsor, Distribusi via Udara Terhadang Cuaca Buruk
Kecamatan Latimojong di Luwu dikepung longsor. Warga diliputi kekhawatiran karena hujan yang masih terus turun.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kondisi warga kian memprihatinkan di hari keempat bencana longsor di Kecamatan Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan. Hujan yang terus turun menyebabkan kembali terjadinya longsor yang memperparah kondisi. Penyaluran bantuan juga terhadang cuaca yang kerap berkabut.
Persediaan logistik di rumah-rumah warga pun mulai menipis. Pasalnya, saat bencana terjadi, Jumat (3/5/2024), bertepatan dengan hari pasar. Biasanya warga berbelanja berbagai keperluan untuk sepekan pada hari pasar yang ada di dua desa. Kondisi listrik masih terputus sejak awal longsor. Stok bahan bakar untuk menyalakan genset juga menipis.
”Terus terang kami semua sudah khawatir. Ini hujan terus. Berhenti sebentar, hujan lagi. Sudah banyak longsoran baru. Yang bekas longsor lama jadi parah karena tanah dan batu terus jauh. Sekitar 100 meter dari rumah saya, banyak patahan di tebing-tebing. Kami tidak tahu mau ke mana. Kami berharap bisa dievakuasi keluar,” kata Hj Netty (53) di Desa Ulusalu saat dihubungi via telepon, Senin (6/5/2024) sore.
Netty mengatakan, desa-desa di Latimojong bukan hanya terisolasi dari Belopa, ibu kota Luwu, melainkan juga antardesa. Banyak desa yang berjauhan dan tak bisa diakses karena jalan putus. Bahkan, puskesmas dan beberapa tempat yang dijadikan pengungsian mulai tak aman karena tebing di sekeliling dan atasnya mulai berjatuhan.
Saat ini, dengan hujan yang terus-menerus, diperparah aliran listrik yang putus sejak Jumat, warga kian resah. Jaringan komunikasi sebagai besar terputus dan hanya ada di beberapa titik. Itu pun timbul tenggelam.
”Kami mengandalkan lilin dan lampu minyak untuk penerangan. Untuk mengisi baterai HP, kami gunakan genset di tetangga. Malam ini terakhir genset bisa menyala karena bahan bakarnya sudah habis. Besok sudah tidak bisa,” katanya.
Nila Zainuddin (30), warga yang dievakuasi dari Latimojong ke Belopa pada Minggu (5/5/2024), berharap ada tambahan helikopter. ”Sekarang hanya ada dua dan itu terbatas karena di atas pukul 12.00 pasti berkabut. Sementara di gunung ada banyak desa dan tersebar di sana-sini. Pendaratan heli hanya di Dusun Rante Lajang dan tak semua desa bisa terhubung ke pendaratan heli karena longsor di mana-mana,” katanya.
Kepala Pelaksana BPBD Sulawesi Selatan Amson Padolo mengakui kondisi cuaca di Latimojong membuat durasi penerbangan heli jadi terbatas. Padahal, dengan dua heli, paling banyak bantuan yang bisa dibawa 1 ton untuk heli milik TNI AU dan setengah ton untuk heli milik polda.
”Paling banyak dua sampai tiga kali bisa terbang. Setelah itu berkabut lagi. Tentu saja keselamatan semua harus dipertimbangkan. Kami mencoba semua upaya termasuk lewat darat,” katanya.
Untuk bantuan lewat darat, dengan keterlibatan komunitas mobil berpenggerak empat roda, bantuan beras dan berbagai keperluan coba didistribusikan.
Ada dua jalur dari Belopa ke Latimojong, yakni melalui Desa Kadundung dan Rante Balla. Kedua jalur ini sudah putus akibat longsor. Kadundung adalah desa terdekat dari kawasan Latimojong. Namun, dari desa ini, jembatan dan jalan putus. Sungai di bawahnya meluap.
”Teman-teman relawan mencoba menembus sampai Kadundung. Di sana akan diupayakan bantuan melewati sungai dengan tali atau perahu. Setelah itu dibawa secara estafet berjalan kaki atau kendaraan roda dua,” kata Amson.
Perbaikan jalan dan jembatan juga sudah diupayakan. ”Jembatan bailey sudah disiapkan. Kata Kadis PU Luwu, butuh setidaknya 10 hari untuk mobilisasi peralatan hingga pemasangan,” katanya.
Tak hanya di Latimojong, di Wajo, dampak banjir juga masih dirasakan warga. Lumpur yang menutup sebagian besar permukaan di wilayah Siwa membuat distribusi bantuan terkendala. Sejumlah titik bahkan hanya bisa diakses dengan cepat menggunakan heli. Sebanyak 12.000 warga terdampak di wilayah ini.
Di ibu kota Luwu dan sekitarnya, kondisi sebagian wilayah mulai kondusif. Di kawasan yang airnya surut, warga mulai membersihkan rumah. Namun, di beberapa lokasi, ada juga warga yang terisolir akibat luapan sungai yang mengepung permukiman. Ini di antaranya beberapa desa di Kecamatan Suli dan Suli Barat.
”Hari ini kami mengevakuasi sejumlah warga karena lokasi perkampungan mereka terisolir akibat banjir. Mereka dipindahkan dari sisi kiri Sungai Kaili ke sisi kanan sungai karena intensitas hujan di hulu yang meningkat dan dikhawatirkan akan terjebak oleh banjir. Di antara yang kami evakuasi adalah bayi dan anak balita,” tutur Andi Sultan, Kepala Seksi Operasi dan Siaga Basarnas Makassar.
Proses evakuasi memakan waktu cukup lama karena arus sungai yang cukup deras. Evakuasi dilakukan dengan menggunakan tandu yang diikat pada tali yang dibentangkan di atas sungai.