Triliunan Rupiah Benih Lobster Menguap di Jalur Transit Sumsel
Sumsel adalah salah satu jalur utama penyelundupan BBL dengan tujuan Singapura dan Malaysia sebelum ke Vietnam.
Sumatera Selatan menjadi jalur transit penyelundupan benih bening lobster dari Tanah Air ke Vietnam dan Singapura. Tidak tanggung-tanggung, nilainya miliaran rupiah. Negara merugi triliunan rupiah per tahun akibat penyelundupan ini.
Pangkalan TNI AL Palembang menggagalkan rencana penyelundupan benih bening lobster (BBL) sebanyak 99.648 ekor dengan nilai ditaksir mencapai Rp 15 miliar di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (2/5/2024). Menurut rencana, BBL itu akan dikirim ke Singapura dengan tujuan akhir Vietnam.
Komandan Lanal Palembang Kolonel Laut (P) Sandy Kurniawan dalam konferensi pers di Palembang, Senin (6/5/2024), mengatakan, pengungkapan kasus itu bermula dari penyelidikan dan pengumpulan data yang dilakukan tim Intel Lanal Palembang seminggu sebelum penangkapan.
Pada Kamis sekitar pukul 14.00, Lanal Palembang mendapatkan laporan bahwa akan ada pengiriman BBL dari Desa Teluk Betung, Kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin, dengan tujuan Singapura.
Baca juga: Pemerintah Targetkan PNBP Rp 900 Miliar dari Ekspor Benih Lobster
Setelah itu, mereka membentuk tim Fleet One Quick Response (F1QR) yang terdiri dari unit intelijen sebagai tim darat dan Pembinaan Potensi Maritim (Binpotmar) TNI AL Sungai Lilin sebagai tim laut. Kurang lebih pukul 19.00, tim darat melihat ada mobil jenis pick-up warna hitam menuju dermaga di Pasar Sumber, Desa Teluk Betung.
Mobil itu melakukan bongkar muat 18 kotak styrofoam warna putih ke kapal cepat dengan mesin 200 PK. Selang 30 menit kemudian, tim F1QR langsung menangkap empat pelaku, berinisial BA (36), BP (29), RJ (27), dan EW (30).
Tim F1QR pun mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain 99.648 ekor BBL yang dimasukkan ke beberapa kantong plastik bening berukuran kecil di dalam 18 kotak styrofoam tersebut. ”Benih lobster itu terdiri dari jenis pasir dan mutiara. Harga setiap benih lobster itu sekitar Rp 150.000 sehingga nilai keseluruhan barang bukti itu ditaksir mencapai Rp 15 miliar,” ujar Sandy.
Keempat pelaku melanggar Pasal 31 juncto (jo) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Kemudian Pasal 88 jo Pasal 16 Ayat (1) UU No 45/2009 tentang Perikanan. ”Larangan ekspor BBL secara ilegal juga diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7/2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan,” kata Sandy.
Baca juga: Langkah Mundur Ekspor Pasir Laut dan Benih Lobster
Kasus berulang
Sandy menuturkan, peristiwa itu menjadi pengungkapan kasus penyelundupan BBL di wilayah Sumsel yang pertama pada tahun ini.
Sebelumnya, instansi lain pernah mengungkapkan kasus serupa, antara lain tim gabungan Kantor Wilayah Bea Cukai Sumatera Bagian Timur dan Kepolisian Daerah Sumsel menggagalkan penyelundupan 225.664 ekor BBL dengan nilai Rp 33,4 miliar di kawasan Palembang pada 18 Juni 2021. BBL itu akan dikirim ke Malaysia.
Polairud Polda Sumsel menggagalkan penyelundupan 273.870 ekor BBL dengan nilai Rp 27 miliar di perairan Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin, pada 25 Juli 2022. Ditreskrimsus Polda Sumsel menggagalkan penyelundupan 50.616 ekor BBL senilai 6 miliar di Kilometer 329 Jalan Tol Palembang-Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, pada 28 November 2023.
Menurut Sandy, dengan pola yang hampir sama, itu membuktikan bahwa wilayah Sumsel dan Jambi adalah lokasi penghubung atau transit sebelum penyelundup membawa BBL itu ke luar negeri, antara lain Singapura dan Malaysia.
”Biasanya, mereka melakukan penyelundupan pada musim-musim tertentu tergantung masa reproduksi lobster, seperti bulan ini,” ungkap Sandy.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono mengutarakan, pihaknya mengapresiasi keterlibatan Lanal Palembang dalam menggagalkan rencana penyelundupan BBL kali ini. Mereka sangat butuh dukungan semua pihak untuk memberantas penyelundupan BBL.
Itu karena jaringan penyelundup benih lobster sangat luas, yakni ada di hampir semua wilayah perairan Indonesia.
”Itu karena jaringan penyelundup benih lobster sangat luas, yakni ada di hampir semua wilayah perairan Indonesia. Jaringan ini juga sangat sulit dilacak, terutama karena keterbatasan jumlah anggota di Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tutur Pung.
Sangat merugikan negara
Pung mengatakan, penyelundupan BBL sangat merugikan negara karena potensi BBL di Indonesia sangat besar. Setidaknya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan membolehkan penangkapan dan ekspor BBL mencapai 419 juta ekor per 1 April 2024. Kalau harga BBL Rp 50.000-Rp 150.000 per ekor, potensi nilai keuntungan yang bisa didapat negara berkisar Rp 20 triliun-Rp 63 triliun per tahun.
”Di luar potensi 419 juta ekor itu, banyak benih lobster yang dijual secara ilegal ke luar negeri. Kalau tidak diberantas, bisa dibayangkan berapa besar nilai kerugian negara setiap tahun. Maka itu, kita harus bertindak tegas terhadap praktik penyelundupan tersebut dan melakukan pengusutan untuk mencegah serta menghentikannya,” ujar Pung.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menuturkan, Sumsel adalah salah satu jalur utama penyelundupan BBL di Indonesia.
Terbukti, dari data penindakan pelanggaran Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) 2021-2023, terjadi 17 kali penggagalan penyelundupan BBL di Sumsel. Barang bukti BBL yang bisa diselamatkan 2.267.170 ekor yang nilainya mencapai Rp 246.698.250.000.
Baca juga: Masyarakat Sipil Gugat Kebijakan Eksploitasi Benih Lobster
Sejatinya, Singapura ataupun Malaysia bukan tujuan akhir dari BBL selundupan tersebut. Tujuan sesungguhnya adalah Vietnam yang menjadi pusat budidaya lobster di Asia Tenggara. Saat ini, kebutuhan BBL di Vietnam mencapai 600 juta ekor per tahun.
Kalau setengah dari kebutuhan itu dipasok secara ilegal oleh Indonesia, artinya tidak tertutup kemungkinan ada kurang lebih 1 juta ekor BBL dari Tanah Air yang diselundupkan setiap hari. Dengan harga BBL yang rata-rata Rp 150.000 per ekor, Indonesia mengalami kerugian Rp 150 miliar per hari atau sedikitnya Rp 50 triliun per tahun.
Oleh karena itu, Doni meminta BBL jangan hanya dilihat sebagai benda kecil nan halus. Demikian pula dalam setiap pengungkapan penyelundupan, jangan cuma memperhitungkan nilai kerugian dari satu kasus, seperti Rp 15 miliar dalam pengungkapan kali ini.
Semua pihak harus melihat fenomena penyelundupan BBL itu secara holistik. ”BBL jangan hanya dilihat sebagai benda kecil yang mudah dibawa-bawa. Secara luas, akumulasi penyelundupan BBL ini menyebabkan kerugian negara yang sangat besar,” kata Doni.
Baca juga: Kebijakan Eksploitasi Ancam Keberlanjutan Sumber Daya Lobster