Tantangan Abadi Calon Adipati Surabaya
Kemiskinan, banjir, dan angkutan umum menjadi tiga isu strategis dan tantangan abadi bagi calon pemimpin Surabaya.
Pemilihan wali kota Surabaya, Jawa Timur, akan berlangsung pada 27 November 2024 atau tersisa 204 hari dari Selasa (5/7/2024). Sejumlah calon bermunculan, termasuk Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Surabaya Armuji.
Namun, masalah klasik penghambat pemajuan dan kemajuan metropolitan berpopulasi 3,089 juta jiwa ini sudah menunggu. Kanker kehidupan ibu kota Jatim ini terutama adalah kemiskinan, banjir, dan angkutan umum.
Eri-Armuji menjabat sejak 26 Februari 2021 ketika pandemi Covid-19 menyerang. Mereka merupakan pemenang kontestasi pada 9 Desember 2020. Pasangan birokrat-politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini meneruskan rezim Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana. Risma sejak 23 Desember 2020 menjabat Menteri Sosial dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Surabaya Terus Berjuang untuk Merdeka dari Kemiskinan
Saat peralihan estafet kepemimpinan dari Risma ke Eri, Surabaya masih terpukul oleh pandemi Covid-19. Pada 2020, masih ada 145.670 jiwa warga miskin atau 5,02 persen. Jumlah itu naik dibandingkan tahun sebelumnya yang 130.550 jiwa atau 4,51 persen.
Menyelesaikan pemerintahan sepanjang 2021, untuk kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat, pada akhir warsa itu ada 152.490 warga miskin. Kemiskinan menjadi batu sandungan di tahun pertama pemerintahan Eri-Armuji. Namun, dengan beragam program padat karya, jumlah penduduk miskin bisa diturunkan menjadi 138.210 orang pada 2022. Selanjutnya, turun lagi ke 136.370 orang pada 2023.
Dari data itu, situasi sampai dengan saat ini, jumlah penduduk miskin masih di atas situasi 2019 yang sebelum pandemi. Di sisi lain, masa pemerintahan Eri-Armuji seharusnya berakhir 26 Februari 2026.
Namun, pemungutan suara 27 November 2024 berkemungkinan membuat kekuasaan Eri-Armuji tak lima tahun. Mahkamah Konstitusi memang berkeputusan kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) hasil kontestasi 2020 menjabat sampai pelantikan kepala daerah hasil kontestasi 2024. Diasumsikan, pelantikan wali kota baru pada 26 Februari 2025 sehingga masa jabatan Eri-Armuji cuma empat tahun.
Dalam pertemuan beberapa waktu lalu di Balai Kota Surabaya, menurut Eri yang Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), kemungkinan tak menjabat lima tahun itu ada meski belum tentu terwujud. ”Jika masa jabatan terpotong, ya, tidak apa-apa, tetapi kami tetap mendapat hak gaji dan tunjangan selama sisa masa jabatan,” ujarnya.
Nah, masalahnya, jika tidak menyelesaikan masa jabatan lima tahun, sulit dipastikan Eri-Armuji dapat mengentaskan warga dari kemiskinan setidaknya seperti kondisi 2019. Itu belum termasuk masalah-masalah klasik lainnya, yakni penanganan banjir dan peningkatan layanan angkutan umum.
Baca juga: Surabaya Butuh Pendekatan Baru untuk Tangani Banjir
Memulai tahun ini, ada program penanganan 245 lokasi banjir di Surabaya. Lokasi banjir masih jauh di atas jumlah kelurahan (154), apalagi kecamatan (31). Di satu kelurahan ada dua-tiga lokasi banjir. Eri mengklaim, banjir saat ini berbeda dari di masa lalu sejak 1980. Banjir akan surut satu-dua jam, tak seperti sebelum milenium ketiga atau 2000 yang bisa berhari-hari.
Sejak pemerintahan 2005 (Bambang Dwi Hartono), penanganan banjir menjadi salah satu program utama pemerintah. Program ini dilanjutkan di era Risma dan Eri hingga kini. Penanganan banjir dengan pembangunan drainase, penyudetan, dan pengadaan rumah pompa dan mesin pompa. Untuk tahun ini, anggaran penanganan banjir Rp 776 miliar. Jumlah itu naik daripada tahun sebelumnya yang Rp 704 miliar. Di awal masa menjabat, pemerintahan Eri menganggarkan Rp 660 miliar untuk penanganan banjir.
Meski sudah menggelontorkan dana amat besar, masalah banjir bukan berarti sirna dari Bumi Pahlawan. Artinya, wali kota mendatang apakah Eri lagi atau sosok baru masih akan menghadapi masalah klasik yang sama.
Padahal, menurut peneliti senior kebencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo, program penanganan banjir dengan pembangunan jaringan drainase di Surabaya belum dirancang untuk mengatasi curah hujan sampai seabad mendatang. Penanganan banjir menjadi program abadi dari wali kota ke wali kota.
”Di sisi lain, Surabaya juga menghadapi ancaman penurunan muka tanah dan potensi gempa bumi sebab dilewati dua sesar aktif,” kata Amien. Dengan keberadaan di tepi Selat Madura dan mengalami penurunan muka tanah, banjir di masa mendatang bukan sekadar terkait curah hujan, melainkan juga rob dari perairan seperti dialami Semarang, ibu kota Jawa Tengah.
Baca juga: Adu Sakti Bangun Transportasi Surabaya
Di layanan angkutan umum, Surabaya bisa dikatakan tidak berkembang atau malah mundur. Menurut data Dinas Perhubungan Kota Surabaya, pernah ada 58 trayek lyn dengan kekuatan 4.600 mobil penumpang umum. Namun, lyn yang juga disebut bemo itu kalah bersaing karena tidak diremajakan sehingga tidak lagi menarik bagi penumpang. Warga pun beralih ke moda lain, terutama sepeda motor dan mobil pribadi, sehingga kini tersisa 10 trayek lyn yang dilayani sekitar 100 MPU.
Pemerintah menempuh peremajaan jaringan lyn dengan Wirawiri Suroboyo. Ada target sampai akhir tahun ini menghadirkan 174 MPU melayani 23 trayek. Coba bandingkan di masa lalu yang 58 trayek lyn dengan kekuatan 4.600 MPU. Kekuatan yang jauh dari seimbang meski Wirawiri diklaim lebih nyaman karena dilengkapi penyejuk udara dan pembayaran nontunai.
”Saya rasa logika layanannya terbalik. Seharusnya layanan diadakan dulu sebanyak-banyaknya sehingga masyarakat termasuk kami kaum buruh mau menggunakan angkutan umum seperti dulu,” kata Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS) Maria Domin Dhamayanti.
Nasib bus dan minibus kota setali tiga uang. Jumlahnya menyusut drastis dari 1.000 unit berseliweran di terminal-terminal dalam wilayah Surabaya sampai 2011 dan menjadi 100 bus dan minibus. Untuk angkutan bus sudah tersedia jaringan Suroboyo Bus dan Trans-Semanggi Suroboyo yang sejauh ini baru melayani 10 koridor dengan kekuatan kurang dari 50 unit. Pemerintah berencana mengembangkan 9 koridor Suroboyo Bus dan 6 koridor Trans-Semanggi Suroboyo berkekuatan 200 bus sampai 2026. Itu pun masih jauh dari kondisi 2011.
Seharusnya layanan diadakan dulu sebanyak-banyaknya sehingga masyarakat termasuk kami kaum buruh mau menggunakan angkutan umum seperti dulu.
Gigih Prihantono, dosen ekonomi pembangunan Universitas Airlangga, mengatakan, penanganan kemiskinan, banjir, dan penyediaan angkutan umum dapat menjadi isu seksi dalam kontestasi. Penyediaan angkutan umum bisa dikorelasikan dengan kemiskinan yakni membuat pengeluaran masyarakat turun untuk sektor transportasi.
”Saat ini, pengeluaran warga untuk transportasi masih tinggi, di atas 10 persen bahkan 20 persen,” kata Gigih. Tingginya pengeluaran itu terutama karena warga terbebani cicilan kendaraan, terutama sepeda motor, ditambah pengeluaran rutin bahan bakar minyak yang bisa melebihi Rp 1 juta per bulan. Angka ini di atas garis kemiskinan 2023 yang Rp 718.370.
Baca juga: Aparatur Pemkot Surabaya Diminta Maksimalkan Angkutan Umum
Jika tarif angkutan umum terintegrasi bisa terjangkau misalnya Rp 5.000 untuk sehari per orang, pengeluaran untuk transportasi hanya Rp 150.000 per bulan. Angka ini cuma 20 persen dari garis kemiskinan, apalagi 3 persen dibandingkan upah minimum yang Rp 4,725 juta.
Di negara maju, Eropa, terutama Jerman dan Perancis, pengeluaran warga untuk transportasi umum ditekan maksimal 5 persen dari penghasilan. Warga dapat lebih banyak mengalokasikan penghasilan untuk peningkatan kualitas hidup dan kebahagiaan, yakni pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan rekreasi.
Direktur WE Institut Sugeng Siswanto dalam pemaparan Survei Politik dan Jaring Aspirasi Masyarakat Kota Surabaya, Senin (6/5/2024), sejumlah masalah utama yang menjadi atensi publik terhadap calon wali kota ialah pengentasan warga dari kemiskinan dan penyediaan bahan pangan dan kebutuhan pokok (38 persen), ketersediaan lapangan kerja (17,5 persen), dan pelayanan kesehatan prima serta pendidikan (13 persen).
Survei terhadap 1.000 responden dari 100 kelurahan di 31 kecamatan kurun 17-27 April 2024. Hasil survei memperlihatkan Eri dan Armuji sementara masih populer di antara 16 nama yang disebutkan oleh responden untuk maju dalam kontestasi Surabaya. Nama-nama lainnya ialah musisi dan politikus Ahmad Dhani dari Gerindra, Fuad Bernadi dari PDIP, Lucy Kurniasari dari Demokrat, Machfud Arifin mantan Kepala Polda Jatim, Azrul Ananda CEO PT DBL Indonesia dan Presiden Persebaya Surabaya, Tom Liwafa dari PAN, pengacara M Sholeh dari Nasdem, Reni Astuti dari PKS, Musyafak Rouf dari PKB, Adi Sutarwiyono dan Dyah Katerina dari PDI-P, Cahyo Harjo Prakoso dan ayahanda Bambang Haryo Soekartono dari Gerindra.
Di luar itu juga terdengar banyak nama lain. Namun, siapa pun yang akan maju kontestasi dan menjadi pemenang akan kembali menghadapi tantangan klasik, yakni kemiskinan, banjir, dan transportasi. Seperti Bonek (bondo nekat), pendukung Persebaya, yang dikenal dengan semboyan Salam Satu Nyali! Wani!, calon pemimpin Surabaya memang perlu bermodal (bondo) selain biaya, yakni nyali, berani, dan kalau perlu nekat.