Filipina Menguak Problem Lama Sepak Bola Putri Indonesia
Laga kontra Filipina di Piala Asia Putri U-17 kembali menunjukkan, sepak bola putri Indonesia butuh pembinaan serius.
Pertandingan perdana Indonesia di Piala Asia Putri U-17 dalam 19 tahun berakhir dengan kekecewaan dan kesedihan, Senin (6/5/2024). Selepas pertandingan di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, itu, kepala para pemain Indonesia yang tertunduk baru bisa tegak kembali setelah disemangati penonton yang terdiri dari keluarga, suporter Ultras Garuda, dan pelajar Gianyar.
Kekalahan 1-6 dari Filipina jelas menyakitkan bagi para pesepak bola belia ini. Apalagi beberapa di antaranya baru mencatatkan debut. Namun, bagi tim yang baru terbentuk sebulan lalu, penampilan spartan dan perlawanan atas Filipina sebenarnya merupakan capaian luar biasa.
Kiper Gadhiza Asnanza berkali-kali menampillkan aksi gemilang dengan menyelamatkan gawang dari gempuran Filipina yang seperti tidak ada habisnya. Indonesia bahkan bisa menyamakan kedudukan melalui gol Claudia Scheunemann pada menit ke-12. Tendangan kaki kanan Claudia dari jarak sekitar 25 meter dari gawang menciptakan skor menjadi 1-1, sebelum Filipina mencetak lima gol tambahan.
Baca juga: Ditundukkan Filipina 1-6, Jangan Menyerah ”Garuda Pertiwi”!
”Kami mungkin tahu bahwa kami akan mendominasi permainan ini, tetapi Indonesia juga berjuang sampai akhir,” tutur pelatih Filipina Sinisa Cohadzic.
”Mungkin dari segi kebugaran, mereka juga tidak bisa menandingi kami, tapi sekali lagi, ini adalah sesuatu yang menunjukkan bahwa negara ini sedang berkembang. Kami berterima kasih kepada mereka atas upaya yang baik dalam permainan ini,” ujarnya lagi.
Namun, sekuat apa pun perlawanan Indonesia sepanjang pertandingan, yang berbicara pada akhirnya ialah pengalaman dan persiapan matang. Dalam dua hal itu, Indonesia sudah tertinggal sejak awal.
Kendati menjadi debutan di Piala Asia Putri U-17, Filipina memiliki pengalaman dalam kelompok umur ini dengan berjuang di babak kualifikasi. Tim berjulukan ”Filipinas” ini bermain dengan lawan-lawan tangguh, seperti Australia dan Vietnam, untuk mengunci tiket ke putaran final Piala Asia Putri U-17.
Persiapan pun sudah dilakukan jauh-jauh hari. Bahkan, kata pelatih Cohadzic, mereka berlatih secara intensif untuk dua jenis pola permainan. Pertama, setidaknya untuk menjadi dominan dalam permainan, dan satu lagi untuk mengendalikan pertandingan. Mereka melatihnya dengan pergi ke Eropa, bermain melawan tim-tim Inggris dan Swedia. Kini, pemain siap untuk mengubah rencana permainan apa pun sesuai kebutuhan.
Baca juga: Menyambut Kembali Aksi Tim Putri Indonesia di Kancah Asia
Di sisi lain, penampilan apik Filipina juga tak lepas dari perkembangan sepak bola putri secara umum di negara tersebut. Cohadzic tak menampik bahwa kesuksesan timnas Filipina di Piala Dunia membawa minat lebih besar terhadap sepak bola putri. Hal itu membuat sepak bola putri terus menunjukkan peningkatan.
Cohadzic juga mengatakan, dia mendapatkan semua sumber daya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan tim. Dengan perhatian yang besar dari federasi, dia optimistis peningkatan Filipina akan pesat.
”Saya melihat Filipina melonjak dalam beberapa tahun ke depan, jelas mungkin berada di peringkat 20 besar, kami ingin mencapainya. Mudah-mudahan kami bisa mencapainya,” ujar Cohadzic.
Mungkin dari segi kebugaran, mereka juga tidak bisa menandingi kami, tapi sekali lagi, ini adalah sesuatu yang menunjukkan bahwa negara ini sedang berkembang.
Keseriusan Filipina terhadap sepak bola putrinya juga ditunjukkan dengan pengembangan kompetisi. Sejak 2016, Filipina menggelar liga sepak bola putri amatir bertajuk ”The PFF Women’s League” yang diikuti klub dan tim universitas. Liga ini diluncurkan untuk menciptakan kolam talenta yang lebih besar bagi timnas putri.
Filipina tampaknya menyadari bahwa kehadiran liga adalah tolok ukur berjalannya pembinaan sepak bola. Tanpa itu, sulit berharap sepak bola putri akan berkembang.
Liga putri Filipina disetujui oleh Federasi Sepak Bola Filipina (PFF) sebagai liga amatir, menjadi bagian dari Proyek Pembangunan Perempuan FIFA untuk negara tersebut. Di luar dua tahun akibat Covid-19, liga putri Filipina konsisten digelar hingga musim 2023 lalu.
PFF menggelar musim kedua liga putri pada 2018 yang diiringi kesadaran lebih besar untuk pengembangan pemain muda dan pentingnya liga kompetitif untuk timnas. PFF melihat kondisi timnas putri yang prestasinya jalan di tempat, termasuk tidak pernah finis di luar fase grup di Piala Asia Putri.
Baca juga: Mendung di Langit Sepak Bola Putri
Berkat perhatian yang besar itu, kesuksesan Filipina mulai terlihat. Filipina finis keenam di Jordania 2018 saat mereka tampil di Piala Asia Putri. Tahun berikutnya, mereka memenangi medali perunggu pertama di Kejuaraan Putri AFF 2019.
Lalu datanglah lompatan besar. Pada Piala Asia Putri 2022, yang juga merupakan kualifikasi Piala Dunia Putri di benua ini, Filipina mengejutkan pemenang tiga kali Taiwan melalui adu penalti untuk melaju ke empat besar sehingga memastikan kelolosan perdananya.
Kondisi ini berbeda jauh dengan Indonesia. Pada 2019, Indonesia untuk pertama kali menggelar Liga 1 Putri dengan Persib Putri keluar sebagai juara. Namun, ajang itu tidak dilanjutkan dalam tiga tahun selanjutnya akibat pandemi. Bahkan, pada 2021, ketika tiga kasta kompetisi sepak bola putra dan kompetisi yunior telah dijalankan, Liga 1 Putri tetap tidak bergulir.
Di Piala Asia Putri U-17, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak memiliki kompetisi sepak bola putri yang reguler. Negara Asia Tenggara lain yang jadi peserta Piala Asia Putri U-17, Thailand, bahkan memiliki liga semiprofesional dalam dua tingkatan, yaitu Thai Women League 1 dan Thai Women League 2.
Padahal, Indonesia sebenarnya telah menggelar kompetisi sepak bola putri jauh lebih lama daripada Thailand ataupun Filipina. Pada 1982, PSSI pernah menggelar Invitasi Liga Sepak Bola Wanita (Galanita). Kendati hanya berlangsung 11 hari, Galanita mengawali kompetisi resmi untuk tim putri. Namun, problemnya selalu sama. Kompetisi yang berlangsung dalam waktu singkat itu angin-anginan.
Sebenarnya, kompetisi sepak bola putri mulai ramai digelar dalam dua tahun terakhir. Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI), misalnya, menggelar ASBWI Cup U-15 Nasional 2023 selama satu pekan pada Agustus 2023. Pada kelompok umur lebih muda, Djarum Foundation menginisiasi turnamen sepak bola putri bertajuk ”MilkLife Soccer Challenge 2023” untuk kelompok umur U-12 dan U-10.
Baca juga: Piala Asia Putri U-17: dari Asia Menuju Panggung Dunia
Namun, pelatih timnas putri pada 2008-2009, Timo Scheunemann, pernah mengatakan, pembinaan sepak bola putri secara umum keropos apabila jenjang kompetisinya terputus. Terlebih jika tidak ada kompetisi level tertinggi.
Kehadiran kompetisi level tertinggi akan memudahkan pembinaan di level paling bawah. Anak-anak perempuan bisa melihat permainan para pemain sepak bola putri yang membela klubnya, meneladan, bahkan mengidolakannya, lalu terpantik untuk meneruskan jejaknya.
Kompetisi tidak hanya memudahkan pelatih mencari pemain untuk timnas. Kompetisi juga berkolerasi dengan kesuksesan pembinaan.
Pelatih timnas putri Indonesia, Satoru Mochizuki, harus bersusah payah mencari pemain dengan blusukan ke daerah dan melakukan seleksi. Waktunya pun terbilang singkat. Seleksi baru selesai pada akhir Maret lalu, atau dua bulan sebelum Piala Asia Putri U-17.
Baca juga: Momentum Tim Putri Indonesia Petik Pelajaran dari Tim Level Dunia
Mantan pesepak bola tahun 1980-an, Papat Yunisal, menyampaikan, pertandingan melawan Filipina harusnya menjadi momentum bagi banyak pihak untuk menaruh perhatian lebih pada sepak bola putri. Menurut Papat, perhatian itu bisa dalam bentuk pembinaan secara serius mulai akar rumput, termasuk menggelar kompetisi.
Adapun Ketua Umum PSSI Erick Thohir sempat mengamini bahwa ketiadaan kompetisi reguler dari semua tingkatan umur di Indonesia membuat kolam talenta sepak bola putri menjadi terbatas. Namun, PSSI memilih untuk lebih dulu membentuk timnas dengan harapan nantinya bisa mendorong kompetisi.
”Sejak awal, kami mau men-sandwich, jadi timnas terbentuk, kelompok umur ada, lalu training camp jangka panjang sekalian membangun turnamen kelompok umur mulai U-15. Kalau sudah stabil, timnas stabil dua tahun, turnamen stabil, baru kita bisa mendorong liga putri karena talentanya sudah ada,” tutur Erick.
Kekalahan dari Filipina menguak masalah klasik sepak bola putri yang berada di seputar keseriusan pembinaan. Laga tersebut juga memunculkan pertanyaan, seberapa jauh upaya untuk memenuhi janji membangun sepak bola putri?