Indonesia Vs Guinea, ”Garuda Muda” Tertinggal 0-1 lewat Gol Penalti di Babak Pertama
Indonesia sementara tertinggal 0-1 dari Guinea pada babak pertama ”playoff” Olimpiade Paris 2024.
Oleh
PRASETYO EKO PRIHANANTO
·4 menit baca
PARIS, KAMIS — Indonesia sementara tertinggal 0-1 dari Guinea pada laga playoff Olimpiade Paris 2024 di Pusat Latihan Nasional Clairefontaine, Perancis, Kamis (9/5/2024). Gol Guinea dicetak oleh Ilaix Moriba dari titik penalti pada menit ke-28.
Laga ini merupakan kesempatan terakhir Indonesia untuk merebut tiket Olimpiade 2024 setelah gagal pada dua kesempatan sebelumnya di Piala Asia U-23. Namun, Indonesia kesulitan mengimbangi Guinea dan sementara tertinggal setelah kapten Witan Sulaeman melakukan pelanggaran di kotak terlarang yang berbuah penalti untuk Guinea.
Tak diperkuat sejumlah pemain andalan seperti Rizky Ridho dan Justin Hubner, ”Garuda Muda” mengandalkan Rafael Struick sebagai ujung tombak lini depan, didampingi oleh Jeam Sroyer dan Witan Sulaeman. Adapun Marselino Ferdinan, yang dalam beberapa laga sebelumnya bermain di sisi kiri lini serang, ditarik lebih ke belakang untuk memperkuat lini tengah bersama Nathan Tjoe-A-On dan Ivar Jenner.
Guinea diperkuat sejumlah pemain yang bermain di Eropa, salah satunya Ilaix Moriba, pemain didikan Barcelona yang kini bermain untuk Getafe dengan status pinjaman dari RB Leipzig. Selain itu, ada juga Madiou Keita (Strasbourg), Saidou Sow (Auxerre), dan Algassime Bah (Olympiacos Piraeus).
Guinea menekan Indonesia sejak awal pertandingan. Mereka mendapatkan peluang pertama pada menit ketiga melalui tendangan dari luar kotak penalti yang dilakukan oleh Aguibou Camara. Namun, tendangan Camara masih melambung di atas mistar gawang Garuda Muda yang dijaga oleh kiper Ernando Eri.
Pada menit kelima, Indonesia mendapat peluang serangan balik dari situasi sepak pojok Guinea. Sayangnya, Jeam Sroyer sudah berada dalam posisi off-side saat menerima bola dari lini tengah.
Indonesia mencoba membangun serangan dari lini belakang, tetapi masih belum mampu menembus lini bertahan Guinea. Beberapa kali kesalahan umpan di lini tengah justru menimbulkan situasi berbahaya bagi lini belakang Indonesia.
Guinea kembali mendapatkan peluang pada menit ke-13. Beruntung, umpan silang dari sayap kanan di depan mulut gawang Eri berhasil disapu oleh Muhammad Ferarri.
Satu menit kemudian, giliran Garuda Muda mendapatkan peluang melalui Witan. Sayangnya, Witan tidak melakukan tendangan saat sudah terbebas di sisi kanan kotak penalti Guinea dan justru memberikan umpan silang sehingga bola disapu pemain Guinea dan hanya menghasilkan sepak pojok.
Indonesia mendapatkan tembakan tepat sasaran pertama kalinya pada menit ke-18. Pratama Arhan yang menusuk di sayap kiri melakukan tendangan dengan kaki kanan. Namun, tembakannya berhasil ditangkap kiper Guinea, Soumaila Sylla.
Pada menit ke-28, melalui skema serangan balik dari situasi lemparan ke dalam Arhan, Guinea mendapatkan hadiah penalti. Wasit menunjuk titik putih setelah Witan melanggar salah satu pemain Guinea di kotak penalti. Moriba sukses mengeksekusi penalti setelah tendangannya tak bisa diantisipasi Ernando Eri untuk membuat Guinea unggul satu gol.
Marselino mendapatkan peluang untuk menyamakan kedudukan pada menit ke-40. Peluang itu didapat melalui tusukan Marselino dari sayap kiri sebelum melakukan tendangan dari luar kotak penalti. Akan tetapi, tendangan Marselino masih melebar jauh dari gawang Sylla.
Peluang terbaik Indonesia untuk menyamakan kedudukan didapat oleh Struick pada menit ke-44. Akan tetapi, tendangan Struick dari dalam kotak penalti ternyata masih belum mengarah ke gawang.
Kesempatan terbaik
Skuad Garuda Muda memiliki ambisi mengakhiri penantian selama 68 tahun tampil di babak utama Olimpiade. Lolos ke Paris 2024 adalah kesempatan terbaik untuk menorehkan tinta emas baru dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Marselino Ferdinan dan kawan-kawan akan mendapat tempat yang sejajar dengan para legenda Indonesia yang tak akan pernah dilupakan, seperti Ramang, Tan Liong Houw, Maulwi Saelan, Aang Witarsa, serta duo bersaudara Ramlan dan Ramli Yatim.
Bahkan, anak asuhan Pelatih Shin Tae-yong pantas mendapat apresiasi lebih besar karena lolos ke Olimpiade setelah menjalani serangkaian tahapan kualifikasi. Adapun Indonesia ketika lolos ke Melbourne 1956 ibarat mendapat hadiah akibat pengunduran diri Taiwan pada babak kualifikasi.
Menghadapi Guinea tentu bukan perkara mudah, apalagi Indonesia amat buta terhadap kekuatan tim-tim Afrika. Sejak aktif menjalani laga internasional pada 1951, Indonesia baru 15 kali menjajal kekuatan tim-tim Afrika. Hal itu terakhir kali tercipta ketika menjalani dua gim kontra Burundi, Maret 2023.
Indonesia pun pernah sekali menghadapi Guinea. Pertemuan pertama dan satu-satunya itu tercipta pada Ganefo 1965 di Stadion Moranbong, Pyongyang, Korea Utara. Kala itu, Indonesia tumbang 1-3 dari Guinea pada pertandingan yang berlangsung pada 3 Agustus 1965.