”Amicus Curiae” Wujud Atensi Masyarakat Cermati Perkara Pilpres 2024
Banyaknya pengajuan ”amicus curiae” dinilai wujud atensi publik memonitor perkara sengketa pilpres yang disidangkan MK.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pihak yang menyerahkan dokumen amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 masih terus bertambah. Padahal, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan dokumen amicus curiae yang diajukan setelah 16 April 2024 pukul 16.00 WIB tidak akan dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Benny Parapat, selaku perwakilan rohaniwan dan elemen masyarakat sipil mengatakan, amicus curiae mendukung penuh Mahkamah Konstitusi (MK) agar putusannya terkait sengketa hasil Pilpres 2024 dapat memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
”Kami bukan mengatasnamakan kubu 01, 02, ataupun kubu 03, tetapi (kami mengharapkan) keputusan yang seadil-adilnya, yang berdasarkan beberapa fakta dan kesaksian ahli. Jadi, apa pun itu, itu tidak untuk kepentingan kubu 01 dan 03, tetapi untuk kepentingan masyarakat Indonesia,” kata Benny seusai menyerahkan dokumen amicus curiae di Gedung MK, Kamis (18/4/2024).
Kalangan rohaniwan dan masyarakat sipil merasa prihatin dengan situasi proses demokrasi yang kualitasnya sudah menurun setingkat nadir. Situasi tersebut dinilai akan berdampak terhadap nasib bangsa dan negara pada 10-20 tahun ke depan.
Baca juga: Wapres: Jika Pemilu Tak Jujur, Legitimasi Pemerintahan Terpilih Bisa Bermasalah
”Pelanggaran dengan TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), yakni undang-undang yang sudah diterjang, peraturan sudah diabaikan, dan akhirnya terjadi sebuah kecurangan yang luar biasa. Dan ini kezaliman terhadap bangsa dan rakyat Indonesia. Saatnya kita harus bersuara,” ujar Benny.
Baca juga: Gelombang Kritik yang Berujung pada Legitimasi Pemilu
Pihaknya pun berharap MK dapat menjadikan dokumen yang diserahkan amicus curiae sebagai salah satu butir-butir pertimbangan dan dapat mengetuk hati nurani hakim konstitusi. Para hakim MK dapat memakai akal sehat dan etika keagamaan tulus, spiritualitas tinggi, (sehingga) bisa memutuskan seadil-adilnya bagi rakyat Indonesia.
”(Hal) Yang penting kita sudah menyampaikan dan ini sudah termediakan (tersampaikan kepada media). Kita sudah menyampaikan nilai-nilai tersebut,” kata Benny.
Secara terpisah, Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara juga mengajukan surat amicus curiae kepada MK. Anggota Senat Mahasiswa STF Driyarkara, Aida Leonardo, mengatakan, pihaknya mendukung permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
”Dalam surat kami, kami mendukung permohonan dari pemohon dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024. Ada tiga poin yang perlu kami angkat,” ujar Aida.
Baca juga: ”Amicus Curiae” hingga 16 April Pukul 16.00 Akan Dinilai Hakim MK
Pertama, Pemilu 2024 telah memunculkan wajah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Hal itu dapat dilihat dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat calon presiden dan wakil presiden.
Permasalahan etika
”Kedua adalah permasalahan tentang etika. Guru Besar kami di STF Driyarkara, Prof Romo (Magnis Suseno), yang menjadi salah satu saksi ahli di persidangan MK, telah menjelaskan beberapa asas-asas etika yang tampaknya absen dalam pemilu tahun ini,” kata Aida.
Baca juga: Franz Magnis: Memalukan, Presiden Gunakan Kekuasaan untuk Keluarga
Ketiga, Senat Mahasiswa STF Driyarkara meminta kepada majelis hakim konstitusi untuk mencegah dan menghentikan praktik-praktik pemusatan kekuasaan di lembaga eksekutif.
Guru Besar kami di STF Driyarkara, Prof Romo (Magnis Suseno), yang menjadi salah satu saksi ahli di persidangan MK, telah menjelaskan beberapa asas-asas etika yang tampaknya absen dalam pemilu tahun ini.
”Kami memohon agar para hakim mengembalikan rasa percaya warga negara, rasa percaya kami rakyat kepada institusi hukum Indonesia. Agar tidak ada lagi pemecahan dan polarisasi di antara masyarakat,” ujar Aida.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, MK menerima 10 pengajuan permohonan sebagai amicus curiae dari masyarakat pada Kamis. Secara total, sudah ada 33 dokumen amicus curiae yang diterima MK.
”Namun, majelis hakim telah menyepakati amicus curiae yang akan dipertimbangkan ialah amicus curiae yang diterima MK pada 16 April 2024 pukul 16.00 WIB. Sebanyak 14 amicus curiae yang akan dipertimbangkan oleh majelis hakim,” ujar Fajar.
Baca juga: ”Amicus Curiae”, Dipertimbangkan atau Diabaikan MK?
Menurut Fajar, hal ini sudah sejalan dengan tenggat waktu penyerahan kesimpulan dari pemohon, termohon, para pihak terkait, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum. Namun, ia memastikan, MK tetap akan menerima permohonan amicus curiae yang disampaikan setelah 16 April 2024.
Saat ini, hakim konstitusi sedang menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk mencermati setiap keterangan saksi dan alat bukti yang dihadirkan selama persidangan sekaligus merumuskan putusan. Sidang pengucapan putusan diagendakan pada 22 April 2024.
Baca juga: Menanti Putusan MK yang Tak Lagi ”Mahkamah Kalkulator”
Fajar menuturkan, sejauh ini pengajuan amicus curiae pada sengketa Pilpres 2024 merupakan yang terbanyak sepanjang MK menangani perkara hasil pemilihan presiden-wakil presiden. Hal ini menunjukkan ada atensi publik atau masyarakat luas yang ikut memonitor perkara yang sedang disidangkan oleh MK tersebut.
”Seingat saya pada Pilpres 2004, 2009, 2014, 2019 belum ada. Mungkin ini situasi politik yang berbeda dengan sebelumnya. Mungkin juga karena dalil pemohon yang lebih bersifat kualitatif itu bisa jadi memengaruhi. Atau, ada atensi masyarakat terhadap perkara yang diadili oleh MK sehingga amicus curiae itu terpanggil untuk diserahkan kepada MK,” kata Fajar.
Berdasarkan data yang dihimpun MK, ada 10 dokumen amicus curiae yang diserahkan kepada MK pada Kamis (18/4/2024). Dokumen tersebut diserahkan oleh Jenderal (Purn) TNI Tyasno Sudarto, Letnan Jenderal (Purn) TNI Soeharto, Dindin S Maolani, Rizal Fadillah, Marwan Batubara, Mayor Jenderal (Purn) TNI Soenarko, M Mursalin, Syafril Sjofyan, Impian Indonesia, kalangan rohaniwan dan masyarakat sipil, Arief Poyuono, dan Arifin Nur Cahyono.
Baca juga: Megawati dan Mahasiswa Serahkan ”Amicus Curiae” ke Mahkamah Konstitusi
Berikutnya, Senat Mahasiswa STF Driyarkara, Forum Keprihatinan Purnawirawan Perwira Tinggi TNI-Polri, JB Soebtoro, Henry Sitanggang dan Partners, Sutarno dan Wisran, serta Aktivis Reformasi 98.
Sebelumnya, MK juga sudah menerima 23 amicus curiae yang diserahkan Barisan Kebenaran untuk Demokrasi (Brawijaya), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), TOP GUN, Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial FH UGM, Pandji R Hadinoto, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari. Usman Hamid, Abraham Samad, dan lain-lain.
Berikutnya adalah berkas amicus curiae dari UGM-Unpad-Undip-Universitas Airlangga; Megawati Soekarnoputri; dan Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI).
Baca juga: Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi
Kemudian, ada Yayasan Advokat Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN), Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), Stefanus Hendriyanto, Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-Jurdil), Indonesian American Lawyer Association (IALA), Reza Indragiri Amriel, dan Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan.
Selanjutnya, Burhan Saidi Chaniago (Mahasiswa STIH GPL Jakarta), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, M Subhan, Gerakan Rakyat Menggugat (Gram), Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub, serta Habib Rizieq Shihab, Din Syamsudin, Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Martak, dan Munarman.