Kelahiran Kartini pada 21 April yang diperingati sebagai Hari Kartini jadi momentum menyuarakan visi kesetaraan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Elan Kartini dalam memperjuangkan visi kesetaraan bergaung hingga kini. Kelahirannya pada 21 April, yang diperingati sebagai Hari Kartini, menjadi momentum untuk terus menyuarakan emansipasi perempuan di segala bidang.
Namun, hampir 150 tahun setelah kelahiran Kartini, sejumlah tantangan berat masih dihadapi kaum perempuan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Problem ketimpangan jender dalam berbagai bidang terus terjadi sehingga kaum perempuan belum dapat berkontribusi secara optimal dalam pembangunan.
Bahkan, Laporan UN Women, entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, pada Februari 2024 menyebutkan, lebih dari 10 persen perempuan di dunia terjebak siklus kemiskinan ekstrem dan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dollar AS atau Rp 34.400 per hari (Kompas.id, 21 April 2024).
Persoalan itu terutama dipicu diskriminasi di dunia kerja, serta terbatasnya akses pada sumber daya dan aset keuangan. Selain itu, kuatnya stereotipe membatasi partisipasi perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan. Perempuan juga menanggung beban terbesar pekerjaan rumah tangga.
Situasi ini mengakibatkan perempuan memiliki lebih sedikit waktu dan kesempatan mengakses pendidikan dan pekerjaan berbayar. Perempuan juga menghadapi dilema tuntutan pekerjaan dan rumah tangga sehingga kerap kali harus memilih di antara keduanya.
Sejumlah hal itu yang menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja. Secara global, 61 persen perempuan usia kerja masuk angkatan kerja dan mayoritas bekerja di sektor informal, sedangkan 90,6 persen pria masuk angkatan kerja. Adapun di Indonesia, Badan Pusat Statistik 2023 mencatat angkatan kerja laki-laki sebanyak 83,98 persen dan perempuan 53,98 persen.
Ketimpangan jender
Dari Laporan Ketimpangan Jender Global 2023, Indonesia menempati posisi ke-87 dari 146 negara dalam upaya menutup kesenjangan jender. Skor yang dimiliki Indonesia 0,697, hanya naik 0,001 poin dibandingkan tahun 2022. Data ini mencerminkan problem kesetaraan masih jadi pekerjaan rumah.
Peringatan Hari Kartini hendaknya tak hanya sebatas seremoni atau perayaan, tetapi juga menjadi momentum untuk mewujudkan kesetaraan.
Padahal, riset Doepke dan Tertilt yang diterbitkan dalam jurnal Economic Growth (2019) mengungkapkan, ibu membelanjakan lebih banyak uang bagi anak-anak dan berinvestasi lebih banyak pada sumber daya manusia. Jadi, uang yang dikelola perempuan lebih menyejahterakan anak-anak daripada jika dikelola kaum pria.
Karena itu, upaya menutup kesenjangan jender di dunia kerja mendesak untuk dilakukan. Salah satua perlu ada kebijakan yang mendukung perempuan berkeluarga agar bisa tetap bekerja, misalnya melalui penyediaan tempat penitipan anak di lingkungan kerja.
Peringatan Hari Kartini hendaknya tak hanya sebatas seremoni atau perayaan, tetapi juga menjadi momentum untuk mewujudkan kesetaraan. Dengan demikian, perempuan bisa berkontribusi secara optimal untuk kemajuan bangsa.