Amnesty International: Ruang Kebebasan Sipil Mengkhawatirkan, Kondisi HAM Melemah
Amnesty mencatat kondisi HAM melemah. Hal ini ditandai 95 serangan terhadap pembela HAM pada 2023 dan korban 268 orang.
Warga asal Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, beserta mahasiswa berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) di Kota Padang, Sumbar, Senin (31/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia atau HAM untuk berekspresi membuat ruang kebebasan sipil semakin sempit. Orang-orang yang menyampaikan pendapatnya secara damai justru ditanggapi dengan kekerasan oleh aparat keamanan. Pemerintah diharapkan segera mengambil kebijakan dengan mengacu pada prinsip HAM.
Tahun 2023 menunjukkan situasi HAM di Indonesia masih suram. Itu terlihat dalam kebebasan berkumpul dan berekspresi yang semakin terbatas. Selain itu, masih terjadi kasus pembunuhan di luar hukum, penyiksaan dan beragam perlakuan yang tidak manusiawi, serta sempitnya hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan, ada kemunduran situasi HAM secara global, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, Amnesty menyoroti terkait kebebasan sipil, berekspresi, dan berpendapat.
”Kami sangat khawatir dengan menyempitnya ruang kebebasan sipil di Indonesia. Masyarakat saat ini seakan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapatnya secara damai,” kata Wirya seusai peluncuran laporan tahunan Amnesty International di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Baca juga: Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Selesai
Selain Wirya, pembicara kegiatan ini yakni anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah; Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur; pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini; dan peneliti Pusaka Bentala Rakyat, Ambrosius Mulait.
Kami sangat khawatir dengan menyempitnya ruang kebebasan sipil di Indonesia. Masyarakat saat ini seakan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapatnya secara damai.
Menyempitnya ruang kebebasan sipil itu terlihat dari penangkapan terhadap 18 orang yang sedang menginap di Masjid Raya Sumatera Barat selama aksi protes terhadap rencana pembangunan kilang minyak dan petrokimia di Nagari Air Bangis, Sumatera Barat, Agustus 2023.
Di bulan dan tahun yang sama, aparat keamanan menangkap tujuh orang dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di kota Bandung, Jawa Barat, yang memprotes rencana penggusuran sekitar 300 warga yang bermukim di Dago Elos. Beberapa orang dilaporkan terluka akibat penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi.
Wirya mengatakan, protes itu dilakukan secara damai oleh warga. Mereka memprotes pembangunan yang terjadi secara berlebihan, tetapi justru ditanggapi dengan kekerasan oleh aparat keamanan.
Salah satunya, insiden penahanan dan penyiksaan sewenang-wenang dalam konteks operasi militer di Kabupaten Nduga.
Selain dua peristiwa itu, pihak berwenang juga mengadili orang-orang yang menggunakan hak atas kebebasan berekspresi, seperti mereka yang menyerukan kemerdekaan Papua. Tiga aktivis Papua dipenjara sepanjang tahun 2023 karena menyampaikan pendapat mereka. Selain itu, terdapat 26 kasus pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dengan korban 58 orang.
Perlakuan tak manusiawi
Amnesty menyoroti penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, khususnya di Papua. Salah satunya, insiden penahanan dan penyiksaan sewenang-wenang dalam konteks operasi militer di Kabupaten Nduga.
Pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya terlihat dari kegagalan pemerintah berdialog dan proses uji tuntas proyek Rempang Eco City, Kepulauan Riau. Proyek ini merelokasi 7.500 warga dari 16 desa. Aparat keamanan membalas protes pengunjuk rasa dengan meriam air, gas air mata, dan peluru karet. Sebanyak 20 pengunjuk rasa terluka dalam kejadian tersebut.
Amnesty mencatat, terdapat 95 serangan terhadap pembela HAM di Indonesia pada 2023 dengan total jumlah korban 268 orang. Jumlah korban tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2019. Jumlah tersebut naik 63 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 168 korban.
Wirya mengatakan, pelanggaran HAM terhadap kebebasan sipil tidak hanya terjadi pada 2023. Pada tahun sebelumnya, beberapa protes damai yang dilakukan masyarakat sipil seperti terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau omnibus law dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga ditanggapi dengan kekerasan secara berlebihan oleh aparat keamanan.
Komnas HAM telah menerima dan memproses pengaduan terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat sebanyak 73 aduan selama periode Januari 2020 sampai dengan Februari 2024.
Anis Hidayah mengungkapkan, Komnas HAM telah menerima dan memproses pengaduan terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat sebanyak 73 aduan selama periode Januari 2020 sampai dengan Februari 2024. Salah satu kasus yang mendapatkan perhatian khusus dari Anis yakni vonis tujuh bulan penjara terhadap aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang memprotes pencemaran limbah tambak udang di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.
Dari 73 aduan tersebut, terdapat 11 aduan terkait kasus dugaan pelanggaran terhadap UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, kriminalisasi akibat tuduhan pencemaran nama baik, di antaranya terkait kritik terhadap sistem perekrutan calon pegawai negeri sipil di Aceh, Surabaya (Jawa Timur), dan beberapa wilayah lainnya.
Pemerintah Indonesia seharusnya memandang HAM sebagai jati diri bangsa, bukan bagian dari upaya cari panggung di internasional. Setiap tahapan mulai dari perencanaan, kebijakan, penganggaran, serta pembuatan undang-undang, kebijakan, dan peraturan seharusnya mengacu pada prinsip HAM.
Baca juga: HAM dan Demokrasi Indonesia Dinilai Masih Stagnan, Perlu Komitmen dan Terobosan Baru
Muhamad Isnur mengatakan, Pemerintah Indonesia seharusnya memandang HAM sebagai jati diri bangsa, bukan bagian dari upaya cari panggung di internasional. Setiap tahapan mulai dari perencanaan, kebijakan, penganggaran, serta pembuatan undang-undang, kebijakan, dan peraturan seharusnya mengacu pada prinsip HAM.
Ambrosius Mulait mengungkapkan, pemerintah mengutamakan pendekatan pembangunan di Papua yang dilindungi oleh militer. Di sisi lain, masyarakat yang memiliki tanah justru tidak bebas dalam beraktivitas. Ia berharap pemerintah menjelaskan status wilayah Papua. Jika Papua menjadi wilayah operasi militer, masyarakat akan mencari tempat yang aman ketika terjadi konflik. Hal itu bertujuan untuk menghentikan korban dari warga sipil.