Menaksir Untung ”Profesi” Juru Parkir Liar
Juru parkir liar diperkirakan dapat meraup uang kutipan hingga belasan juta rupiah per bulan.
Juru parkir liar diperkirakan dapat meraup uang kutipan hingga belasan juta rupiah per bulan. Belakangan ini, keberadaan juru parkir liar sedang menjadi sorotan publik. Sebagian masyarakat mulai merasa tidak nyaman menghadapi banyaknya juru parkir liar di berbagai tempat yang disinggahi. Selain soal status legalitas yang dipertanyakan, khalayak juga menggugat muara dari uang parkir yang mereka berikan.
Keberadaan juru parkir liar itu dianggap semakin meresahkan publik ketika beberapa dari mereka mematok tarif parkir secara semena-mena tanpa dasar aturan yang jelas. Apalagi, tidak sedikit juru parkir liar yang marah dan memaksa apabila tidak dibayar (Kompas.id, 3/5/2024). Tidak heran, sebagian masyarakat menganggap juru parkir liar tidak ubahnya preman yang melakukan praktik pungutan liar secara bebas.
Penolakan masyarakat terhadap juru parkir liar sempat terekam dalam jajak pendapat Kompas pada 20-22 Desember 2021. Hasil jajak pendapat menunjukkan, setidaknya 84,2 persen responden menyatakan tidak setuju dengan keberadaan juru parkir liar. Sementara itu, tidak kurang dari 73,5 persen responden juga menyatakan dengan tegas juru parkir liar justru mengganggu bagi mereka.
Aparat keamanan pun menanggapi keresahan itu dengan melakukan operasi penertiban. Salah satu obyektif operasi yang menjadi prioritas adalah juru parkir liar di area parkir minimarket. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, parkir di depan minimarket seharusnya gratis alias tidak dipungut biaya sepeser pun. Bahkan, pihak pengelola pun tidak diperkenankan menarik biaya parkir dari para pelanggannya (Kompas.id, 3/5/2024).
Baca juga: Berantas Juru Parkir Liar di Minimarket, Dishub DKI Gandeng Satpol PP
Meski kerap dimusuhi masyarakat dan dikejar-kejar aparat, nyatanya juru parkir liar tetap bertahan dan bahkan semakin menjamur. Mau bagaimana pun, ”profesi” juru parkir liar memberikan kesempatan kerja bagi siapa pun. Ini karena satu-satunya prasyarat utama untuk dapat menjadi seorang juru parkir liar adalah kondisi fisik yang fit.
Pekerjaannya pun tergolong mudah dan sederhana, yakni hanya mengarahkan, merapikan, dan menjaga kendaraan yang parkir. Toh, ini pun tidak wajib dilakukan karena sejatinya tidak ada aturan baku apa pun yang mengikat si juru parkir liar dalam menjalankan pekerjaannya.
Sangat menguntungkan
Di luar semua kemudahan itu, alasan utama di balik eksistensi juru parkir liar tentu saja terkait jumlah penghasilan yang bisa dibilang sangat menggiurkan. Untuk dapat menghitung estimasi pendapatan dari juru parkir liar di minimarket, pertama-tama perlu diketahui jumlah pengunjung harian dari sebuah minimarket. Dalam hal ini, Litbang Kompas menggunakan data dari sedikitnya 12 penelitian yang berbeda (Lestasi, P. I. 2021; Siregar, H. F. A, Sampurna, D. S. 2020; Hati, P. D. P. 2023; Vilitomo, W. 2022; Mandaras, F. 2016; Hafidza, S. S. 2022; Waturandang, M. M. F., Ruata, S. N. C., Andrias, J. 2021; Kartono, E. 2020; Astana, I. G. M. O., Widiatmika, I. N. 2017; Kevin. 2022; Pradana, A. A. 2018; Waliulu, F. H. 2017).
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, diketahui bahwa sebuah minimarket rata-rata dapat dikunjungi hingga 277 orang per hari. Jumlah pengunjung paling sedikit adalah sembilan orang per hari, sedangkan jumlah paling banyak adalah 840 pengunjung per hari.
Selanjutnya, diasumsikan bahwa 90 persen pengunjung minimarket menggunakan kendaraan bermotor, sedangkan 10 persen lainnya berjalan kaki atau bersepeda. Dari jumlah yang menggunakan kendaraan bermotor, perlu dicari rasio antara yang menggunakan sepeda motor dan mobil. Berdasarkan penelitian tesis Retyaningsih dari Universitas Islam Indonesia pada 2018, diketahui bahwa rata-rata proporsi kendaraan pengunjung minimarket adalah 90 persen sepeda motor dan 10 persen mobil.
Dengan demikian, bisa diasumsikan bahwa sebuah minimarket rata-rata bisa didatangi 224 motor dan 25 mobil per hari. Adapun tarif yang dikenakan oleh juru parkir untuk sepeda motor umumnya adalah Rp 2.000 dan Rp 5.000 untuk mobil.
Menggunakan asumsi ini, dapat diperkirakan seorang juru parkir di sebuah minimarket dapat meraup sekitar Rp 573.000 per hari atau Rp 17.190.000 per bulan. Apabila sebuah minimarket dijaga oleh dua orang juru parkir liar, masing-masing bisa memperoleh Rp 8.595.000 atau nyaris tiga kali lipat dari rata-rata Upah Minimum Provinsi se-Indonesia pada 2024.
Baca juga: Kisah Juru Parkir Siluman di Halaman Minimarket Jakarta
Dalam kondisi paling sepi, yakni sekitar sembilan pengunjung per hari, estimasi paling bawah dari pendapatan juru parkir liar di minimarket berkisar di angka Rp 570.000 per bulan. Namun, jika menggunakan estimasi maksimal dengan 840 pengunjung per hari, juru parkir liar dapat membawa pulang hingga Rp 52.200.000 rupiah tiap bulannya. Dengan modal yang superminim, seperti rompi, topi, dan peluit saja, tentu saja penghasilan sebesar ini sangat menguntungkan bagi juru parkir liar.
Perlu diperhatikan bahwa penghitungan ini masih sebatas estimasi kasar dengan ketersediaan data yang terbatas. Untuk menghasilkan hitungan yang lebih presisi, diperlukan data yang akurat terkait jumlah frekuensi kunjungan dan volume kendaraan berdasarkan tipenya di minimarket.
Pun demikian, setidaknya ini dapat memberikan gambaran betapa besarnya jumlah rupiah yang bisa dihasilkan dari ceruk jasa parkir liar di minimarket. Mengingat bahwa umumnya uang tarikan parkir liar mengalir ke kantong pribadi oknum tertentu, tentu saja hal ini akan menjadi kerugian besar bagi pemerintah daerah.
Kerugian pemerintah daerah
Perparkiran merupakan salah satu sumber pundi bagi pemerintah daerah. Dalam beleid UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa pemerintah daerah dapat menjadikan parkir sebagai sumber pemasukan asli daerah (PAD) dalam tiga bentuk.
Pertama adalah dengan menetapkan jasa parkir sebagai obyek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Pemerintah menetapkan tarif maksimal PBJT untuk jasa parkir adalah 10 persen. Pembayaran PBJT jasa parkir ini dilakukan oleh pelaku penyedia tempat parkir atau pelayanan memarkirkan kendaraan (valet) yang memungut biaya parkir kepada konsumen.
Selanjutnya, pemerintah daerah dapat menarik langsung biaya parkir kepada pengguna parkir melalui retribusi jasa umum dan retribusi jasa usaha. Karena dilakukan langsung oleh pemerintah, petugas pemungut retribusi wajib memberikan surat ketetapan retribusi daerah (SKRD) dalam bentuk karcis atau dokumen lain yang dipersamakan kepada pengguna lahan parkir. Dari aturan ini, sudah jelas bahwa juru parkir liar yang menarik tarif parkir tanpa karcis resmi tidak berkontribusi sepeser pun terhadap pendapatan daerah.
Baca juga: Menanti Peran Pemerintah Atasi Problem Juru Parkir Liar
Kota Yogyakarta dapat menjadi contoh kasus betapa besar potensi pemasukan daerah yang malah masuk ke dalam kantong para juru parkir liar. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Yogyakarta pada 2022, terdapat 179 minimarket yang tersebar di 14 kelurahan.
Apabila menggunakan model penghitungan yang sama dan diasumsikan hanya 70 persen minimarket yang dijaga oleh juru parkir liar, potensi perputaran uang dari praktik parkir liar di minimarket di Kota Yogyakarta dapat mencapai Rp 26,2 miliar per tahun. Jumlah ini sudah mencapai hampir dua kali lipat dari seluruh PAD Kota Yogyakarta tahun 2023 dari sektor perparkiran, yakni Rp 14 miliar.
Besarnya potensi nilai dari parkir liar ini tentu adalah kerugian besar bagi masyarakat dan pemerintah. Uang dari masyarakat dengan demikian bukannya mengalir ke kas daerah yang bisa digunakan untuk berbagai kepentingan umum, melainkan malah memperkaya segelintir juru parkir liar yang tidak ada dasar hukumnya.
Alternatif kerja sama
Di tengah berjalannya berbagai operasi penertiban juru parkir liar, pemerintah sebenarnya dapat bekerja sama dengan pihak ketiga sebagai pengelola parkir untuk mencegah hilangnya potensi pendapatan ke pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai contoh, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki skema bagi hasil retribusi parkir antara pemerintah daerah dan pengelola parkir. Hal ini diatur dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta No 149/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kota Yogyakarta No 2/2019 tentang Perparkiran.
Berdasarkan aturan itu, skema bagi hasil antara pemerintah daerah dengan pengelola parkir dibagi ke dalam tiga kawasan. Diurutkan dari kawasan I, II, dan kawasan III, rasio bagi hasil tersebut adalah 60:50:40 persen untuk pemerintah daerah dan 40:50:60 persen untuk pengelola parkir.
Baca juga: Parkir Liar Masih Marak di Jakarta, Pembenahan Sistem Krusial
Jika Pemerintah Kota Yogyakarta memutuskan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga guna menarik retribusi parkir di minimarket, berdasarkan skema tersebut pemerintah daerah dapat memperoleh tambahan pemasukan Rp 16 miliar-Rp 10,6 miliar per tahunnya. Hal ini tentu jauh lebih baik ketimbang seluruh potensi pendapatan dikeruk oleh juru parkir liar yang tidak dapat mempertanggungjawabkan penghasilannya.
Sembari menanti upaya pemerintah, masyarakat dapat mulai meningkatkan ketegasan untuk tidak memberikan uang parkir kepada juru parkir liar. Apabila juru parkir liar memaksa atau bahkan mengancam dan menggunakan tindak kekerasan, masyarakat dapat melaporkan kepada polisi menggunakan Pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Berdasarkan beleid ini, tindakan pemerasan yang dilakukan juru parkir liar dapat dipidana paling lama sembilan tahun.
Keberadaan juru parkir liar telah mengganggu kenyamanan masyarakat luas dan merugikan pendapatan pemerintah daerah. Namun, jika ditilik secara lebih mendalam, eksistensi mereka sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari sulitnya mendapat pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Jika sudah demikian, satu-satunya jalan terbaik untuk dapat memberantas juru parkir liar adalah dengan menciptakan lapangan kerja seluas mungkin dengan akses yang terbuka dan upah yang layak. (LITBANG KOMPAS)