Petronela Merauje, Ekspresi Perempuan dalam Menjaga Hutan Mangrove
Bagi Mama Nela, mangrove sebagai sumber penghidupan masyarakat harus terus dijaga dengan pemberdayaan kaum perempuan.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
Bagi kaum perempuan Enggros, hutan mangrove sebagai warisan leluhur merupakan sumber penghidupan yang sangat berarti. Mereka memegang hak prerogatif dalam pemanfaatannya, sekaligus menjadikan ”hutan perempuan” ini sebagai tempat kebebasan dalam berekspresi.
”Sejak zaman moyang kami, mangrove diwariskan kepada perempuan yang mengelola, makanya kami sebut sebagai hutan perempuan. Kami juga memegang tanggung jawab untuk terus menjaga ekosistem ini,” kata Petronela Merauje (43) atau Mama Nela di Kampung Enggros, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (9/5/2024).
Belasan tahun terakhir, Mama Nela menjadi sosok perempuan Enggros yang terus konsisten menggaungkan pelestarian lingkungan demi keberlanjutan mangrove di Teluk Youtefa, ini. Ia juga konsisten memberdayakan kaum perempuan Enggros memanfaatkan berbagai potensi mangrove hutan perempuan.
Mama Nela bercerita, warisan pemanfaatan ini telah turun-temurun diberikan kepada kaum perempuan di dua kampung di Teluk Youtefa, yakni Enggros dan Tobati. Dua kampung ini saling berdampingan di dekat Jembatan Youtefa.
Kaum laki-laki diberi hak dalam memanfaatkan berbagai potensi yang ada di laut. Sementara kaum perempuan menjadi penjaga sekaligus pengambil manfaat dari hutan mangrove yang ada.
Maka, tidak mengherankan, kaum perempuan bebas berekspresi di dalam hutan perempuan. Tempat ini menjadi pertemuan mereka untuk saling berbagi banyak cerita tentang kehidupan.
Kaum laki-laki hanya diperbolehkan masuk ke dalam hutan untuk keperluan tertentu serta mendapat izin secara adat. Ruang bebas ini membuat perempuan Enggros tidak ragu untuk menanggalkan pakaian saat sedang beraktivitas mencari kerang ataupun kepiting.
”Di dalam mangrove itu lumpur. Biar memudahkan dalam bergerak dan pakaian tidak terkena lumpur, maka harus telanjang. Ini juga menjadi seperti terapi untuk badan,” tutur Mama Nela.
Sementara itu, Mama Nela merasa perempuan Enggros perlu semakin peka pada kondisi mangrove di tengah pembangunan kota yang terus berkembang. Ancaman limbah dan deforestasi menjadi sebuah keniscayaan yang bisa mengancam ekosistem sumber kehidupan mereka.
”Ini adalah hutan kami, hutan perempuan. Jadi, kami juga yang bertanggung jawab menjaga kawasan untuk keberlangsungan ekosistem ini ke depan,” ujarnya.
Memulai kepedulian
Awal kepedulian Mama Nela dimulai saat ia melihat berbagai dampak laju pembangunan Kota Jayapura. Sampah, misalnya, Teluk Youtefa menjadi muara sampah urban yang berasal dari rumah tangga dan industri di sekitar Distrik Abepura. Selain itu, kebutuhan ruang pembangunan kota juga semakin mengikis areal lahan mangrove di Teluk Youtefa.
”Sampah rumah tangga dan industri semakin banyak yang bermuara ke teluk. Selain itu, pemanfaatan ruang terbuka juga semakin mengurangi hutan mangrove kami,” tuturnya.
Pada 2011, ia bersama kalangan muda peduli lingkungan di Jayapura bergabung dalam Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG). Selama bertahun-tahun, gerakan ini aktif dalam penanaman mangrove serta membersihkan Teluk Youtefa dari sampah rumah tangga.
Dalam perjalanannya, komunitas mengalami pasang surut. Namun, ia tetap bertekad untuk melanjutkan kepedulian pada lingkungan, khususnya demi keberlangsungan hutan perempuan.
Sejak zaman moyang kami, mangrove diwariskan kepada perempuan yang mengelola, makanya kami sebut sebagai hutan perempuan. Kami juga memegang tanggung jawab untuk terus menjaga ekosistem ini.
Pada 2018, Mama Nela mendirikan Sanggar Ibayauw untuk memanfaatkan potensi dari produk turunan mangrove serta kerajinan tangan dari daur ulang sampah plastik. Ia mengajak belasan ibu rumah tangga di Kampung Enggros bergabung dalam sanggar tersebut.
”Buah dari mangrove itu bisa dimanfaatkan sebagai jus ataupun manisan. Selain itu, di sanggar saya juga memberdayakan mama-mama membuat produk kerajinan seperti tas, vas bunga, gelang dari sampah-sampah yang bermuara di hutan mangrove,” ujarnya.
Di sisi lain, ia juga membuat gerakan agar masyarakat bisa mandiri dalam membersihkan dan mengelola sampah rumah tangga. Lewat Komunitas Monj Hen Wani yang dibentuk pada 2023 lalu, ia rutin melakukan gerakan swadaya pengelolaan sampah rumah tangga sebagai ikhtiar mengurangi sampah yang mengarah ke Teluk Youtefa.
Berkat berbagai kontribusi dan kepedulian selama bertahun-tahun, Mama Nela meraih penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penghargaan kepada sosok yang dianggap berkontribusi dalam pelestarian lingkungan ini diberikan langsung oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada Juni 2023.
“Penghargaan ini menjadi motivasi secara pribadi untuk berbuat lebih banyak lagi. Ini juga semoga membuat perempuan lain, khususnya di Jayapura ini, mau bergerak. Ketika perempuan semakin menyadari begitu banyak manfaat ini, mereka akan semakin tergerak dalam menjaga mangrove,” katanya.
Di sisi lain, Mama Nela juga merasa dengan hutan yang semakin terjaga, ada potensi lain yang bisa dimanfaatkan dari mangrove Teluk Youtefa. Ia melihat nilai eksklusif hutan perempuan bisa menjadi potensi wisata yang menarik.
Ia melihat hutan perempuan bisa menjadi wisata eksklusif bagi kaum hawa. Kehadiran wisata perempuan ini diharapkan membuat ibu rumah tangga semakin antusias menghasilkan dan memasarkan berbagai produk olahannya.
”Ini seharusnya menjadi daya tarik. Nantinya wisatawan diajak melihat cara-cara dalam menangkap kerang atau kepiting. Selain itu, wisatawan juga bisa diajak berendam dengan kebebasan bertelanjang tadi. Ini bisa menjadi sebagai terapi alami,” ucapnya.
Lebih dari itu, Mama Nela ingin berbagai gerakan ini mampu menggerakkan kalangan perempuan lintas generasi di Enggros untuk terlibat dalam menjaga lingkungan. Dengan begitu, ekosistem yang terbentuk ini akan bersama-sama menjaga keberlanjutan hutan perempuan sebagai warisan leluhur dan pemberi penghidupan.
Petronela Merauje
Lahir: Jayapura, 21 Februari 1981
Pendidikan: D-3 Manajemen Akademi Sekretari dan Manajemen Indonesia Jayapura (2014-2018)
Penghargaan: Peraih Kalpataru 2023 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan