Gerakan mural “Solo is Solo” kembali dihelat di Solo, Jawa Tengah. Dengan mengusung tajuk “Solo is Solo is street art”, gerakan ini ingin mengangkat dan memberdayakan sepanjang kawasan Jalan Gatot Subroto sebagai ruang publik yang artistik dan estetik dengan seni mural.
Dalam program yang digelar, Sabtu-Minggu (27-28/10/2018), muralis, warga, serta Pemerintah Kota Solo berkolaborasi. Kegiatan ini melibatkan lebih dari 100 muralis yang berkarya di puluhan bangunan di sepanjang Jalan Gatot Subroto. Kawasan itu antara lain, gang-gang kampung di Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo yang terhubung dengan Jalan Gatot Subroto, dan sebagian di Jalan Slamet Riyadi area Pasar Pon, hingga Nonongan.
Dinding dan pintu-pintu toko di kawasan itu menjadi kanvas besar bagi para muralis. Karya-karya mural mereka bisa dinikmati seluruhnya saat toko-toko tutup mulai sekitar pukul 21.00-08.00. Sebagian mural-mural tersebut merupakan karya baru, sisanya mural tahun 2017 yang masih dipertahankan.
Program “Solo is Solo” ini merupakan kelanjutan program pertama yang digelar tahun 2017. Direktur Program Solo is Solo, Irul Hidayat menuturkan, ada lebih dari 50 mural. "Karya itu berasal paling tidak dari 50 kelompok mural di Solo dan daerah sekitarnya," katanya.
“Tujuan dari program ini adalah terbentuknya sinergi sosial bagi segenap warga Solo, Pemerintah Kota, dan seluruh pemangku kepentingan. Selain itu, juga mengembangkan sebuah ruang publik yang bernilai artistik dan estetik,” katanya di Solo, Sabtu (27/10/2018) malam.
Irul menambahkan, program ini merupakan bagian dari upaya untuk melahirkan distrik seni mural yang masih minim di Solo, kemudian mengembangkan distrik mural tersebut sebagai sebuah destinasi wisata alternatif.
“Galeri mural” di kawasan koridor Gatot Subroto dan sekitarnya itu juga diharapkan menjadi sebuah ruang interaksi, edukasi, sekaligus mampu menjadi ruang sosial yang humanis bagi seluruh lapisan masyarakat. Bagi para pelaku seni mural, kegiatan ini menjadi ruang ekspresi dan interaksi antara mereka dengan masyarakat melalui karya-karya yang mereka lahirkan.
Di city walk Slamet Riyadi kawasan perempatan Pasar Pon, sejumlah mahasiswa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Kriya Seni, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Sabtu malam masih sibuk menyelesaikan sebuah mural di pintu toko dengan panjang sekitar 15 meter dan tinggi hampir 3 meter. Toko itu sudah lama tutup. Sebuah tulisan “disewa” lengkap dengan nomor telepon terpampang di atas pintu.
Mereka melukis sebuah kapal kayu sedang berlayar di lautan lepas dengan gaya lukis pewayangan. Sejumlah penumpangnya tampak asyik memainkan gawai masing-masing. Tanpa disadari, di depan mereka raksasa jahat siap melahap kapal kayu itu dan seisinya.
“Ini ceritanya, orang-orang yang keasyikan dengan gadget-nya sendiri. Mereka tidak sadar terus tersedot ke dunianya sendiri, lupa dengan kehidupan sosial,” kata Ramon Rendra Cipta, Koordinator Kelompok Mural HMJ Kriya Seni ISI Surakarta.
Sebanyak 10 mahasiswa menggarap mural tersebut sejak Selasa (23/10/2018). Mereka mengerjakannya setiap malam, mulai sekitar pukul 21.00 hingga 02.00. “Untuk cat sudah disediakan panitia, kami tinggal berkreasi,” katanya.
Program Solo is Solo awalnya digagas maestro tari, Sardono W Kusumo. Gagasan ini berangkat dari persoalan vandalisme yang mendera Solo. Dinding dan pintu-pintu toko di kawasan Gatot Subroto, juga pagar dan fasilitas umum di kawasan lain kerap menjadi korban aksi corat-coret dengan cat semprot yang melahirkan sampah visual. Solo is Solo ingin menunjukkan bahwa Solo adalah Solo, bukan Solo dengan beragam sebutan. Itu untuk menunjukkan jati diri Solo yang sesungguhnya.
Pemilik toko menyambut baik mural di dinding dan pintu toko mereka. Linda, pemilik usaha jamu tradisional mempersilakan pintu tokonya dimural. Lukisan tanaman empon-empon menghiasai pintu tempat usahanya. “Kata pelukisnya, tema lukisan itu selaras dengan usaha jamu saya hehe,” katanya.
Menurut Linda, sejak dihiasi banyak mural, kawasan Gatot Subroto bertambah ramai saat malam. Anak-anak muda datang melihat mural sambil berswafoto. “Dulu sebenarnya di sini itu ramai sekali, kendaraan berjalan merayap karena ada pusat perbelanjaan Singosaren Plaza di ujung jalan. Tapi, setelah berdiri mal-mal baru di lokasi lain, di sini tidak seramai dulu lagi,” katanya.
Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mengatakan, kegiatan mural ini menjadi wadah bagi anak-anak muda untuk menyalurkan hobi dan mengeskpresikan kreativitasnya melalui karya seni. Dengan langkah itu diharapkan dapat menekan aksi corat-coret dinding yang mengotori wajah Solo. “Dengan seni mural, kawasan ini menjadi indah dan ini bisa menjadi destinasi wisata baru di Solo, khususnya destinasi wisata di malam hari,” katanya.