Pengaruh Wayang Orang dalam Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Wayang orang atau dalam bahasa Jawa disebut dengan wayang wong diciptakan oleh Sultan Amangkurat I pada tahun 1731 yang merupakan raja terakhir Kesultanan Mataram. Kesenian ini pada mulanya hanya dipentaskan di lingkungan keraton, tetapi lambat laun berkembang menjadi kesenian yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Dalam film dokumenter Wayang Orang, sutradara film dan pendiri Komunitas #Doyan Sejarah, R Jiwo Kusumo, menjelaskan, pada 1760, raja terakhir Kasunanan Kartasura, Pakubuwana II, mulai memperkenalkan wayang orang kepada masyarakat.
”Pada 1899, Pakubuwana X membuat Taman Sriwedari di dalam wilayah Keraton Surakarta atau yang disebut dengan kebon raja untuk menampilkan pertunjukan wayang orang,” kata Jiwo saat mempresentasikan film dokumenter Wayang Orang di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Ia menjelaskan, wayang orang tumbuh sebelum Kasunanan Surakarta berdiri, yaitu tepatnya pada saat masih menjadi Kasunanan Kartasura yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram.
Dalam film dokumenter tersebut, pengajar Seni Tari dan Wayang Institut Seni Indonesia Surakarta, Eko Wahyu, menjelaskan, wayang orang merupakan bagian dari seni tari, tetapi lebih kompleks. Mereka harus memahami karawitan atau seni gamelan dan seni suara, tata rias, serta busana. Bahkan, tubuh mereka dilukis sedemikian rupa agar seperti wayang kulit ketika dilihat dari samping.
Pada mulanya wayang orang mengangkat cerita Ramayana dan Mahabharata. Kesenian ini semakin berkembang dengan mengangkat tema-tema yang bersifat edukatif sesuai dengan kondisi yang sedang berkembang, seperti kehidupan berkeluarga, masyarakat, serta berbangsa dan bernegara.
Jiwo menambahkan, Pakubuwana X mengangkat cerita-cerita yang membangkitkan semangat juang rakyat agar mau berjuang sehingga dapat terbebas dari belenggu penjajahan. ”Cerita-cerita yang diangkat dalam wayang orang mendorong semangat juang rakyat dengan mengangkat kisah kehebatan para leluhur,” kata Jiwo.
Cerita-cerita kehebatan para leluhur tersebut tidak serta-merta hanya meniru kisah yang ada di Ramayana dan Mahabharata, tetapi ada kaitannya dengan kisah yang ada di masa itu.
Menurut Jiwo, pengaruh Pakubuwana X dalam kemerdekaan bangsa Indonesia sangat besar. Ia mau memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk membeli tanah yang dijajah oleh Belanda yang saat itu sedang mengalami krisis.
”Pakubuwana X juga bersedia membiayai pendidikan bapak pendiri bangsa, seperti Soekarno, dan pendiri Budi Utomo, yaitu Soetomo,” ujar Jiwo. Ia menegaskan, untuk meraih kemerdekaan, bangsa Indonesia tidak hanya mengorbankan darah dan nyawa, tetapi juga biaya yang besar.
Oleh karena itu, ia berharap, para generasi muda mau mengisi kemerdekaan ini dengan sungguh-sungguh. ”Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak didapat secara cuma-cuma, tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar,” kata Jiwo.
Regenerasi wayang orang
Saat ini, peminat wayang orang semakin sedikit seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Meskipun demikian, beberapa sanggar wayang orang masih memiliki peminat, khususnya anak kecil.
Dalam film dokumenter tersebut ditampilkan pengelola Sanggar Sarotama Surakarta, Mujiono, yang masih memperkenalkan wayang orang kepada anak kecil dan orang muda sebagai seni tradisi. Ia mengajarkan tari drama yang menjadi inti dari wayang orang.
Eko menambahkan, wayang orang merupakan peninggalan nenek moyang. Ia berharap generasi masa sekarang mau mempelajari wayang orang secara rinci dan terus berkembang secara luas.