Polutan DDT Ditemukan pada Ikan Laut Dalam
Senyawa DDT diduga kuat masuk ke jaringan makanan laut dalam. Kondisi ini berbahaya jika sampai ke mamalia dan manusia.
Akumulasi polutan dalam waktu lama berakibat panjang pada pencemaran daerah tersebut. Itu termasuk bahan beracun dichloro-diphenyl-trichloroethane atau DDT yang pada 1940-an dan 1950-an pernah dibuang langsung di pantai Los Angeles, Amerika Serikat, dan dampaknya masih terekam hingga kini.
Para peneliti di Scripps Institution of Oceanography University of California San Diego dan San Diego State University (SDSU) menemukan kandungan polutan DDT pada ikan laut dalam di perairan setempat. Meski penggunaan bahan pestisida tersebut telah dihentikan puluhan tahun lalu (1972), hingga sekarang dampaknya masih bisa membahayakan pada fauna/satwa liar, bahkan manusia.
Pantai Los Angeles memiliki sejarah sebagai tempat pembuangan sampah bagi produsen pestisida DDT terbesar di AS. Meskipun dumping tersebut legal pada saat itu, pencemaran lingkungan laut dalam skala industri di lokasi dumping, sekitar 24 kilometer lepas pantai dekat Pulau Catalina, masih sangat dikhawatirkan para ilmuwan dan masyarakat.
Kekhawatiran mereka beralasan. Bukti baru ditunjukkan oleh para ilmuwan yang menemukan kontaminasi bahan kimia terkait dengan DDT pada ikan dan sedimen di dekat lokasi dumping tersebut.
Baca juga: DDT, Kesehatan dan Lingkungan
Penelitian yang dipublikasikan pada Senin (6/5/2024) di jurnal Environmental Science and Technology Letters ini didanai Badan Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA). Peneliti menduga bahan kimia terkait DDT yang dibuang ke laut beberapa dekade lalu kemungkinan masih masuk ke dalam jaring makanan laut.
Berisiko bagi manusia
Sejak ditemukannya kembali tempat pembuangan sampah lepas pantai di dekat Pulau Catalina, para ilmuwan telah berupaya untuk mengetahui tingkat keparahan masalah yang ada saat ini. Yang paling mendesak adalah pertanyaan apakah bahan-bahan kimia berusia puluhan tahun, yang kini berada di dasar laut ribuan meter di bawah air, tetap berada di dalamnya atau apakah bahan-bahan tersebut beredar di ekosistem laut dan senyawa tersebut dapat membahayakan satwa liar. Ketika berada di jaring makanan, hal ini dapat berisiko kesehatan bagi manusia yang mengonsumsinya.
”Ini adalah organisme laut dalam yang tidak menghabiskan banyak waktu di permukaan dan mereka terkontaminasi dengan bahan kimia terkait DDT,” kata Lihini Aluwihare, profesor kimia kelautan di Scripps dan salah satu penulis studi tersebut, dalam laman internet UC San Diego pada 6 Mei 2024.
Dari tahun 1948 hingga setidaknya 1961, tongkang yang dikontrak oleh produsen DDT, Montrose Chemical Corporation, berangkat dari Pelabuhan Los Angeles menuju Catalina dan memompa limbah produksi yang sarat dengan asam sulfat dan hingga 2 persen DDT murni, langsung ke Samudra Pasifik. Aktivitas ini legal hingga tahun 1972. Namun, pembuangan limbah lepas pantai ini sebagian besar lolos dari pengawasan publik karena dibayangi oleh praktik pembuangan limbah Montrose lain seperti pemompaan lumpur asam yang lebih encer yang juga mengandung DDT melalui selokan LA County dan ke laut di lepas pantai Palos Verdes.
Diperkirakan 100 ton DDT berakhir di sedimen Palos Verdes Shelf. Dan, Badan Perlindungan Lingkungan menyatakan, tempat tersebut sebagai Situs Superfund bawah air pada 1996. Pada 2000 seorang hakim memerintahkan perusahaan tersebut membayar 140 juta dollar AS untuk memperbaiki kerusakan lingkungan.
Penelitian telah menghubungkan polusi DDT di Palos Verdes Shelf dengan kontaminasi dan masalah kesehatan pada satwa liar setempat. Hewan-hewan tersebut termasuk singa laut, lumba-lumba, ikan yang mencari makan di dasar laut dan bahkan burung kondor (kemungkinan besar karena memakan mamalia laut yang mati) di pesisir California.
Pada tahun 2011 peneliti UC Santa Barbara, David Valentine, menggunakan robot bawah laut untuk menemukan kembali tempat pembuangan sampah lepas pantai Montrose dekat Catalina di tempat yang sekarang dikenal sebagai Dumpsite 2. Temuan ini menarik perhatian publik pada tahun 2020 ketika Los Angeles Times menerbitkan yang pertama dalam serangkaian mengungkap warisan racun pembuangan sampah lepas pantai di kawasan ini.
Tidak satu pun dari spesies ikan ini diketahui mencari makan di sedimen dasar laut.
Peneliti Valentine dan Scripps telah membantu memetakan tingkat dumping tersebut. Hingga saat ini mereka telah menemukan bahan kimia terkait DDT di wilayah dasar laut yang lebih luas dari kota San Francisco. Yang masih belum diketahui, polusi tersebut tetap ada atau berpindah melalui lingkungan bawah laut sehingga menimbulkan bahaya bagi kehidupan laut atau manusia.
Mulai 2021, Aluwihare, rekan penulis studi Eunha Hoh dari SDSU, dan kolaborator lainnya memulai serangkaian upaya penelitian untuk menjawab dua pertanyaan kunci: Apakah bahan kimia terkait DDT yang bersembunyi di dasar laut dekat Dumpsite 2 tercampur dan tertelan oleh kehidupan laut di kedalaman? Dan, bisakah mereka mengidentifikasi semacam sidik jari kimiawi yang unik terhadap kontaminasi dari Dumpsite 2 dan tempat pembuangan sampah lepas pantai lainnya yang dapat digunakan untuk membedakannya dari polutan yang berasal dari Palos Verdes Shelf?
Tim ini secara kebetulan mengumpulkan sampel sedimen dan hewan laut dalam dari kolom air di Cekungan San Pedro dekat Dumpsite 2 untuk menguji berbagai senyawa terkait DDT. Kapal pesiar penelitian untuk mengumpulkan sampel ini didanai National Science Foundation dan Schmidt Ocean Institute.
Biasanya pengujian DDT mencari empat hingga delapan bahan kimia, tetapi makalah tahun 2016 yang ditulis Hoh dan Aluwihare mengidentifikasi 45 bahan kimia terkait DDT dalam lemak lumba-lumba di lepas pantai California Selatan. Hasilnya menunjukkan, satwa liar terpapar senyawa DDT dalam jumlah yang jauh lebih besar di dunia nyata.
Dalam penelitian ini tim menguji rangkaian lebih besar bahan kimia terkait DDT, yang dikenal sebagai DDT+, dengan harapan dapat membantu mengembangkan sidik jari kimiawi untuk Dumpsite 2 dan tempat pembuangan sampah lepas pantai lain yang digunakan oleh Montrose. Selain itu, pengujian DDT+ akan memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai tingkat kontaminasi pada sedimen dan hewan yang mungkin tidak terdeteksi.
Baca juga: Jangan Lagi Ugal-ugalan Beri Pupuk dan Pestisida Kimia ke Lahan Pertanian
Ketika para peneliti menganalisis sedimen untuk mengetahui keberadaan DDT+, mereka menemukan tidak kurang dari 15 bahan kimia yang 14 di antaranya sebelumnya telah terdeteksi pada burung dan mamalia laut di California Selatan.
Para peneliti mengumpulkan 215 ikan yang mencakup tiga spesies umum di dekat Dumpsite 2. Analisis kimia mengungkapkan, ikan tersebut mengandung 10 senyawa terkait DDT, yang semuanya juga terdapat dalam sampel sedimen.
Dua spesies ikan dikumpulkan pada kedalaman 546-784 meter (Cyclothone acclinidens dan Melanostigma pammelas) dan Leuroglossus stilbius yang dikumpulkan pada 0-546 meter. Spesies yang dikumpulkan di kedalaman yang lebih dangkal mengandung konsentrasi kontaminan yang lebih rendah dan tidak mengandung sepasang senyawa terkait DDT yang terdapat pada ikan yang paling dalam.
”Tidak satu pun dari spesies ikan ini diketahui mencari makan di sedimen dasar laut,” kata Anela Choy, ahli kelautan biologi di Scripps dan salah satu penulis penelitian tersebut.
Ia meyakini ada mekanisme lain yang membuat ikan laut dalam tersebut terpapar kontaminan DDT. Salah satu kemungkinannya adalah adanya proses fisik atau biologis yang menyuspensikan kembali sedimen di sekitar Dumpsite 2 dan memungkinkan kontaminan memasuki jaringan makanan air yang lebih dalam.
Temuan ini belum bisa mengesampingkan Situs Superfund Palos Verdes sebagai sumber kontaminasi ikan yang potensial, kata Aluwihare. Namun, beberapa bukti yang ditemukan dalam penelitian ini—konsentrasi keseluruhan yang lebih rendah dan hilangnya dua senyawa terkait DDT pada spesies ikan perairan dangkal, serta tumpang tindih antara kontaminan yang ditemukan dalam sedimen dan yang ditemukan pada mamalia laut dan burung—menunjukkan, kemungkinan yang mengkhawatirkan bahwa polusi berpindah dari dasar laut ke jaring makanan laut.
”Apa pun sumbernya, ini adalah bukti bahwa senyawa DDT masuk ke jaringan makanan laut dalam,” kata Margaret Stack, ahli kimia lingkungan di SDSU dan penulis utama studi tersebut. Ia menilai kondisi ini memprihatinkan jika kontaminan tersebut sampai pada mamalia laut atau bahkan manusia. DDT dapat menimbulkan masalah kesehatan serius seperti kanker dan gangguan seksual pada manusia.
Baca juga: Pencemaran Laut Mengancam Penghidupan Nelayan
Hoh mengatakan, memahami jalur masuknya bahan kimia terkait DDT ke dalam jaring makanan sangat penting. Temuan juga akan membantu memitigasi serta pengembangan lepas pantai yang dapat memperburuk permasalahan.
Aluwihare mengatakan, masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengetahui dengan tepat sumber kontaminan DDT yang mereka temukan pada ikan laut dalam. Pekerjaan rumah lain ialah apakah kontaminasi yang sama juga terjadi pada spesies ikan laut terbuka yang lebih besar dan dikonsumsi oleh manusia.
Sejumlah penelitian tambahan sedang dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendesak ini. Para peneliti di Scripps dan SDSU saat ini sedang menganalisis sampel dari spesies ikan yang menjadi target pemancing rekreasi dan perikanan komersial, termasuk ikan bass dan sanddab, untuk DDT+. Membandingkan bahan kimia dan konsentrasinya yang ditemukan pada ikan ini dengan sampel sedimen yang dikumpulkan dari Palos Verdes Shelf dan Dumpsite 2 memungkinkan tim untuk menentukan sumber racun pada ikan tersebut.
”Kami masih melihat kontaminasi DDT pada organisme laut dalam dan sedimen laut lebih dari 50 tahun setelah dibuang ke sana,” kata Hoh.