Benang Kusut Pendidikan Tinggi Indonesia
Beban mahasiswa meningkat akibat biaya kuliah yang terus naik dan ancaman pengangguran pascalulus.
Mahasiswa sekarang memiliki beban ganda di luar proses pembelajaran. Beban itu adalah menyiapkan sejumlah dana hingga lulus dan ancaman jadi pengganggur setelah lulus karena keterbatasan lapangan kerja.
Hampir setiap tahun, ada saja mahasiswa sejumlah perguruan tinggi yang memprotes kebijakan institusi tempatnya menuntut ilmu karena kenaikan biaya yang disebut uang kuliah tunggal (UKT).
Baru-baru ini, di Purwokerto, Jawa Tengah, misalnya, ratusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman berdemonstrasi menolak kenaikan UKT di sejumlah program studi yang mereka nilai memberatkan. Di Medan, mahasiswa Universitas Sumatera Utara juga berdemonstrasi menolak kenaikan UKT.
Untuk tahun 2024 ini memang terjadi penyesuaian biaya operasional pendidikan tinggi berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nomor 54/P/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
Dalam aturan tersebut, Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) memengaruhi UKT disesuaikan berdasarkan sejumlah variabel, yakni proses pembelajaran atau program studi, akreditasi, dan wilayah.
Biaya kuliah yang terus naik setiap tahun membuat mahasiswa kewalahan sehingga tak heran menimbulkan kegusaran dan protes. Saking mahalnya biaya kuliah, banyak calon mahasiswa yang ingin mengundurkan diri karena tidak mampu membayar UKT.
Di tengah masa studi, banyak mahasiswa yang mengajukan keringanan biaya kuliah. Bagi yang tetap tidak bisa membayar biaya kuliah, pernah ada solusi memanfaatkan pinjaman daring melalui aplikasi yang bekerja sama dengan pihak universitas. Setelah ramai di dunia maya pada Februari lalu, muncul opsi dari pemerintah untuk memberikan pinjaman pendidikan.
Pinjaman pendidikan ini bernama pinjaman pelajar (student loan) berupa pinjaman lunak yang dapat dibayar setelah mahasiswa lulus kuliah dan ketika sudah mendapat pekerjaan.
Pinjaman pelajar ini direncanakan diperuntukkan bagi mahasiswa dari keluarga menengah hingga hampir kurang mampu. Mereka inilah yang banyak mengalami kesulitan keuangan dan menunggak UKT, tetapi tidak memenuhi syarat untuk mendapat beasiswa bagi mahasiswa miskin (Kompas, 19/3/2024).
Baca juga: Uang Kuliah Tunggal: Sengkarut Pendanaan Pendidikan Tinggi
Prinsip berkeadilan
Pembiayaan kuliah melalui UKT yang mulai diterapkan sejak tahun ajaran 2013/2014 pada dasarnya berusaha menerapkan prinsip berkeadilan yang membuka ruang bagi mahasiswa untuk membayar biaya kuliah sesuai dengan kemampuan orangtua.
Asumsinya, mereka yang berasal dari keluarga berlebih secara finansial bergotong royong menyubsidi silang mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Jalan ini dipilih pemerintah karena di tengah penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tidak murah, pemerintah memiliki keterbatasan memberikan subsidi kepada perguruan tinggi.
Besaran UKT ini berbeda menurut jalur masuk. Pembayaran biaya kuliah di tiap jalur masuk seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru ditetapkan berdasarkan kelompok UKT berjenjang dari kelompok yang terendah hingga tertinggi sesuai dengan kemampuan ekonomi.
Di jalur mandiri, selain UKT yang dibayar setiap semester, ada juga iuran pembangunan institusi (IPI) atau disebut juga dengan uang pangkal. Di jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) dan seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT) dikenai UKT juga secara berjenjang.
Meski demikian, potensi kenaikan UKT seiring berjalannya waktu sudah diprediksi akan menjadi bom waktu. Pasalnya, penyesuaian UKT dihitung tidak jauh berbeda dengan biaya yang sudah berjalan. Penyesuaian UKT dihitung berdasarkan pembiayaan pendidikan tahun sebelumnya yang telanjur mahal.
Biaya pendidikan yang telanjur mahal ini tidak lepas dari kondisi ketika institusi pendidikan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri, berubah statusnya menjadi badan hukum milik negara (PT BHMN) pada tahun 2000. Kala itu PT BHMN diberi keleluasaan menarik dana dari masyarakat untuk kemandirian operasional dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Kondisi inilah yang menjadi pangkal mula benang kusut pembiayaan di pendidikan tinggi. Biaya pendidikan yang mahal di institusi berstatus BHMN telah ikut menyeret biaya kuliah pada PTN yang bukan BHMN juga menjadi mahal. Biaya kuliah yang mahal ini lebih terasa lagi pada kelompok program studi yang tergolong elite, seperti kedokteran dan teknik.
Baca juga: Biaya Kuliah yang Makin Tinggi
Potensi menganggur
Setelah berkutat dengan benang kusut pembiayaan pada masa kuliah, mahasiswa juga dihadapkan pada ancaman menjadi penganggur setelah lulus kuliah.
Rilis Badan Pusat Statistik pada 6 Mei lalu menyebutkan tingkat pengangguran terbuka pada kelompok lulusan diploma IV, S-1, S-2, dan S-3 per Februari 2024 mengalami kenaikan sebesar 0,11 persen dibandingkan periode Februari 2023.
Sementara, pada kelompok pendidikan lainnya, tingkat pengangguran terbuka menurun. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok lulusan sekolah menengah pertama, yakni 0,13 persen.
Jika dilihat ke belakang, meningkatnya angka pengangguran pada kalangan terdidik ini terjadi sejak setahun yang lalu. Pada Februari 2023, penganggur pada lulusan diploma (termasuk diploma IV) dan sarjana tercatat 11,8 persen.
Angka ini meningkat dibandingkan Februari 2022 yang sebesar 9,9 persen. Per Agustus 2023, angkanya kembali meningkat menjadi 12,2 persen atau sebanyak 959.870 orang.
Meningkatnya angka pengangguran pada kalangan terdidik ini terjadi tidak lepas karena disrupsi teknologi yang sangat berdampak pada pasar tenaga kerja. Sejumlah pekerjaan baru muncul, sebaliknya juga dapat menghilangkan sejumlah jenis pekerjaan.
Terjadi perubahan keterampilan yang dibutuhkan seiring dengan digitalisasi. Lulusan perguruan tinggi tidak langsung match dengan dunia usaha. Selain itu, berkurangnya lapangan kerja untuk kalangan terdidik juga akibat pertumbuhan ekonomi yang stagnan.
Inilah situasi riil yang akan dihadapi generasi Indonesia yang memasuki gerbang pendidikan tinggi, dililit oleh benang kusut pendidikan tinggi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Setelah Diprotes Mahasiswa, Unsoed Tetapkan Aturan Baru Terkait UKT