Pengorbanan Yesus yang luar biasa menjadi bukti cinta yang besar bagi umat-Nya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Lewat pengorbanan menebus dosa manusia di kayu salib, Yesus telah memberikan bukti bentuk cinta-Nya yang terbesar bagi seluruh umat manusia. Ini adalah bukti cinta dari seseorang yang menyerahkan nyawa bagi sahabatnya.
”Tidak ada bukti cinta yang lebih besar dari yang dilakukan seseorang yang menyerahkan nyawa bagi sahabatnya dan itulah yang dilakukan Yesus bagi kita semua, umat manusia yang menjadi sahabat-Nya dan sahabat Allah,” ujar Romo FX Suyamto Kirnosucitro, Pr dalam homilinya di Ibadat Jumat Agung di Gereja St Mikael, Paroki Panca Arga, di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (29/3/2024).
Hal paling menonjol dari kisah sengsara ini adalah ketegaran dari Yesus. Dia sudah mengetahui apa yang akan terjadi dan Dia sebenarnya memiliki kekuasaan membebaskan diri. Namun, Dia membiarkan semua terjadi dan memilih menyerahkan nyawa untuk menebus dosa umat manusia.
Namun, kemudian saya justru menjadi takut, sedih, dan tidak mampu membayangkan bagaimana hal itu bisa benar-benar terjadi dan dialami Yesus sendiri.
Kisah sengsara Yesus ini juga memberikan contoh bahwa cinta tidak cukup dikatakan ataupun diperlihatkan secara visual saja. Cinta harus dibuktikan dalam sesuatu hal yang sungguh nyata. Keteladanan dari pembuktian cinta Yesus inilah yang hendaknya diresapi secara mendalam dalam hati.
“Dengan bilur-bilur-Nya kita disembuhkan, kita diselamatkan. Semua itu adalah sesuatu yang semestinya diresapi, dipahami sebagai bentuk kebaikan Allah yang harus kita syukuri setiap hari,” ujarnya.
Kisah sengsara Yesus ditampilkan secara visual dalam ibadat Jalan Salib yang dilangsungkan pada Jumat (29/3/2024) pagi di Gereja St Ignatius di Kota Magelang. Kisah sengsara yang diperagakan memancing rasa haru pada sebagian umat yang hadir.
Peragaan
Carolina (9), siswa kelas 3 SD Kanisius Pendowo, menuturkan, baru sekali itu dia memperhatikan dengan saksama peragaan kisah sengsara Yesus. Sekalipun bisa menahan tangis, dia merasa tidak tahan untuk membayangkan bahwa apa yang diperagakan benar-benar terjadi dan dialami Yesus.
”Yang saya lihat adalah peragaan, tetapi kemudian saya justru menjadi takut, sedih, dan tidak mampu membayangkan bagaimana hal itu bisa benar-benar terjadi dan dialami Yesus sendiri,” ujarnya.
Carolina datang ke Gereja St Ignatius bersama dengan kakek dan neneknya. Di gereja, dia pun bertemu dengan sejumlah teman sekolah. Suasana haru sungguh-sungguh dirasakan karena banyak orang di sekelilingnya menangis saat melihat peragaan jalan salib.
Peragaan jalan salib dilakukan oleh 20 anak, siswa kelas 1, 2, dan 3 dari SMP Tarakanita. Peragaan tersebut dilakukan di halaman gereja, sedangkan umat menyaksikan dengan duduk, tanpa ikut berjalan, mengikuti jalan salib. Persiapan latihan jalan salib sudah dilakukan sekitar sebulan lalu.
”Ada rasa haru, rasa sedih, karena saya jadi merasakan bahwa memanggul salib adalah memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa," ujarnya.
Dikatakan, meski dia cuma memerankan salib kecil, berkeliling menempuh jarak kurang dari 1 kilometer saja, sudah kelelahan. ”Tak terbayangkan bagaimana Yesus bisa benar-benar melakukannya untuk keselamatan orang lain, keselamatan kita, umat-Nya,” katanya lagi.