Rangkaian Gempa Bawean Masih Mengguncang, Mitigasi Diperlukan
Gempa Bawean belum bisa diprediksi kapan akan berhenti sehingga diperlukan penguatan mitigasi dalam proses rehabilitasi.
Rangkaian gempa di Laut Jawa, tepatnya di utara Kabupaten Tuban, yang dipicu oleh reaktivasi sesar tua, masih terus mengguncang Jawa Timur dan sekitarnya. Fenomena yang dikenal dengan sebutan gempa Bawean itu belum bisa diprediksi kapan akan berhenti sehingga perlu penguatan mitigasi pada proses rehabilitasi dan rekonstruksi penanganan bencana.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mendata 608 kali gempa terjadi sejak 22 Maret 2024 hingga 26 April 2024 pukul 06.00 WIB. Dari jumlah tersebut, gempa dengan kekuatan Magnitudo terbesar 6,5 dan Magnitudo terkecil 2,1.
Rangkaian gempa yang terus-menerus terjadi hingga saat ini masih sulit diprediksi kapan akan berhenti. Fenomena itu mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur berhati-hati dalam penanganan bencana, terutama pada tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi di bidang infrastruktur.
Data BPBD Jatim menunjukkan, guncangan maksimum gempa Bawean dengan skala VI MMI menyebabkan kerusakan bangunan. Di Kecamatan Sangkapura, Gresik, misalnya, terdapat 17 desa terdampak dengan jumlah 1.943 rumah rusak, serta 84 tempat ibadah, dan 31 bangunan sekolah. Juga ada enam kantor yang terdampak bencana, satu fasilitas kesehatan dan delapan pondok pesantren.
Baca juga: Warga Pulau Bawean Masih Trauma Gempa
Di Kecamatan Tambak terdapat 13 desa terdampak, 2.711 rumah warga, 97 tempat ibadah, dan 57 sekolah. Selain itu, 12 bangunan kantor dan delapan bangunan pasar tradisional. Kerusakan pada bangunan tersebut beragam dari rusak ringan, sedang, berat bahkan ambruk atau roboh.
Untuk menangani dampak gempa Bawean, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten bersinergi merehabilitasi dan merekonstruksi bangunan yang rusak, terutama rumah warga dan fasilitas publik, termasuk sekolah, tempat ibadah, fasilitas kesehatan dan pasar.
Namun, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi penanganan bencana tersebut penuh tantangan karena banyaknya bangunan yang rusak. Saat rehabilitasi mulai berjalan, gempa susulan juga masih terus mengguncang. Oleh karena itu, selain menerapkan prinsip kehati-hatian, pihaknya menggandeng para ahli yang berkompeten dari berbagai perguruan tinggi.
”Sebuah rumah sakit di Bawean, misalnya, ragu dengan kondisi gedungnya dan minta dilakukan survei kelaikan bangunan menyusul gempa susulan yang terus bermunculan,” ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jatim Gatot Soebroto pada webinar Gempa Bawean Jawa Timur, yang digelar oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Sabtu (27/4/2024).
Webinar yang diselenggarakan Teknik Geofisika itu juga menghadirkan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, penyelidik Bumi Utama PVMBG Supartoyo, dan peneliti BRIN Susilo Hadi sebagai pembicara. Adapun peserta webinar berasal dari kalangan mahasiswa, masyarakat umum, dan akademisi.
Baca juga: Puluhan Sekolah Rusak, Kegiatan Pendidikan di Pulau Bawean Hampir Lumpuh
Penyelidik Bumi Utama PVMBG, Supartoyo, mengatakan, Pulau Bawean merupakan daerah rawan gempa bumi karena dekat dengan sumber gempa, yakni sesar tua di sekitar pulau yang mengalami reaktivasi. Selain kerusakan bangunan, rangkaian gempa Bawean dengan guncangan maksimal pada skala VI MMI memicu bencana likuefaksi, retakan tanah, dan gerakan tanah di Pulau Bawean.
”Lokasi kerusakan bangunan berada pada dataran bergelombang hingga perbukitan yang tersusun oleh endapan kuarter bersifat lunak, lepas, dan belum kompak. Terjadinya kerusakan bangunan di Bawean disebabkan oleh faktor yang beragam,” kata Supartoyo.
Salah satu penyebabnya, lanjut Supartoyo, jarak yang dekat dengan sumber gempa bumi, kualitas bangunan yang kurang bagus, dan kondisi geologi. Selain itu, terletak pada zona likuefaksi dan retakan tanah, serta adanya efek topografi.
Likuefaksi terjadi di Dusun Raba dan Tanjunganyar, Desa Lebak serta Dusun Nyiur, Desa Teluk Jatidawang. Retakan tanah juga terjadi di Desa Teluk Jatidawang. Adapun bencana gerakan tanah terjadi di Dusun Celok-Celok, Desa Kelubang Gubuk.
Menyikapi kondisi di Bawean, Supartoyo minta warga tenang, waspada, mengikuti arahan petugas BPBD setempat dan tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menghindari risiko kerusakan akibat gempa, bangunan rumah dan fasilitas umum hendaknya menggunakan konstruksi tahan gempa serta dilengkapi jalur evakuasi.
Menurut dia, bangunan yang rusak akibat likuefaksi dan retakan tanah masih bisa dibangun dengan konstruksi tahan gempa. Sementara bangunan yang berada di tepi lereng agar diperkuat konstruksinya.
PVMBG merekomendasikan agar Pemprov Jatim dan Pemkab Gresik merevisi tata ruang Pulau Bawean berdasarkan data dari Badan Geologi, seperti peta KRBG (kawasan rawan bencana gempa bumi), peta zona kerentanan gerakan tanah dan data hasil pemeriksaan lapangan Tim Tanggap Darurat Bencana Gempa). Guna memperkuat mitigasi sejak dini, PVMBG merekomendasikan agar pemda memasukkan materi kebencanaan geologi, seperti gunung api, gempa, tsunami, dan gerakan tanah dalam kurikulum pendidikan di Pulau Bawean.
Gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah (’low seismicity’) sehingga wajar jika masyarakat menilai sebagai gempa tidak lazim karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, rangkaian gempa Bawean berawal dari gempa yang terjadi pada 22 Maret 2024 dengan episenter di Laut Jawa. Gempa berkekuatan Magnitudo 6 itu berpusat di kedalaman 10 kilometer. Kejadian gempa itu diawali dengan gempa pembuka dan diikuti serangkaian gempa susulan.
”Gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah (low seismicity) sehingga wajar jika masyarakat menilai sebagai gempa tidak lazim karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal,” ujar Daryono.
Selama ini, kata Daryono, wilayah Laut Jawa lazimnya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam (deep focus) akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia, tepatnya di bawah Laut Jawa dengan kedalaman sekitar 500-600 km.
Gempa Bawean berkekuatan Magnitudo 5,9 dan 6,5 pada 22 Maret 2024 merupakan jenis kerak dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar (strike-slip) di Laut Jawa. Gempa Bawean berpusat di zona sesar tua karena wilayah Laut Jawa utara Jawa Timur secara geologi dan tektonik berada pada zona sesar tua pola Meratus.
”Jika mencermati lokasi pusat gempa Bawean, episenternya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (laut) menurut jurnal yang dipublikasikan oleh Peter Lunt (2019),” ucap Daryono.
Menurut Daryono, gempa susulan sangat banyak karena karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen sehingga mudah rapuh. Gempa susulan lazim terjadi pascagempa kuat. Hal itu tidak perlu ditakuti.
”Banyaknya gempa susulan justru dapat memberikan informasi peluruhan gempa sehingga kita dapat mengestimasi kapan berakhirnya gempa susulan,” ujar Daryono.
Pakar Geologi ITS, Amin Widodo, menegaskan, gempa Bawean memberikan banyak pelajaran berharga bagi masyarakat. Salah satunya mengingatkan masyarakat dan pemerintah agar selalu waspada serta memperkuat mitigasi karena tinggal di daerah rawan bencana gempa.
Selain itu, aktifnya kembali atau reaktivasi sesar tua hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyelidiki dan memetakan karakteristik seluruh sesar di Nusantara, baik sesar tua maupun sesar muda.
Baca juga: Warga Pulau Pawean Kembali Dibuat Panik
Saat bersamaan, perlunya mengingatkan lagi kepada masyarakat dan para pemangku kebijakan bahwa bukan gempa yang memicu bencana bagi manusia, melainkan kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh gempa. Karena itulah, perlu dievaluasi lagi konstruksi bangunan agar menggunakan konstruksi tahan gempa untuk mengurangi risiko bencana.