Tol di Sumut Belum Dioptimalkan untuk Dorong Hilirisasi Industri Karet
Jaringan jalan tol yang kian luas di Sumut belum dioptimalkan untuk mendorong hilirisasi industri karet.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Jaringan jalan tol di Sumatera Utara semakin luas dan menjangkau sentra perkebunan dan industri karet. Namun, keberadaan jalan tol itu belum dimanfaatkan optimal untuk mendorong hilirisasi industri karet di Sumut seperti yang diminta Presiden Joko Widodo.
”Jaringan jalan tol yang semakin luas di Sumut harusnya menjadi modal utama pemerintah memasarkan sejumlah kawasan industri, terutama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di sentra perkebunan di Simalungun,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah, Sabtu (11/5/2024).
Jalan tol di Sumut semakin luas dengan bertambahnya lagi ruas tol baru. PT Hutama Karya (Persero) mulai mengoperasikan Tol Lima Puluh–Kisaran sepanjang 32,15 kilometer. Jaringan jalan tol yang sebelumnya hanya sampai di Kabupaten Batubara kini menjangkau Kabupaten Asahan, salah satu daerah sentra karet dan sawit.
Edy mengatakan, Sumut adalah salah satu sentra karet terbesar di Indonesia. Provinsi itu mempunyai perkebunan karet yang luas dan ditopang pabrik karet remah di sejumlah daerah. Industri karet di Sumut sudah cukup maju, tetapi baru menghasilkan bahan setengah jadi.
Selama puluhan tahun, industri karet di Sumut berjalan di tempat. Hal itu terjadi karena belum banyaknya pabrik yang menyerap produk karet untuk diolah menjadi barang jadi.
Di Sumut baru ada satu pabrik ban, yakni PT Industri Karet Deli di Medan. Padahal, pabrik ban adalah industri terbesar yang menyerap karet alam. Selain itu, di Medan juga ada sejumlah pabrik sarung tangan karet berbahan lateks yang membutuhkan karet.
Edy mengatakan, sejak beberapa tahun lalu sudah ada sejumlah investor yang menjajaki pembangunan pabrik ban di Sumut. Pada awal pembangunan KEK Sei Mangkei, produsen ban Dunlop dan Goodyear sudah menyampaikan ketertarikan mendirikan pabrik ban di kawasan industri yang berada di tengah kebun karet dan sawit itu.
Dua produsen ban dunia itu sudah mulai menjajaki rencana pembangunan pabrik sejak tahun 2015. Namun, rencana investasi itu belum terealisasi hingga kini.
Menurut Edy, rencana investasi itu seharusnya diprioritaskan pemerintah karena pabrik ban tersebut tidak hanya menyasar pasar dalam negeri, tetapi juga pasar global. Dengan demikian, investasi tersebut sangat menguntungkan karena Indonesia menjadi basis produksi untuk pasar global.
Akan tetapi, menurut Edy, hingga kini belum terlihat adanya langkah strategis yang diambil untuk merealisasikan investasi di sektor hilir industri karet itu. Pemerintah juga belum membuat regulasi untuk percepatan masuknya investasi karet di Sumut.
Padahal, jaringan infrastruktur jalan tol di Sumut bertambah cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Jaringan tol membentang dari Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Batubara, Asahan, hingga Simalungun.
Ke arah barat, jalan tol dari Medan memanjang hingga Kota Binjai dan Langkat. Semua daerah itu adalah sentra perkebunan dan industri sawit dan karet.
Kondisi itu juga ditopang Pelabuhan Belawan di Medan dan Pelabuhan Kuala Tanjung di Batubara. Ada pula Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang. Sebagian besar kawasan itu juga terhubung jalur kereta api barang dan penumpang serta ditopang sejumlah kawasan industri besar.
”Seharusnya hal ini menjadi daya tarik investasi yang sangat menarik jika disiapkan dengan baik,” kata Edy.
Meski demikian, Edy menyatakan, industri karet di Sumut saat ini justru sedang terpuruk, antara lain, karena tidak berjalannya hilirisasi. Harga getah karet di tingkat petani sangat rendah, yakni sekitar Rp 8.000 per kilogram.
Harga itu di bawah tingkat harga yang menguntungkan bagi petani dan penyadap karet, yakni di atas Rp 10.000 per kilogram. Akibatnya, pasokan bahan baku karet dari petani terus berkurang sehingga sejumlah pabrik karet remah tutup permanen ataupun tutup sementara.
Pembangunan infratstruktur yang cukup masif di Sumut, kata Edy, harusnya menjadi momentum untuk membangkitkan lagi industri karet. Pembangunan pabrik ban diharapkan bisa segera direalisasikan agar ekosistem industri karet di Sumut membaik lagi. Dengan demikian, ekonomi daerah bisa semakin meningkat.
Sebelumnya, pada Februari lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan sebagian ruas jalan tol hingga Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara. Saat itu, Presiden berpesan agar pembangunan jalan tol dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi daerah.
”Ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Saya yakin, dengan pembangunan jalan tol ini akan semakin banyak investasi yang datang untuk mengembangkan berbagai potensi yang ada di Provinsi Sumatera Utara,” kata Presiden (Kompas.id, 7/2/2024).
Presiden juga menyebut, jalan tol di Sumut meningkatkan kecepatan pengiriman logistik ke Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Belawan serta meningkatkan investasi di KEK Sei Mangkei. Jalan tol juga meningkatkan konektivitas kawasan pariwisata di Danau Toba.
Jaringan jalan tol yang semakin luas di Sumut harusnya menjadi modal utama pemerintah memasarkan sejumlah kawasan industri.
Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Adjib Al Hakim mengatakan, pengoperasian seksi II Jalan Tol Lima Puluh–Kisaran sepanjang 32,15 kilometer akan meningkatkan dampak ekonomi dari pembangunan jalan tol di Sumut.
”Manfaat kehadiran jalan tol ini akan semakin nyata, khususnya terkait kemudahan konektivitas antarkota,” kata Adjib.
Adjib menyebut, tol ini akan mempersingkat waktu tempuh dari Medan ke Kisaran yang semula 5 jam menjadi hanya 2,5 jam. Mobilitas masyarakat berpotensi menjadi semakin tinggi dan membuat perjalanan antarkota menjadi lebih efisien.