Kasus tengkes baru terus bermunculan. Maka, penurunan angka tengkes pun hanya sedikit.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Sekalipun sudah melakukan berbagai upaya penanganan, angka tengkes di Indonesia saat ini terdata hanya turun 0,1 persen dibandingkan tahun lalu. Hal ini terjadi karena jumlah kasus tengkes baru masih terus bermunculan.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr Maria Endang Sumiwi menuturkan, banyak kasus tengkes sebenarnya sudah berhasil diatasi. Namun, di sisi lain, banyak kasus tengkes baru terus bermunculan tanpa kendali.
”Jumlah kasus tengkes yang berhasil dituntaskan dan jumlah kasus tengkes baru terdata hanya berselisih sekitar 100.000 orang,” ujarnya, dalam sambutannya di acara bakti sosial pengobatan gratis yang diselenggarakan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) di Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (18/5/2024).
Angka tengkes Indonesia pada tahun 2023 terdata 21,6 persen dan pada tahun 2024 terdata menjadi 21,5 persen.
Stunting atau tengkes adalah gangguan pertumbuhan yang dialami anak karena mengalami gangguan gizi kronis atau infeksi berulang. Penanda tengkes adalah ukuran tinggi dan berat badan yang tidak sesuai dengan usia anak. Ada ukuran ideal yang menjadi patokan di setiap rentang umur.
Oleh karena itu, metode penanganan tengkes di masa mendatang harus diubah. Tidak lagi terfokus mengobati atau menangani anak yang sudah mengalami tengkes, tetapi upaya pencegahan juga harus dilakukan dengan memberikan perhatian dan penanganan pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah dua tahun, yang semuanya berisiko melahirkan, memiliki, atau menjadi anak-anak stunting.
Capaian data tersebut, menurut dia, mengindikasikan bahwa inilah saatnya benar-benar harus dilakukan upaya mencegah terjadinya kasus tengkes baru. Di satu sisi, hal itu juga tidak mudah dilakukan.
”Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan, 62 persen masyarakat kita sendiri juga kesulitan mendapatkan akses makanan bergizi,” ujarnya. Mengacu pada kondisi tersebut, maka penanganan tengkes benar-benar membutuhkan dukungan dan perhatian dari berbagai pihak.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Sumarno, dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Bidang Ketahanan Bangsa Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah, Muslichah Setiasih, menuturkan, tengkes atau stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang prioritas harus ditangani di Jawa Tengah. Angka tengkes di Jawa Tengah tercatat masih mencapai 20,7 persen, padahal capaian prevalensi stunting skala nasional di tahun 2024 sebenarnya ditargetkan turun mencapai 14 persen.
Jawa Tengah masih mengalami masalah-masalah kesehatan lain, seperti tingkat kematian ibu dan anak yang masih tinggi dan berbagai penyakit lain, termasuk demam berdarah, HIV, serta beragam penyakit menular lain. Semua penanganan penyakit tersebut membutuhkan perhatian dan dukungan dari berbagai pihak.
Di provinsi ini, kasus tengkes banyak ditemukan di lingkup masyarakat perkotaan, di lingkup keluarga yang sebenarnya memiliki pendidikan tinggi, cukup pengetahuan tentang makanan bergizi, dan memiliki kemampuan untuk mendapatkan makanan bergizi.
Di Kota Magelang, misalnya, kasus stunting biasanya ditemukan pada anak-anak yang dititipkan kepada pengasuh, yang kemudian memberikan makanan sesukanya, tanpa memperhatikan kandungan gizi dan nutrisi di dalamnya.
”Mereka, orang-orang yang dititipi mengasuh anak, biasanya memberikan asupan makan asal-asalan dan sembarangan. Nutrisi tidak lagi diperhatikan karena menurut mereka yang terpenting makanan tersebut bisa membuat anak tenang, tidak menangis, tidak rewel, dan tidak merepotkan,” ucap salah satu pengurus TP PKK Kota Magelang, Hastuti.